Sukses

Sektor Transportasi Belum Bangkit, Jadi Penyebab Indonesia Masih Resesi

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesi kuartal I 2021 masih terkontraksi minus 0,74 persen

Liputan6.com, Jakarta Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesi secara tahunan atau year on year (yoy) pada kuartal I 2021 masih terkontraksi minus 0,74 persen. Dengan begitu, Indonesia masih tertahan di jurang resesi, salah satunya akibat mobilitas di sektor transportasi yang masih tertahan.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan, sektor transportasi beserta pergudangan masih mengalami kontraksi terdalam secara tahunan pada triwulan pertama tahun ini.

"Sektor yang masih terkontraksi sangat dalam adalah transportasi. Transportasi dan pergudangan adalah sumber kontraksi terdalam, yakni sebesar minus 0,54 persen," jelasnya dalam sesi teleconference, Rabu (5/5/2021).

Menurut lapangan usaha, sektor transportasi dan pergudangan selama kuartal I 2021 kemarin memang mengalami kontrkasi terbesar hingga negatif 13,12 persen.

"Transportasi dan Pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 13,12 persen dipengaruhi adanya pembatasan mobilitas yang berdampak pada penurunan trafik penumpang berbagai moda transportasi dan jumlah perjalanan moda transportasi," papar Suhariyanto.

Meski begitu, angka tersebut sedikit membaik dibanding triwulan sebelumnya, dimana pada kuartal IV 2020 pertumbuhan di sektor transportasi masih negatif 13,42 persen.

Secara moda transportasi, angkutan udara mengalami kontraksi terbesar hingga minus 52,45 persen. Angka tersebut juga mengalami perbaikan tipis dibanding kuartal IV 2020 yang negatif 53,81 persen.

"Per moda transportasi, yang alami kontraksi terdalam adalah angkutan udara, yakni minus 52,45 persen," ujar Suhariyanto.

Sementara transportasi angkutan darat dan laut juga masih tumbuh negatif, masing-masing sebesar minus 4,41 persen dan minus 4,21 persen. Namun demikian, angka tersebut justru memburuk di kuartal I 2021, dimana angkutan darat pada triwulan akhir 2020 tercatat minus 3,50 persen, dan angkutan laut minus 1,19 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Masih Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Minus 0,74 Persen di Kuartal I 2021

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2021 minus 0,74 persen. Hal tersebut diungkapkan Kepala BPS Suhariyanto dalam laporan pertumbuhan ekonomi hari ini.

"Pertumbuhan Ekonomi kita mengalami kontraksi 0,74 persen di triwulan I 2021," kata dia, Rabu (5/5/2021).

Secara kuartal to kuartal (qtq), Suhariyanto melanjutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih terkontraksi minus 0,96 persen.

Meski demikian, dia menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia telah jauh membaik dibanding kuartal-kuartal sebelumnya. Dimana secara yoy pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen, pada kuartal III minus 3,49 persen, dan minus 2,19 persen di kuartal IV.

"Kita memang masih mengalami kontraksi, tapi ini jelas telah menunjukan adanya perbaikan dibanding kuartal-kuartal sebelumnya," ujar Suhariyanto.

Sebelumnya, Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memprediksi angka pertumbuhan ekonomi Indonesia periode kuartal I-2021 masih terkontraksi di angka minus 0,6 persen.

“Kami memprediksi pertumbuhan PDB di Triwulan-I 2021 mencapai minus 0,6 persen dengan kisaran minus 0,8 persen sampai dengan minus 0,4 persen. Dengan estimasi pertumbuhan untuk keseluruhan tahun 2021 berkisar antara 4,4 persen hingga 4,8 persen,” kata Teuku Riefky dalam Pengantar  Laporan Seri Analisis Makroekonomi: Indonesia Economic Outlook Triwulan II-2021, yang diterima Liputan.com.

Laporan pertumbuhan ekonomi ini disampaikan dalam rangka menyongsong rilis PDB Indonesia kuartal I-2021 oleh BPS yang dijadwalkan pada siang ini pukul 11.00 WIB. Dalam laporan ini Teuku Riefky membagi proses pemulihan ekonomi Indonesia menjadi tiga tahap.

Tahap pertama adalah fase kontraksi dalam di perekonomian Indonesia yang terjadi selama semester 1 2020. Menurutnya, fase ini berfokus pada tingkat kedalaman kontraksi ekonomi.

“Membekunya aktivitas ekonomi menyebabkan penurunan tajam pada PDB, baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Indonesia mengalami fase ini pada semester pertama 2020, di mana implementasi PSBB melumpuhkan aktivitas ekonomi dan bisnis, utamanya aktivitas yang melibatkan interaksi tatap muka,” jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.