Sukses

Puluhan Ribu Ton Gula Diduga Ditimbun Perusahaan di Jatim, Pengamat: Cabut Izin Usahanya

Munculnya dugaan penimbunan bisa dipicu oleh permasalahan gap harga antara gula dalam negeri dengan gula impor.

Liputan6.com, Jakarta - Satuan Tugas (Satgas) Pangan Jawa Timur (Jatim) menemukan puluhan ribu ton stok gula kristal putih (GKP) dan gula rafinasi di gudang milik sebuah perusahaan di Lamongan.

Temuan ini merupakan hasil inspeksi mendadak (sidak) yang dilakukan Satgas Pengan Jatim menyusul munculnya isu kelangkaan gula di wilayah tersebut. Dari hasil sidak tersebut, ditemukan 15 ribu ton gula rafinasi dan 22 ribu ton gula kristal putih di gudang perusahaan pengolah gula ini.

Menanggapi hal ini, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan munculnya kasus tersebut bisa dipicu oleh permasalahan gap harga antara gula dalam negeri dengan gula impor.

Menurut dia, harga gula dari impor bisa setengah dari harga dalam negeri (HET Rp12.500 per kg). Dengan menghitung asumsi biaya transport dan pengiriman minimal importir gula bisa mendulang keuntungan sebesar Rp 2.000 per kg.

"Dengan impor gula yang mencapai 3 juta ton, maka keuntungannya bisa mencapai Rp 6 triliun. Makanya perusahaan-perusahaan tersebut enggan membeli tebu dari petani dan memproduksi gula dalam negeri, toh keuntungan dari impor sangat besar," kata dia Kamis (29/4/2021).

Hal lain, masalah harga gula yang dipatok lewat HET sebesar Rp 12.500 per kg ternyata bisa mencapai lebih dari Rp15.000 per kg. Semakin tinggi harga di domestik maka semakin tinggi pula keuntungan importir atau distributor gula ini.

"Jadi mereka sengaja menimbun saja untuk menaikkan harga. Semakin cuan juga mereka," kata Huda.

Oleh sebab itu, untuk memberikan efek jera kepada perusahaan yang melakukan aksi penimbunan, kata Huda, maka bisa ditarik ke ranah pidana serta dijatuhkan sanksi berupa pencabutan izin usaha dan denda. Terlebih, aksi penimbunan dilakukan saat kebutuhan gula meningkat di Ramadan dan jelang Lebaran.

"Kalau sanksi pidana mungkin disesuaikan dengan hukum yang berlaku. Tapi kalau dari sisi ekonomi pencari rente impor komoditas ini sudah selayaknya dicabut izin perusahaan dan didenda," tandas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penjelasan Lengkap Permenperin No. 3/2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 3 tahun 2021 tentang Jaminan Ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional memiliki tiga poin penting. Salah satunya adalah mengurangi potensi kebocoran. 

Direktur Jenderal (Dirjen) Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Abdul Rochim menjelaskan, peraturan ini merupakan kebijakan pengaturan produksi pada pabrik gula sebagai upaya untuk memenuhi gula untuk kebutuhan konsumsi dan gula untuk kebutuhan industri. Dalam hal ini, kebutuhan industri yang dimaksud adalah makanan, minuman dan farmasi.

"Ada 3 poin penting di dalam peraturan ini yang bisa dicermati. Pertama, terkait penertiban dalam produksi gula pada pabrik gula untuk mengurangi potensi kebocoran atau rembesan gula," Abdul, kepada Liputan6.com, Selasa (20/4/2021).

Berdasarkan Keppres 57 Tahun 2004 tentang Penetapan gula sebagai barang dalam pengawasan, di Indonesia, ada 2 jenis produk gula yang diproduksi dan diperdagangkan. Pertama Gula Kristal Rafinasi (GKR) untuk industri makanan, minuman dan farmasi. Kedua Gula Kristal Putih (GKP) untuk konsumsi. Penyatuan produksi kedua jenis gula tersebut belum bisa dilakukan.

Kedua, terkait fokus produksi. Dengan adanya peraturan ini, pabrik gula dapat berproduksi sesuai dengan bidang usahanya masing-masing. Pabrik gula rafinasi memproduksi GKR untuk melayani industri makanan, minuman dan farmasi.

Sedangkan pabrik gula berbasis tebu memproduksi GKP untuk memenuhi kebutuhan gula konsumsi sebagai upaya mencapai swasembada gula nasional. Pabrik gula rafinasi tidak boleh memproduksi GKP untuk konsumsi, begitu juga pabrik gula basis tebu tidak boleh memproduksi gula industri atau GKR.  

"Dengan adanya peraturan ini diharapkan akan ada perbaikan dari sisi pengembangan perkebunan tebu secara nasional sebagai bahan baku gula, yang akan berdampak pada peningkatan produksi gula nasional dan perbaikan pendapatan petani tebu," ujarnya.

Poin ketiga, Permenperin ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan gula konsumsi atau GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri atau GKR sebagai bahan baku atau bahan penolong industri makanan, minuman dan farmasi.

Dijelaskan, bahwa perhitungan kebutuhan gula konsumsi dan gula industri (Neraca Gula Nasional) setiap tahunnya dilakukan melalui rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, yang melibatkan seluruh K/L terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian BUMN, BPS, BMKG dan Bulog.

Berdasarkan perhitungan neraca gula nasional, diharapkan tidak ada kekurangan ketersediaan gula di dalam negeri, baik gula konsumsi maupun gula industri.

Untuk industri makanan, minuman dan farmasi, termasuk IKM mamin, pabrik gula rafinasi siap mensuplai GKR untuk industri dengan mekanisme yang berlaku (sesuai Permendag 1/2019 tentang peredaran GKR), b to b, dan untuk IKM yg tidak dapat langsung membeli ke PGR karena permintaannya dalam jumlah yang kecil dapat membentuk koperasi.

"Karena berdasarkan permendag 1/2019 perdagangan GKR tidak dapat melalui distributor, tapi dapat melalui Koperasi IKM, hal ini untuk mengurangi potensi kebocoran," katanya.

3 dari 3 halaman

Harga Kompetitif

Di samping itu, dengan penyaluran langsung ke industri dengan b to b, industri mamin dapat memperoleh harga gula yang kompetitif, sesuai dengan kualitas, spesifikasi dan harga yang disepakati, sehingga industri mamin dapat berproduksi dengan lebih efisien.

Dengan demikian, Kemenperin optimis dengan adanya peraturan ini akan lebih menjamin ketersediaan gula konsumsi/GKP untuk kebutuhan konsumsi masyarakat dan gula industri/GKR sebagai bahan baku/bahan penolong untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

"Peraturan ini juga diharapkan akan bermanfaat dan berdampak bagi peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan tebu dan produksi gula nasional menuju swasembada gula, peningkatan pendapatan petani tebu, serta mendorong pengembangan industri makanan dan minuman nasional," pungkasnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.