Sukses

Indonesia Target Kurangi Karbon Kotor hingga 198,27 Juta Ton di 2025

Pemerintah tengah menyiapkan peta jalan kontribusi yang ditentukan secara nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC).

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan pihaknya tengah menyiapkan peta jalan kontribusi yang ditentukan secara nasional atau Nationally Determined Contributions (NDC) untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.

Peta jalan tersebut dibuat dalam rangka mengupayakan terwujudnya pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan serta mewujudkan emisi nol bersih.

"Sampai saat ini, gugus tugas lintas kementerian kami sedang menyiapkan peta jalan NDC (Nationally Determined Contributions atau kontribusi yang ditentukan secara nasional ) untuk Presiden,” kata Luhut dalam Dialog Iklim Tingkat Tinggi Tri Hita Karana yang bertajuk Transisi Energi Bersih Indonesia dan Ambisi Iklim untuk Emisi Nol Bersih, Jakarta, Jumat (16/4).

Pada kesempatan tersebut, Luhut mengatakan Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau Greenhouse Gas (GHG) sebesar 29 persen dengan menggunakan sumber daya dalam negeri dan bantuan internasional. Setidaknya 41 persen program ini akan disokong dengan bantuan internasional berupa keuangan, transfer teknologi, dan peningkatan kapasitas dengan skenario bisnis seperti biasa pada tahun 2030.

Tahun 2025, Indonesia menargetkan mengurangi karbon kotor hingga 198,27 juta ton. Lalu naik menjadi 314 juta ton pada 2030.

“Kami berencana mengurangi 198,27 juta ton pada tahun 2025 dan hingga 314 juta ton pada tahun 2030,” ungkap Luhut.

Lebih lanjut dia menjelaskan sektor energi menyumbang 11 dari 29 persen dalam NDC di Indonesia. Sektor tersebut berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK sekitar 314 - 398 juta ton CO2 atau sekitar 38 persen pada tahun 2030. Hal ini dilakukan dengan pengembangan energi terbarukan, efisiensi energi, dan konservasi energi.

Saat ini pemerintah tengah merancang bauran energi nasional untuk dapat mencapai 23 persen dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT) pada tahun 2025 dan 31 persen pada tahun 2050. Strategi yang dilakukan meliputi penggunaan panas bumi, tenaga air, solar PV, bioenergi, dan angin.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Emisi Nol Bersih

Pemerintah akan melakukan segala upaya untuk mempercepat kemajuan, termasuk menjajaki kemungkinan mencapai Emisi Nol Bersih lebih awal dari yang direncanakan. Menurutnya, Bali, Danau Toba dan kawasan ekonomi khusus dapat menjadi percontohan upaya percepatan tersebut.

Mega proyek ini pun akan dipercepat pelaksanaannya. Sambil terus membuka peluang bagi para investor yang tertarik berinvestasi dalam program ini.

"Kami berkomitmen untuk mempercepat pengembangan proyek energi terbarukan di Indonesia dan membuka calon investor untuk berpartisipasi dalam proyek energi terbarukan di masa depan,” kata dia.

Dalam pertemuan tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh penting. Mulai dari Asisten Menteri Keuangan Amerika Serikat, Larry McDonald, Menteri ESDM Arifin Tasrif, Wakil Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar.

Lalu ada World Bank Managing Director, Mari Pangestu, Presiden Direktur PT SMI Edwin Syahruzad, Wakil Presiden Direktur PLN Darmawan Prasodjo, serta Pendiri dan Direktur Eksekutif IBEKA Tri Mumpuni.

Dari kalangan internasional, hadir Amory Lovins, Cofounder, Rocky Mountain Institute; Perwakilan dari US Task Force US Treasury, DFC, USAID, US Embassy; Roy Torbert, Principal, Africa, Islands, Southeast Asia Program, Rocky Mountain Institute; Fabby Tumiwa Executive Director, Institute for Essential Services Reform (IESR); Sir Gordon Duff, United in Diversity President Bali Campus, Oxford University Pro Vice Chancellor, John Thwaites, UN SDSN co Chair, Haje Schutte.

Kemudian, Head of Financing for Sustainable Development, OECD DCD; Donald Kanak, Chairman, Prudential Insurance Growth Market; Katherine Stodulka, Director Program Global Blended Finance Taskforce / SYSTEMIQ; Professor Edward Crawley, Massachusetts Institute of Technology; dan Naoko Ishii, Vice President Tokyo University.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.