Sukses

Inflasi Maret 2021 Sebesar 0,08 Persen Gara-Gara Harga Cabai Melejit

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di Maret 2021 sebesar 0,08 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi di Maret 2021 sebesar 0,08 persen. Inflasi tahun kalender 2021 Maret terhadap Desember 2018 sebesar 0,44 persen. Inflasi tahun ke tahun sebesar 1,37 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, inflasi pada bulan lalu disumbang oleh cabai rawit. Komoditas ini memang sempat menjadi keluhan masyarakat karena harganya melambung tinggi.

"Inflasi pada Maret sebesar 0,08 persen disumbang oleh kenaikan harga cabai rawit," ujar Setianto dalam konferensi pers online, Jakarta, Kamis (1/4).

Dari 90 kota IHK yang disurvei BPS, 58 kota mengalami inflasi sementara 32 kota lainnya mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Jayapura sementara terendah terjadi di Tangerang dan Banjarmasin.

"Selanjutnya deflasi tertinggi terjadi di Baubau. Sementara itu, deflasi terendah terjadi di Palopo," jelas Setianto.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

BPS: Inflasi Februari 2021 di Angka 0,10 Persen

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi pada Februari 2021 di angka 0,10 persen. Inflasi ini naik dari Januari 2021 yang di angka 0,26 persen.

Dengan angka ini, maka tingkat inflasi tahun kalender dari Januari sampai Februari 2021 adalah sebesar 0,36 persen. Sementara infalasi tahunan sebesar 1,38 persen.

"Perkembangan harga berbagai komoditas Februari 2021 secara umum ada kenaikan tapi kenaikannya tipis sekali," kata Kepala BPS, Suhariyanto, dalam rilis BPS, di Kantornya, Jakarta, Senin (1/3/2021).

Dari 90 kota inflasi yang diapantau oleh BPS, 56 kota terjadi inflasi. Sementara 34 kotanya mengalami deflasi. Adapun inflasi tertinggi pada Februari 2021 ini terjadi di Mamuju sebesar 1,12 persen. Sedangkan inflasi terendah terjadi di Tasikmalaya dan Sumenap sebesar 0,02 persen

"Bulan Januari lalu inflasi tertingginya juga di Mamaju karena kita tahu saudara kita di Mamuju sedang hadapi musibah bencana gempa bumi," kata dia

Meski begitu, inflasi pada Februari di kota Mamuju dianggap cenderung menurun dibandingkan posisi pada Januari 2021. Pada bulan lalu inflasi terjadi di Mamuju karena adanya peningkatan harga untuk beberapa komiditas ikan yang banyak dikonsumsi masyaraat setempat dan kenaikan tarif angkutan udara.

Sementara, deflasi tertinggi terjadi di Gunungsitoli sebesar minus 1,55 persen. Ini disebabkan karena adanya penurunan beberapa komoditas seperti cabai merah, ikan, cabai rawit dan daging ayam ras. Sedangkan deflasi terendah terjadi di Kota Malang dan Tarakan sebesar minus 0,01 persen.

"Jadi ini mengindikasikan bahwa sampai dengan akhir Februari 2021 dampak pandemi masih terus bayangi perekonomian tidak hanya di Indonesia tapi di banyak negara, ini semua harus kita waspadai," jelasnya. 

3 dari 3 halaman

Pandemi Covid-19 Bikin Angka Inflasi Sentuh Level Terendah Sepanjang Sejarah

Angka inflasi terus melandai selama pandemi Covid-19. Bahkan beberapa bulan sempat mencetak deflasi. Berdasarkan data dari situs Bank Indonesia inflasi pada Februari 2021 sebesar 1,38 persen, lebih rendah dibandingkan Februari 2020 sebesar 2,98 persen.

"Kondisi Indonesia inflasi umum menurun ke level terendah dalam sejarah," kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede dalam diskusi media bertajuk Sinergi Memperkuat Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Dia menilai penyebab inflasi yang terjaga rendah ini salah satunya permintaan kredit yang rendah. Sedangkan jumlah dana pihak ketiga (DPK) atau tabungan masyarakat terus meningkat.

"Inflasi masih rendah ada kaitannya dengan permintaan kredit rendah karena saving rate itu meningkat," ujarnya

Hal ini menunjukkan persepsi masyarakat mengantisipasi pandemi masih akan berlangsung dalam jangka waktu menengah dan panjang. CAD negara berkembang juga menurun karena kebanyakan bahan baku produksi dalam negeri berasal dari impor

"CAD negara berkembang juga menurun karena kebanyakan impor bahan baku. Jadi konsumsi lemah current account menurun," kata dia.

Meski begitu, Josua mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara berkembang dna negara maju. Kontraksi perekonomian nasional tahun 2020 jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain.

"Pertumbuhan ekonomi kita dibanding negara berkembang dan maju kita ini meskipun kontraksi, (itu) cukup baik," katanya.

Disiplin fiskal pun terjaga aman. Ini merupakan peran besar keputusan bersama antara Bank Indonesia sebagai standby buyer pembelian obligasi pasar sekunder dan primer untuk dorong pemulihan ekonomi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.