Sukses

Pembangunan Smelter Freeport Berpotensi Rugikan Negara?

Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PTFI) berpotensi merugikan negara.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID), Orias Petrus Moedak mengatakan, bahwa pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PTFI) akan merugikan negara.

Pernyataan ini merespon pernyataan Anggota Komisi VII DPR RI Adian Napitupulu atas keuntungan membangun smelter bagi MIND ID.

"Apakah ini akan rugi? Dari kita ya jelas rugi, tapi kan wajib bangun, ya kita bangun. Jadi, posisi dari kami karena memang diwajibkan membangun ya kami akan bangun. Tapi memang bahwa ini menyebabkan kerugian, ya rugi," tegasnya dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/3).

Kendati demikian, dia menyebut, kerugian negara tersebut bisa dihindari dengan keberadaan industri hilirnya. Menyusul, bahan mentah yang dihasilkan di smelter akan diolah lagi di sektor hilir sehingga meningkatkan nilai tambah.

"Jadi, kalau secara negara itu menguntungkan kalau (industri) hilirnya jalan," tekannya.

Oleh karena itu, dia mendorong pembangunan yang berlangsung saat ini tidak hanya berhenti di smelter saja. Melainkan harus ada upaya bersama untuk juga membangun dari sisi hilirnya.

"Karena, kalau hilirnya tidak jalan sangat disayangkan kita bangun, karena ada hasilnya (smelter) toh diekspor juga, ya kan. Itu kenapa (kembali) kita yang menyubsidi buyer, bahasa terangnya begitu. Jadi, kalau mau seluruh sampai hilir ya kita untung, karena hasil dari smelter itu industrinya jalan juga," ucap dia menekankan.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Buka Opsi Freeport Bangun Smelter di Papua, Ini Syaratnya

Pemerintah membuka opsi untuk melakukan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua. Namun, dengan prasyarat utama adanya kemampuan kapasitas produksi yang juga besar mencapai 3 juta ton.

"Mengenai kemungkinan bangun smelter di Freeport ini tergantung dari kapasitas berproduksi. Jadi, kalau kita berproduksi lebih dari 3 juta ton itu memang opsi ada smelter baru di Freeport itu bisa di buka," ujar Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID), Orias Petrus Moedak dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/3).

Dia mengungkapkan, dengan diberlakukannya prasyarat itu bertujuan untuk menarik perhatian investor. Menyusul tingginya kapasitas produksi smelter di Papua.

"Dan ini bisa difasilitasi oleh Kepala BKPM. (Tetapi) tergantung dari nanti besarnya produksi di Freeport. Itu sangat bisa dilakukan," tambahnya.

Kendati demikian, dia mengakui, jika rencana untuk membangun smelter di Papua tidak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Mengingat perlu adanya berbagai persiapan matang agar kegiatan pembangunan berjalan lancar.

"Dan untuk persiapan itu, membutuhkan waktu dan investor yang berminat supaya kita bisa (bekerja sama) dengan investor itu.Tetapi, opsi (pembangunan smelter di Papua) itu terbuka," jelas dia. 

3 dari 3 halaman

Pembangunan Smelter Freeport Molor, Ini Penjelasan Menteri ESDM

Menteri ESDM Arifin Tasrif mendapat kritikan dari anggota DPR Komisi VII soal pembangunan smelter PT Freeport Indonesia yang molor.

Tercatat, progress pembangunan smelter ini baru mencapai 6 persen. Beberapa anggota DPR mengatakan pembangunan smelter ini tidak ada hasilnya dan berpotensi memakan waktu lebih lama jika tidak diselesaikan.

Menanggapi kritikan itu, Arifin mengatakan penyebab mandeknya pembangunan smelter tersebut dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.

"Di tahun 2020 karena terdampak pandemi, Freeport meminta penundaan setahun pembangunan smelter, karena pandemi jadi tidak bisa melakukan kegiatan konstruksi," ujar Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (22/3/2021).

Menurut Arifin, berdasarkan aturan, keterlambatan pembangunan smelter ini akan mendapatkan penalti. Nantinya penalti yang diberikan sebesar 20 persen dari pendapatan tahun berjalan.

Kata Arifin, jika tidak diberikan izin ekspor maka akan berdampak pada penurunan penerimaan negara.

"Kalau nggak diberikan izin ekspor, akan berdampak pada penerimaan negara dan juga dampak sosial ke para karyawan Freeport. Oleh karena itu, kita berikan izin dengan tetap ada denda karena keterlambatan," ujarnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.