Sukses

CEO Starbucks Minta Gaji Lebih Besar, Langsung Ditolak Pemegang Saham

Para pemegang saham Starbucks menolak proposal pembayaran CEO perusahaan dalam sebuah langkah yang langka dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta Para pemegang saham Starbucks menolak proposal pembayaran CEO perusahaan. Ini disebut merupakan langkah langka yang pernah dilakukan.

Penolakan dinilai mengindikasikan jika para pemegang saham berpikir kepala eksekutif tersebut digaji terlalu banyak (overpaid).

Berita itu pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal setelah pertemuan pemegang saham tahunan Starbucks.

Starbucks kemudian mengonfirmasi hasil pemungutan suara tersebut kepada CNN Business sebagaimana dilansir Jumat (19/03/2021).

CEO Starbucks, Kevin Johnson, memperoleh bonus sebesar USD 1,86 juta pada tahun fiskal 2020. Ini merupakan tambahan dari penghargaan retensi yang lebih besar, yang dirancang untuk menjaga posisi Johnson hingga tahun fiskal 2022, menurut pernyataan Starbucks.

"Dewan dengan suara bulat mendukung penghargaan retensi berbasis kinerja yang diberikan kepada eksekutif kami pada akhir 2019," kata anggota dewan Starbucks dan CEO Ulta Beauty Mary Dillon dalam sebuah pernyataan menanggapi pemungutan suara tersebut.

Perusahaan mencari persetujuan yang tidak mengikat atas kompensasi eksekutif dari pemegang saham melalui apa yang disebut proposal "say-on-pay" yang diuraikan dalam pernyataan proksi setiap tahun. Karena proposal tersebut tidak mengikat, perusahaan tidak perlu melakukan perubahan apapun berdasarkan hasil pemungutan suara. 

Tetapi, perusahaan secara hukum diharuskan mengizinkan investor untuk memberikan suara atas kompensasi.

Secara umum, "sangat jarang proposal 'say-on-pay' tidak disetujui," kata Kai Liekefett, seorang mitra di firma hukum Sidley Austin yang mengkhususkan diri dalam pembayaran eksekutif dan tata kelola perusahaan.

Liekefett menilai ini menandakan investor berpikir eksekutif telah dibayar secara berlebihan, hal itu mungkin didasari dari adanya keresahan yang berasal dari pemegang saham.

"Para pemegang saham biasanya tidak keberatan para eksekutif menghasilkan banyak uang, selama kinerjanya luar biasa," jelas Liekefett.

Kali ini, pemegang saham kemungkinan besar terpengaruh oleh panduan dari Institutional Shareholder Services dan Glass Lewis, dua firma penasihat proksi berpengaruh yang memberikan panduan tentang bagaimana investor harus memberikan suara pada proposal untuk memastikan keuntungan terbaik dan seringkali secara efektif menentukan bagaimana investor memilih.

Saksikan Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Rekomendasi untuk kontra

ISS merekomendasikan agar para pemegang saham memberikan suara menentang proposal tersebut, dengan alasan bahwa yang membenarkan nilai paket kompensasi Johnson adalah "tidak cukup mengingat target yang sangat besar dan peluang maksimum berada di bawah penghargaan tersebut," dan mengingat bahwa Johnson memperoleh penghargaan kinerja khusus tahun sebelumnya. 

Glass Lewis, juga merekomendasikan pemungutan suara pemegang saham terhadap proposal tersebut, dengan mengatakan bahwa Starbucks "membayar [CEO-nya] lebih banyak daripada rekan-rekannya, tetapi berkinerja lebih buruk."

ISS telah merekomendasikan suara pemegang saham terhadap paket kompensasi untuk sekitar 12 persen perusahaan setiap tahun selama satu dekade terakhir.  Hal ini, menurut analisis yang diterbitkan Compensation Advisory Partners, sebuah perusahaan konsultan yang khusus bergerak dalam kompensasi eksekutif dan direktur. 

Laporan tersebut menemukan bahwa dalam sekitar 96 persen kasus yang terjadi, sebagian besar  ketika pemegang saham memberikan suara menentang proposal pembayaran eksekutif, ISS telah menyarankan untuk memberikan suara dengan cara itu. 

Menanggapi arahan tersebut, Starbucks mengatakan bahwa "kami dengan hormat tidak setuju," dengan rekomendasi tersebut.

Starbucks mengatakan bahwa penghargaan tersebut mencerminkan nilai yang telah dibawa Johnson ke perusahaan dan dirancang untuk membuatnya tetap dalam peran tersebut setidaknya hingga tahun fiskal 2022, sementara perusahaan menjalankan agenda pertumbuhannya yang cepat. 

Perusahaan baru-baru ini telah kehilangan dua pejabat tinggi: mantan COO Rosalind Brewer, yang baru saja mengambil alih Walgreens, dan Patrick Grismer yang baru-baru ini mengundurkan diri sebagai kepala keuangan.

Para pemegang saham akhirnya memutuskan untuk mengikuti rekomendasi yang dikeluarkan oleh penasihat dan menolak paket kompensasi yang diusulkan Johnson.

"Meskipun Starbucks tidak diharuskan mengubah apapun, namun perusahaan jaringan kedai kopi global tersebut harus mempertimbangkan sentimen pemegang saham dalam mempertimbangkan bagaimana menyusun pembayaran posisi eksekutif kedepannya," kata Liekefett. 

Investor mungkin merasa "terasingkan jika dewan tampaknya tidak responsif terhadap kritik," tambah Liekefett.

Hal itu pada akhirnya dapat mengarah pada pemungutan suara penasehat terhadap nominasi direktur, atau mengundang aktivis pemegang saham untuk menarik kembali saham di perusahaan.

"Starbucks bermaksud untuk lebih memahami apa yang terjadi," kata Dillon. "Dewan dan tim manajemen kami akan terus terlibat dengan investor di bulan-bulan mendatang untuk memahami perspektif mereka sebagai bagian dari evaluasi berkelanjutan kami atas program kompensasi eksekutif kami," pungkasnya.

 

Reporter: Priscilla Dewi Kirana

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.