Sukses

Lidya Angelina Rinaldi, Pendiri La Dame in Vanilla yang Ajak Petani Kembali Tanam Vanila

Lidya Angelina Rinaldi yang merupakan founder La Dame In Vanilla, mengajak para petani untuk kembali menanam vanila.

Liputan6.com, Jakarta - La Dame in Vanilla merupakan salah satu UMKM yang memproduksi dan pelopor ekstrak vanila halal untuk dapat berbagi kecintaan vanila asli kepada masyarakat Indonesia dan dunia.

Lidya Angelina Rinaldi yang merupakan founder La Dame In Vanilla, mengajak para petani untuk kembali menanam vanila yang merupakan produk yang sangat disukai di seluruh dunia.  

“Vanila kami bersumber secara lokal, dipilih dengan cermat oleh petani setempat dan dibuat dengan bangga di Indonesia, yang merupakan salah satu penghasil terbesar vanila dunia,” kata Lidya saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (12/3/2021).

Lebih lanjut Lidya bercerita, awal memulai bisnis ekstrak vanila ini bermula ketika dirinya ingin membuat kukis dari tayangan Asian Food Channel pada tahun 2015. Namun ia kesulitan untuk mencari bahan baku ekstrak vanila halal di Bali saat itu.

“Terus saya ke toko bahan impor itu ada tapi problemnya alcoholic base dan impor yang mana harganya mahal banget, dan saya sebagai pekerja merasa sayang uangnya digunakan untuk beli apalagi ada alcoholic jadi tidak bisa pakai,” ujarnya.

Tidak habis akal, akhirnya Lidya menemukan biji vanila di salah satu supermarket dan membuat sendiri ekstrak vanila versinya. Tujuannya agar vanila tersebut bisa dinikmati oleh keluarga dan teman-temannya, karena vanila yang dibuat Lidya 100 persen halal tidak mengandung alkohol.

Namun saat itu tak terlintas dalam dirinya untuk menjual ekstrak vanila ke masyarakat umum. Dengan adanya dukungan dari keluarga dan teman-temannya, akhirnya Lidya memutuskan untuk menjual ekstrak vanila tersebut.

“Banyak yang merekomendasikan untuk coba dijualin, dan saya jual. Sayangnya 3 bulan pertama tidak ada yang beli, karena tidak ada yang tahu vanila yang asli. Di Indonesia masyarakatnya hanya tahu artificial vanila yang bubuk putih. Padahal vanila asli itu warnanya hitam,” jelas Lidya.

Setelah 3 bulan, akhirnya ada pembeli asal Jerman yang membeli produk vanila buatan Lidya. Di satu sisi Lidya merasa aneh lantaran sangat susah masuk ke pasar Indonesia. Hal itu dikarenakan pengetahuan masyarakat Indonesia soal vanila masih kurang.

“Saya berpikir aneh banget ya. Maksudnya susah banget approach to Indonesian market, bahkan begitupun ada yang beli mereka complain, complain-nya adalah mereka bilang vanila ini buat kuenya jadi kotor dan segala macam dan buat saya down,” ungkapnya.

Kendati begitu, Lidya tetap percaya diri. Meskipun responsnya cukup buruk, tapi Lidya menilai itu merupakan suatu tantangan dan peluang untuk terus melanjutkan usaha vanila. Selanjutnya Lidya mengedukasi kepada para konsumen dan akhirnya sudah banyak yang membeli produk esktrak vanila.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tahun 2015 Ajak Petani Tanam Kembali Vanilla

“Tiba-tiba vanila di pasaran itu kosong, dan itu buat stres saya sampai telepon ke Dinas Pertanian di Bali ternyata sudah tidak ada yang menanam vanila. Saya bilang masih dapat vanila di supermarket, dan jawabannya adalah itu merupakan sisa-sisa panen terdahulu. Semenjak di atas 2010 awal sudah tidak ada lagi yang menanam vanila,” katanya.

Tentunya Lidya yang gemar memasak roti merasa sedih, karena bahan baku vanila kosong di pasaran. Padahal berdasarkan informasi yang dibacanya, Indonesia merupakan salah satu penghasil vanila terbesar di dunia.

“Kita bahkan support ekspor banyak, terakhir saya baca sebesar 23 persen. Tetapi tiba-tiba hilang begitu saja, dan itu merupakan masalah, jadi saya coba ke petani di Bali untuk menanam lagi, tapi mereka tidak tertarik, karena harga kopi dan coklat lebih menarik dan cepat terjual, kalau vanila susah banget,” jelasnya.

Lidya akhirnya ke daerah Jawa Timur. Itu karena berdasarkan hasil penelitian, Jawa Timur merupakan daerah yang pernah menanam vanila.

Ia datang dan ternyata petani di sana sudah tidak menanam vanila, akar masalahnya terletak di tengkulak yang selalu membeli dengan harga rendah.

Di Jawa Timur Lidya bertemu dengan salah satu petani yang pernah menanam vanila dan mencoba mengajak petani tersebut untuk menanam kembali vanila. Lidya mengaku pendekatan yang dilakukannya ke para petani tidaklah mudah.

“Mereka (Petani) cukup underestimate, pertama adalah aku orang lokal, yang biasa datang ke mereka itu bule atau tengkulak sekalian. Jadi cukup sulit namanya juga approach ke petani PDKT nya tidak seperti kita mau PDKT dengan klien atau investor, pendekatannya sangat berbeda, hampir setahun hingga akhirnya petani itu loyal sama kita,” ungkap Lidya.

Seiring berjalannya waktu, komoditas vanila lahir kembali. Lidya menyebut La Dame In Vanilla menjadi salah satu pelopor lahirnya komoditas vanila di pasaran, lantaran saat itu komoditas vanila sudah sulit ditemukan.

“Bahkan sekarang kalau di cek sudah banyak yang menanam vanila, karena tergiur harganya yang tinggi. Which is actually di poin yang berbeda itu juga menjadi masalah, karena petani di Indonesia kecenderungannya ikut-ikutan,” ujar Lidya.

Misalnya, sebelumnya petani menanam coklat atau kopi, kemudian ketika mendengar harga vanila tinggi para petani itu berbondong-bondong pindah komoditi vanila. Hal itu mengakibatkan vanila akhirnya kelebihan pasokan.

“Sekarang ini sudah over supply. Sedangkan orang saat mencari kopi dan coklat harganya tiba-tiba jadi tinggi lagi, karena yang menanam sedikit tapi permintaannya banyak, itu problem di pertanian kita sebaiknya bisa lebih fokus pada apa yang dilakukan saat ini,” ungkapnya.

Demikian, alasan ia memilih usaha ekstrak vanila ini berasal dari keprihatinan terhadap komoditas vanila yang sudah mulai punah. Padahal potensi alam Indonesia sangat menjanjikan, khususnya vanila bisa menjadi salah satu komoditas yang membanggakan Indonesia.

“Sayang banget kalau tiba-tiba hilang karena harga, padahal soal harga itu bisa kita manage. Akhirnya dari satu mitra petani kita juga sudah mulai banyak bermitra dengan beberapa petani di beberapa titik di Indonesia, kayak di Sumatera di Lampung, di Sulawesi, dan lainnya,” katanya.

Biasanya, Lidya membeli bahan baku vanilla dari petani dengan harga di atas rata-rata orang beli. Tujuannya untuk mensejahterakan petani vanilla, agar mereka semakin bersemangat menanam vanilla.

“Yang jelas di La Dame In Vanilla sendiri kita concern ke menjaga loyalitas farmer partners kita range pasti pembeliannya diatas harga rata-rata,” pungkasnya.

 

 

3 dari 3 halaman

Esens Vanila

Lidya menambahkan sebagai informasi, sebanyak 97 persen industri makanan menggunakan esens vanila, pengganti buatan murah yang diberi vanillin dari lignin, yaitu produk sampingan bubur kertas atau sisa arang.

Jadi sebagian besar milkshake vanilla dan kue keju yang disukai, bahkan tidak pernah mendekati vanilla asli! Kenyataannya, senyawa kimia buatan tersebut membuat kita sebagai konsumen kehilangan manfaat yang terkandung dalam vanila asli.

Dimana terdapat 250 senyawa rasa yang terbukti sebagai anti inflamasi dan dapat meningkatkan kinerja otak.

Vanila merupakan sesuatu yang penting namun tak terlihat, yakni sebagai penyeimbang dan pengikat rasa pada makanan dan minuman. Vanila biasa menjadi bahan utama, misalnya dalam pembuatan es krim, custard atau crème brûlée. Namun tak hanya itu, vanila juga dapat meningkatkan rasa pada coklat, kopi, kacang, dan bahkan buah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.