Sukses

OJK dan Industri Jasa Keuangan Serahkan Bantuan Penanganan Covid-19 dan Bencana Alam

OJK bekerjasama dengan Industri Jasa Keuangan menggalang dana kemanusiaan untuk membantu penanganan Covid-19 dan bencana alam yang terjadi di beberapa daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerjasama dengan Industri Jasa Keuangan (IJK) sejak awal tahun ini kembali menggalang dana kemanusiaan dalam program OJK dan IJK Peduli Bencana untuk membantu penanganan Covid-19 dan bencana alam yang terjadi di beberapa daerah.

Hingga 1 Maret 2021, telah terkumpul dana sebesar Rp4,29 miliar yang dihimpun dari Anggota Dewan Komisioner OJK, 169 Industri Jasa Keuangan (Perbankan, Pasar Modal dan IKNB) serta asosiasi di sektor jasa keuangan dan juga bantuan dari Pegawai OJK.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menyerahkan bantuan tersebut disaksikan oleh perwakilan industri jasa keuangan yang berada di Yogyakarta.

Sementara untuk bantuan kepada korban gempa di Mamuju diserahkan kepada Gubernur Sulawesi Barat Andi Ali Baal Masdar secara virtual.

“Dengan upaya ini diharapkan bisa meringankan beban masyarakat yang terdampak bencana di berbagai daerah. Mudah-mudahan dengan sinergi ini bisa memperkuat upaya kita membangun negeri ini,” kata Wimboh.

Penyaluran bantuan tahap pertama yang diserahkan senilai Rp2,175 miliar terdiri dari donasi untuk korban gempa di Mamuju Sulawesi Barat Rp1,75 miliar, pembangunan shelter Covid di Bantul Yogyakarta Rp150 juta, bantuan banjir di Semarang Rp100 juta, longsor di Sumedang Rp100 juta dan perbaikan tanggul sungai Citarum Rp75 juta.

Penyerahan bantuan donasi untuk bencana Longsor di Sumedang dan tanggul Sungai Citarum akan dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2021 di Bandung, bekerja sama dengan Jabar Bergerak.

Program OJK dan IJK Peduli Bencana akan terus dibuka dan dikoordinir oleh OJK untuk mengumpulkan donasi guna membantu penanganan dampak bencana alam serta penanganan pandemi Covid-19 di Tanah Air.

Pada tahun 2020, program kemanusiaan OJK dan IJK ini juga sudah memberikan bantuan untuk gempa di NTB dan Palu.Pada Mei 2020 Ikatan Pegawai OJK (IPOJK) juga sudah memberikan bantuan senilai Rp 15 miliar kepada Palang Merah Indonesia (PMI) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang bersumber dari pemotongan gaji bulanan pegawai OJK serta pemotongan Tunjangan Hari Raya (THR).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pandemi Belum Usai, OJK Minta Perbankan Lebih Gesit Berinovasi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta pengusaha bank dan sektor perbankan agar tidak hanya diam sembari menunggu kapan pandemi Covid-19 berakhir, dan terus bergerak untuk menjemput era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity).

Kepala Eksekutif Pengawasan Perbankan OJK, Heru Kristiyana, coba melihat dinamika dari kondisi saat ini, utamanya akibat pandemi Covid-19, bahwa semua sektor kini bergerak dengan sangat cepat.

"Sudah terjadi juga safety behaviour dari nasabah kita yang biasanya menggunakan transaksi offline jadi online. Ini jadi hal yang sangat penting untuk dicermati para bankir," kata Heru dalam sesi webinar bersama Infobank, Kamis (4/3/2021).

Menurut dia, bankir tentunya tidak bisa membiarkan sektor usahanya mengalir begitu saja mengikuti perkembangan zaman. Khususnya dalam menyikapi golongan milenial, yang saat ini lebih mengutamakan transaksi online ketimbang offline.

"Milenial kita kan kita tahu sudah tidak mau lagi melakukan transaksi secara offline, dimana mereka datang ke ATM atau kantor bank sekadar hanya untuk melakukan transaksi atau ambil uang. Mereka tentunya takut kalau berkerumun, nanti tertular covid," ujarnya.

"Situasi seperti itu ditambah lagi dengan pandemi Covid seperti ini yang intensitasnya juga naik tajam, meski sekarang ada penurunan, itu tentunya menimbulkan volatility dan uncertainty. Saya meyakini bahwa semua harus kita respon," imbuh Heru.

Heru lantas mendorong para bankir dan pemilik bank untuk mau berubah dan bisa memutuskan secara tepat harus investasikan ongkos operasional perbankan ke bagian mana.

"Karena dengan menghadapi situasi seperti itu, shifting behaviour nasabah, itu pasti harus ada investasi ke teknologi. Ada investasi ke SDM yang sangat mengerti behaviour tadi itu, dan tentunya talent-talent yang berkualitas," tuturnya.

3 dari 3 halaman

Pengembangan Produk

Para pemilik bank juga disebutnya harus mulai memikirkan pengembangan produk dan layanan. Heru mewanti-wanti bank, jika mereka tak mau berubah ke layanan digital guna menghadapi berbagai ketidakpastian dan volatilitas, tentunya nasabah akan lari.

Namun, bank juga diminta untuk tetap memperhatikan populasi nasabahnya. Dengan begitu, bankir bisa memutuskan apakah mereka akan fokus berubah kulitnya di bank digital murni, atau dapat melayani milenial beserta senior milenial secara bersamaan.

"Saya pinjam istilah itu dari Dirut BCA, pak Jahja (Setiaatmadja). Di BCA itu ada bagian dari nasabah yang tetap ingin, walaupun sudah ke digital tapi ingin transaksi layanan lama tetap ada dengan baik," ucap Heru.

Selain itu, pengelola bank juga diminta untuk tidak berpaling dari perusahaan financial technology (fintech), dan menganggap mereka lebih sebagai teman bukan musuh.

"Ini memang kita lihat volatility, uncertainty, complexity dan ambiguity ini memerlukan suatu perubahan cara kita mengelola bank. Itu sudah pasti sangat pasti," pungkas Heru. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.