Sukses

Fakta Aturan Terbaru Soal Upah di UU Cipta Kerja, dari Pesangon hingga Pekerja Kontrak

Sebelum ditetapkan, UU Cipta Kerja telah menuai pro kontra di kalangan masyarakat, terutama mengenai aturan upah atau gaji.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah telah menerbitkan puluhan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja. Salah satunya adalah PP Nomor 36/2021 tentang pengupahan. Dalam aturan tersebut dijelaskan terkait pemberian upah berdasarkan satuan waktu, dan satuan hasil.

Memang sebelum ditetapkan, UU Cipta Kerja tentang pengaturan pengupahan ini telah menuai pro kontra di kalangan masyarakat. Sebagian ada yang setuju dan sebagian lagi ada yang tidak terima dengan aturan tersebut.

Adapun UU Cipta Kerja yang ditetapkan terdiri dari 45 Peraturan Pemerintah dan 4 Peraturan Presiden. "Upah berdasarkan satuan waktu sebagaimana dimaksud ditetapkan secara per jam, harian dan bulanan," tulis pasal 15.

Untuk mengetahui lebih lanjut, Liputan6.com telah merangkum fakta-fakta terkait pengaturan upah di UU Cipta Kerja, Selasa (23/2/2021).

1. Pemerintah Tetapkan Upah Dihitung per Jam

Dalam aturan anyar ini, pemerintah menetapkan upah berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil. Sebagaimana dimaksud berdasarkan waktu yakni ini upah dibayar secara per jam. Hal ini melengkapi dari aturan sebelumnya di mana upah hanya terdiri dari harian dan bulanan.

Di dalam pasal 16 ayat 1 dijelaskan, penetapan upah per jam hanya dapat diperuntukkan bagi pekerja atau buruh waktu yang bekerja secara paruh waktu. Upah per jam dibayarkan harus berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja atau buruh.

"Kesepakatan sebagaimana dimaksud tidak boleh lebih rendah dari hasil perhitungan formula upah per jam," bunyi pasal 16 ayat 3 seperti dikutip merdeka.com, Senin (22/2/2021).

2. Cara Penghitungan Upah per Jam

Berdasarkan formula perhitungannya, maka upah per jam sama dengan upah sebulan dibagi 126. Misalnya saja, Jika seorang buruh paruh waktu memiliki penghasilan mengikuti upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta sebesar Rp4.400.000, maka perhitungan upah per jamnya adalah Rp4.400.000 : 126 = Rp34.940 per jam.

Angka penyebut dalam formula perhitungan upah per jam dapat dilakukan peninjauan apabila terjadi perubahan median jam kerja pekerja atau buruh paruh waktu secara signifikan.

Peninjauan sebagaimana dimaksud dilakukan dan ditetapkan hasilnya oleh menteri dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilaksanakan oleh dewan pengupahan nasional.

Sementara untuk upah harian dihitung bagi perusahaan dengan sistem waktu bekerja 6 hari dalam seminggu, upah sebulan dibagi 25. Atau bagi perusahaan dengan sistem waktu kerja 5 hari dalam seminggu, maka upah sebulan dibagi 21.

Upah berdasarkan satuan hasil ditetapkan sesuai dengan pekerjaan yang telah disepakati. Penetapan besaran upah dilakukan oleh pengusaha berdasarkan hasil kesepakatan antara pekerja atau buruh dengan pengusaha.

Kemudian untuk penetapan upah sebulan merupakan bagian dari pemenuhan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, ditetapkan berdasarkan upah rata-rata 12 bulan terakhir yang diterima oleh pekerja atau buruh.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

3. Pengusaha Wajib Beri Uang Pesangon Pekerja Kontrak

Salah satu aturan pelaksana UU Cipta Kerja yang telah diterbitkan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Dalam peraturan ini diantaranya yang diatur adalah pemberian uang kompensasi.

Berdasarkan Pasal 15, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja atau buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT).

Mengutip penjelasan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), PKWT bisa disebut sebagai pekerjaan kontrak. Pemberian uang kompensasi dilaksanakan pada saat berakhirnya PKWT.

"Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus," demikian bunyi Pasal 15 dalam salinan PP tersebut, seperti dikutip Liputan6.com pada Senin (22/2/2021).

Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT sebelum perpanjangan. Mengenai jangka waktu perpanjangan PKWT, uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu PKWT berakhir atau selesai.

Namun, pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja dalam Hubungan Kerja berdasarkan PKWT. 

3 dari 6 halaman

4. Penghitungan Uang Kompensasi PKWT

Besaran uang kompensasi diberikan sesuai dengan sejumlah ketentuan. PKWT selama 12 bulan secara terus menerus diberikan sebesar satu bulan upah.

Kemudian PKWT selama satu bulan atau lebih, tapi kurang dari 12 bulan maka dihitung secara proporsional dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan satu bulan upah. Sementara PKWT selama lebih dari 12 bulan dengan perhitungan masa kerja dibagi 12 dikalikan satu bulan upah.

Upah sebagai dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap. Jika upah di perusahaan tidak menggunakankedua komponen tersebut, maka dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi yaitu upah tanpa tunjangan.

Dalam hal upah di perusahaan terdiri atas upah pokok dan tunjangan tidak tetap, maka dasar perhitungan uang kompensasi yaitu upah pokok.

Besaran uang kompensasi untuk pekerja pada usaha mikro dan usaha kecil diberikan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja.

"Dalam hal salah satu pihak mengakhiri Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, Pengusaha wajib memberikan uang kompensasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) yang besarannya dihitung berdasarkan jangka waktu PKWT yang telah dilaksanakan oleh Pekerja/Buruh," demikian bunyi Pasal 17 di dalam PP.

 

4 dari 6 halaman

5. Korban PHK tak Semua dapatkan Pesangon Penuh

Salah satu yang ditetapkan dalam peraturan ini adalah tidak semua korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendapatkan pesangon penuh.

Ketentuan perhitungan pesangon ini didasarkan sejumlah alasan pengusaha melakukan PHK.

Mengutip Pasal 40 ayat 2, ketentuan uang pesangon pada dasarnya sebagai berikut:

a. Masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah

b. Masa kerja 1 tahun atau lebih tapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah

c. Masa kerja 2 tahun atau lebih tapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah

d. Masa kerja 3 tahun atau lebih tapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah

e. Masa kerja 4 tahun atau lebih tapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah

f. Masa kerja 5 tahun atau lebih tapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah

g. Masa kerja 6 tahun atau lebih tapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah

h. Masa kerja 7 tahun atau lebih tapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah

i. Masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 sembilan bulan upah

 

5 dari 6 halaman

6. Korban PHK Masih dapat Uang Pesangon 0,5 kali

Namun dalam Pasal 42 dan 43, pekerja yang terkena PHK hanya mendapatkan uang pesangon sebesar 0,5 kali ketentuan Pasal 40 ayat 2.

Dalam hal ini PHK disebabkan terjadi karena pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja, dan pekerja atau buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja.

Pada Pasal 43 tertulis, pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian maka Pekerja/ Buruh berhak atas:

a. uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat (2);

b. uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 40 ayat (3); dan

c. uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 40 ayat (4). 

6 dari 6 halaman

7. Korban PHK tidak dapat pesangon penuh karena Perusahaan merugi

Hal yang sama juga akan dialami korban PHK dengan alasan perusahaan tutup karena mengalami kerugian secara terus-menerus selama dua tahun, atau mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama dua tahun.

Begitu pula PHK yang disebabkan perusahaan tutup karena keadaan terpaksa (force majeure), pailit, serta perusahan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang karena mengalami kerugian.

Kendati demikian, juga ada alasan PHK yang membuat para pekerja bisa mendapatkan uang pesangon secara penuh seperti yang telah ditentukan pada Pasal 40.

Pada Pasal 41, misalnya, PHK disebabkan perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, atau pemisahan perusahan dan pekerja atau buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja atau buruh tersebut. Dalam hal ini antara lain yang berhak diterima oleh pekerja adalah uang pesangon sebesar satu kali ketentuan Pasal 40 tersebut.

Pasal 42, korban PHK karena alasan pengambilalihan perusahaan juga berhak atas hak yang sama. Begitu pula dengan PHK disebabkan perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.