Sukses

Mulai 17 Februari 2021, Impor Produk Karpet Kena Bea Masuk

Pemerintah resmi menerapkan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah resmi menerapkan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya, yang termasuk dalam pos tarif Bab 57 mulai Rabu besok (17/2).

Keputusan ini berdasarkan hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang menyatakan bahwa industri dalam negeri membutuhkan perlindungan atas serbuan impor produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya. 

"Berdasarkan hasil penyelidikan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), diketahui bahwa industri dalam negeri membutuhkan perlindungan melalui pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya yang termasuk dalam pos tarif Bab 57," ujar Ketua Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI), Mardjoko dalam pernyataannya, Selasa (16/2).

Mardjoko mengatakan, pengenaan BMTP ini bertujuan untuk memulihkan kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius, serta memberikan kesempatan kepada para pelaku usaha produk terkait pada industri dalam negeri dalam melaksanakan penyesuaian struktural agar mampu bersaing dengan produk impor sejenis.

Menindaklanjuti hal tersebut, Menteri Perdagangan melalui surat No. 767/M-DAG/SD/10/2020 tanggal 22 Oktober 2020 telah memutuskan pengenaan BMTP terhadap impor Produk Karpet dan Tekstil Penutup Lantai Lainnya yang termasuk dalam pos tarif Bab 57.

Selanjutnya, pada 2 Februari 2021 Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10/PMK.010/2021 tentang Pengenaan BMTP Terhadap Impor Produk Karpet dan TekstilPenutup Lantai Lainnya, yang diundangkan pada 3 Februari 2021 dalam Berita Negara Republik Indonesia 2021 Nomor 88.

Peraturan Menteri Keuangan tersebut mulai berlaku setelah 14 hari terhitung sejak tanggal diundangkan, yaitu pada 17 Februari 2021.

Adapun jangka waktu dan besaran BMTP dimaksud secara rinci sebagai berikut:

1. Tahun Pertama (17 Februari 2021—16 Februari 2022) Rp85.679/meter²

2. Tahun Kedua (17 Februari 2022—16 Februari 2023) Rp81.763/meter²

3. Tahun Ketiga (17 Februari 2023—16 Februari 2024) Rp78.027/meter²   

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Indonesia Minta Filipina Cabut Bea Masuk Produk Otomotif

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Didi Sumedi, mengatakan pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah terhadap kebijakan pemerintah Filipina terkait pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Sementara (BMTPS) untuk produk otomotif.

“Pemerintah Indonesia sudah mengambil langkah dan akan tetap menyampaikan keberatannya pada berbagai forum atas pengenaan BMTPS oleh Filipina tersebut. Kami telah menyampaikan keberatan dan pembelaan tersebut secara formal,” kata Didi dalam keterangannya, Kamis (14/1/2021).

Kata Didi, argumen yang digunakan otoritas Filipina dalam pengenaan BMTPS ini sangat lemah dan tidak sejalan dengan kesepakatan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Hal tersebut dapat menjadi poin pertimbangan otoritas Filipina untuk meninjau ulang penyelidikan safeguard yang saat ini masih berlangsung.

“Diharapkan penyelidikan ini dihentikan dan bea masuk tindakan pengamanan/safeguard measure yang bersifat definitif tidak dikenakan Filipina,” ujarnya.

Adapun Filipina memulai penyelidikan safeguard pada 17 Januari 2020 berdasarkan permohonan dari Philippine Metal Workers Alliance (PMA), yaitu serikat pekerja yang anggotanya terdiri dari gabungan pekerja perusahaan otomotif di Filipina.

“PMA mengklaim mengalami kerugian serius akibat lonjakan impor otomotif pada periode 2014-2018,” katanya.

Lebih lanjut Didi menjelaskan, berdasarkan data BPS, nilai ekspor mobil penumpang Indonesia ke Filipina pada 2017—2019 mengalami fluktuasi.Pada 2017 ekspor mobil penumpang tercatat sebesar USD 1,20 miliar, pada 2018 turun menjadi USD 1,12 miliar, dan pada 2019 meningkat sedikit menjadi USD 1,13 miliar.

“Melalui data tersebut dapat dilihat bahwa tidak terjadi lonjakan impor yang signifikan dari Indonesia yang mendasari penyelidikan safeguard oleh Filipina,” pungkasnya. 

3 dari 3 halaman

Kena Safeguard di Filipina, Menperin: Daya Saing Industri Otomotif Indonesia Tinggi

Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan pengenaan safeguard terhadap produk otomotif Indonesia oleh Filipina, menunjukkan daya saing industri otomotif di Tanah Air tinggi.

“Penerapan safeguard tersebut menunjukkan bahwa Industri otomotif Indonesia di atas Filipina,” ujar Menperin Agus di Jakarta, Selasa, menanggapi perkembangan pemberlakuan safeguard dari Filipina atas kendaraan penumpang serta kendaraan komersial ringan.

Produksi kendaraan roda empat Indonesia pada tahun 2019 mencapai 1.286.848 unit. Angka tersebut sangat jauh dibandingkan dengan produksi Filipina yang hanya mencapai 95.094 unit.

Menperin Agus mengatakan perkembangan otomotif Indonesia menunjukkan tren yang menggembirakan. “Dalam catatan saya, setidaknya akan masuk investasi senilai lebih dari Rp30 triliun ke Indonesia untuk sektor otomotif,” katanya melalui keterangan tertulis.

Selain itu industri otomotif global memiliki Global Value Chain yang tinggi, sehingga perbedaan harga antarnegara relatif rendah.

Dalam hal ini, Indonesia diuntungkan karena saat ini telah mampu mengekspor produk otomotif ke lebih dari 80 negara dengan rata-rata 200.000 unit per tahun.

“Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia makin terintegrasi dengan pasar dunia,” imbuh Menperin.

Pada Januari hingga November 2020, Indonesia telah mengapalkan sebanyak 206.685 unit kendaraan Completely Build Up (CBU), 46.446 unit Completely Knock Down (CKD), serta 53,6 juta buah komponen kendaraan.

Menperin menegaskan Filipina harus membuktikan bahwa memang terjadi tekanan pada industri otomotif di Filipina akibat impor produk sejenis dari Indonesia, sehingga perlu mengambil kebijakan penerapan safeguard bagi produk impor dari Indonesia.

“Ini disebabkan karena penerapan safeguard memiliki konsekuensi di WTO,” pungkas Menperin Agus.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.