Sukses

Hingga 2020, Realisasi Peremajaan Sawit Rakyat Capai 200 Ribu Ha

Saat ini lahan sawit yang ada di Indonesia 41 persen merupakan perkebunan sawit rakyat dengan total lahan 6,72 juta hektare.

Liputan6.com, Jakarta - Realisasi program Peremajaan Sawit Rakyat yang dilakukan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sejak tahun 2016 hingga Desember 2020 sebesar 200 ribu hektar. Padahal pada tahun 2020, program ini ditargetkan bisa direalisasikan 180 ribu hektar per tahun.

"Sampai tahun 2020, realisasinya ini telah mencapai 200 ribu hektar," kata Direktur Utama BPDPKS, Eddy Abdurachman dalam Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Secara Berkelanjutan untuk Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat dalam Rangka Ketahanan Nasional, Jakarta, Rabu (10/2).

Eddy menjelaskan saat ini lahan sawit yang ada di Indonesia 41 persen merupakan perkebunan sawit rakyat dengan total lahan 6,72 juta hektare. Dari jumlah tersebut terdapat 2,78 juta hektar pohon sawit sudah berusia di atas 25 tahun, sehingga produktivitasnya kurang maksimal.

Untuk itu, dalam program peremajaan sakit ini pemerintah memberikan dukungan pembiayaan sebesar Rp 30 juta per hektar bagi 1 kepala keluarga pemilik kebun sawit.

"BPDPKS ini kasih Rp 30 juta per hektar dan maksimum 4 ha per kartu keluarga," kata Eddy.

Adanya program ini akan berdampak pada hasil produksi perkebunan sawit di masa depan. Diperkirakan pada tahun 2030 hasil produksi CPO bisa mencapai 56,84 juta metrik ton.

Sehingga hasil produksi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan untuk ekspor, industri dalam negeri, pangan hingga program biodiesel.

"Tahun 2030 kita akan proyeksikan berada di 56,84 juta MT. Sehingga bisa akomodasikan semua permintaan uat ekspor, industri dalam negeri, pangan atau buat biodiesel tadi," kata dia.

Tanpa adanya program ini, kata Eddy, diperkirakan produksi dari kebun sawit rakyat akan mengalami penurunan produktivitas. Sampai tahun 2035 produksi CPO hanya mencapai 52,39 juta metrik ton.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Serap 16 Juta Pekerja, Menko Airlangga Sebut Industri Sawit Bisa Kurangi Kemiskinan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, industri kelapa sawit mempunyai kontribusi besar untuk mengentaskan kemiskinan di tanah air. Sebab, industri mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar hingga mencapai lebih dari 16 juta pekerja.

"Industri kelapa sawit nasional telah berkontribusi untuk mengentaskan kemiskinan, dengan penciptaan lapangan kerja lebih dari 16 juta pekerja," terangnya dalam webinar bertajuk Peran Kelapa Sawit Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional, Sabtu (6/2).

Menurut Airlangga, kepiawaian industri kelapa sawit dalam menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar ini tak lepas dari upaya penerapan protokol kesehatan secara ketat dalam segala aktivitas. Walhasil kegiatan operasional bisnis industri sawit tetap bisa menggeliat kendati pandemi Covid-19 di Indonesia masih belum berakhir.

"Bahkan, disaat banyak sektor-sektor ekonomi terdampak akibat Covid-19, industri sawit menjadi salah satu dari sedikit industri nasional yang tidak terkena dari dampak pandemi Covid-19. Sehingga 16 juta tenaga kerja di sawit tetap terjamin kesejahteraannya," imbuh dia.

Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk melindungi kelangsungan industri sawit Indonesia. Salah satunya dengan dengan aktif memerangi black campaign.

"Karena industri kelapa sawit merupakan sektor strategis bagi perekonomian masyarakat yang perlu dikawal, tidak hanya oleh pemerintah namun oleh seluruh komponen masyarakat," tandasnya.

3 dari 3 halaman

Indonesia Bakal Lebih Galak Lawan Kampanye Hitam Produk Sawit

Direktur Utama Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), Eddy Abdurrachman memastikan Indonesia akan lebih galak untuk melawan diskriminasi komoditas sawit di pasar global, terutama Eropa. Salah satunya dengan mengubah strategi dari defensif menjadi ofensif untuk melawan kampanye hitam atau black campaign terhadap produk sawit dalam negeri.

"Selama ini strategi yang kita lakukan dalam rangka black campaign terhadap produk sawit ini selalu sifatnya defensif. Selalu kita sifatnya defensif. Jadi kita akan mengubah strategi, kita attack seperti yang disampaikan oleh bapak presiden (Jokowi)," tegasnya dalam webinar bertajuk Peran Kelapa Sawit Terhadap Pembangunan Ekonomi Nasional, Sabtu (6/2).

Dia bilang, perubahan strategi ini sangat penting untuk memenangkan peperangan terhadap black campaign. Menyusul kampanye hitam yang dilancarkan tersebut dinilai sangat mengganggu upaya peningkatan penjualan dan perluasan pangsa pasar produk sawit Indonesia.

"Sehingga kita kalau hal defensif ini lakukan terus menerus dilakukan ini tidak akan menang," terangnya.

Adapun, upaya ofensif yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di antaranya dengan turut mempermasalahkan penggunaan minyak nabati dari jenis komoditas lain di pasar global. Baik dari rapesseed, soybean hingga sunflower.

"Karena saat ini selalu yang dipermasalahkan itu sawit, tetapi tidak pernah itu di diskusikan terkait minyak nabati lainnya. Maka, Kita mempermasalahkan juga bagaimana dengan minyak nabati lainnya," tutupnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak Malaysia untuk berkomitmen melawan diskriminasi komoditas sawit di pasar global. Hal tersebut disampaikan Jokowi usai melakukan pertemuan bilateral bersama PM Malaysia Tan Sri Muhyiddin di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (5/1).

"Indonesia akan terus berjuang untuk melawan diskriminasi terhadap sawit dan perjuangan tersebut akan lebih optimal jika dilakukan bersama dan Indonesia mengharapkan komitmen yang sama dengan Malaysia mengenai isu sawit ini," ungkap Jokowi.

Sementara itu, Muhyiddin pun menyambut baik dengan ajakan tersebut. Dia pun mengakui akan bekerja sama dengan Indonesia dalam isu diskriminasi minyak sawit.

"Ini memastikan bagi kita dapat melindungi industri sawit, terutama bagi menyelamatkan berjuta-juta perkebunan-perkebunan kecil yang bergantung hidup sepenuhnya pada industri sawit di Malaysia dan Indonesia," tutur Muhyiddin. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.