Sukses

Anggaran Bansos Dipangkas, Ekonomi Indonesia Makin Sulit Pulih

Proses pemulihan ekonomi tidak akan berjalan baik, karena angka kasus covid-19 masih tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad, menyayangkan anggaran bantuan sosial (bansos) di tahun 2021 dipangkas menjadi Rp 12 triliun, dari sebelumnya Rp 39 triliun di 2020. Karena pemangkasan tersebut membuat pemulihan ekonomi nasional semakin berat. 

“Saya kira ini sudah di-planning-kan dari tahun 2020 kalau bansos diperpanjang. Cumankan anggarannya turun hampir separuh lebih, berkurang drastis. Dengan bansos yang semakin berkurang justru tidak terbukti bisa tangani dampak covid-19,” kata Tauhid Ahmad saat dihubungi oleh Liputan6.com, Selasa (2/2/2021).

Sebagai informasi, anggaran perlindungan sosial pada 2020 sebesar Rp 128,9 triliun kini menjadi Rp 110 triliun untuk anggaran tahun 2021. Sementara, bansos tunai dari Rp 39 triliun pada 2020 turun menjadi Rp 12 triliun di tahun 2021, atau berkurang sebesar Rp 27 triliun.

Menurutnya proses pemulihan di sektor ekonomi tidak akan berjalan baik, lantaran angka kasus covid-19 masih tinggi. Artinya anggaran bansos yang berkurang bisa membuat konsumsi masyarakat berkembang.

“Pada periode lalu bansos dinilai cukup banyak, namun tidak mendorong konsumsi. Artinya sudah banyak bansos yang dikeluarkan tapi tidak tepat sasaran, jumlahnya tidak memadai, kemudian adanya korupsi dan sebagainya itu mempengaruhi efektivitas bansos juga,” jelasnya.

Tauhid menilai hal ini membuktikan bahwa pemberian bansos tidak tepat sasaran. Ketidaktepatan itu membuat penerima bansos tidak digunakan untuk membeli kebutuhan (konsumsi) melainkan ditabung di bank atau dana pihak ketiga.

“Di situasi ini mereka tahu dan berjaga-jaga, dengan menyimpan uangnya di dana pihak ketiga, biasanya short term di tabungan ada juga yang deposito. Artinya mereka suatu saat akan menggunakan kembali. Coba lihat di data BI, semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin tinggi perubahan dana simpanannya,” jelasnya.

Demikian Tauhid mengkritik anggaran bansos yang diberikan nilainya kecil, hanya Rp 600 ribu. seharusnya jika Pemerintah ingin menggenjot ekonomi pulih di tahun ini, maka anggaran bansos tidak dipangkas dan jumlah bantuannya ditingkatkan.

“kita harus mengubah sasaran yaitu benar-benar yang paling membutuhkan misalnya 20 persen warga Indonesia yang benar-benar butuh, jumlahnya (bansos) harus memadai jangan kecil, misalnya Rp 2,5 juta. Sehingga mereka nanti larinya ke konsumsi tidak ke simpanan,” pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tanpa Bansos, Tingkat Kemiskinan Bisa Tembus 10,2 Persen Imbas Pandemi

Sebelumnya, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengklaim kebijakan yang diambil pemerintah sudah cukup tepat dalam menekan angka kemiskinan di masa pandemi Covid-19. Di mana, angka kemiskinan masih berada di level satu digit yakni 9,78 persen.

"Seandainya pemerintah tidak melakukan langkah-langkah itu prediksi kemiskinan bisa melonjak 10,2 persen," kata dia dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (27/1/2021).

 

Dia mengatakan selama masa pandemi, pemerintah secara konsisten telah menyalurkan bantuan sosial (bansos) dalam bentuk bantuan langsung tunai. Bantuan itu diberikan di pedesaaan yang dikonversikan melalui dana desa.

"Itu cukup efektif untuk menahan kenaikan kemiskinan di pedesaan," kata dia.

Sementara untuk menekan angka kemiskinan di perkotaan, pemerintah juga melakukan beragam upaya mulai dari kartu prakerja, bantuan langsung tunai untuk masyarakat Jabodetabek, dan pemberian bantuan produktif untuk UMKM.

"Ini semuanya ditujukan untuk mengurangi tekanan yang luar biasa hebat terutama di perkotaan atau di daerah perkotaan dan terutama di kota-kota besar di Jawa maupun di luar Jawa," jelas dia.

Meski berhasil ditekan, namun angka kemiskinan tersbebut mengalami kenaikan daripada posisi sebelumnya, Di mana angka kemiskinan pada 2019 berhasil ditekan mencapai 9,22 persen atau menjadi terendah sepanjang sejarah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.