Sukses

Miris, Harta Miliarder AS Tembus USD 1,1 Triliun di Tengah Lonjakan Warga Miskin Akibat Covid-19

Sebanyak 660 miliarder AS sekarang sudah memiliki kekayaan hingga USD 4,1 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Berbeda dengan orang biasa, para miliarder justru mampu mengantongi kekayaan berlipat selama pandemi. Hal itu dirasakan khususnya di Amerika Serikat.

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Institute for Policy Studies dan American for Tax Fairness, miliarder AS secara kolektif memiliki total kekayaan hingga USD 1,1 triliun. Angka ini hampir 40 persen lebih banyak sejak pertengahan Maret 2020.

Tidak hanya orang yang sangat kaya yang mampu memulihkan kerugian, ada pula yang bernasib jauh lebih baik dibandingkan mereka.

Seperti apa yang Elon Musk rasakan. Dia kini lebih kaya hingga USD 155 miliar. Hal itu terdorong karena pasar Tesla yang terus meroket selama setahun terakhir.

Melansir laman CNN, Jumat (4/02/2021), laporan World Health Organization (WHO) juga menunjukkan, setidaknya sebanyak 46 orang telah bergabung di barisan miliarder sejak 18 Maret 2020.

Di samping itu, walau banyak bermunculan miliarder baru, tetap saja pandemi memperburuk krisis ketimpangan di AS yang sudah membuat resah.

Tak hanya di AS, bahkan di hampir seluruh negara di dunia. Banyak dari mereka telah kehilangan pekerjaan atau mendapat potongan gaji semenjak adanya pandemi global.

Negara AS memang terkenal sebagai negara pencetak miliarder. Sebanyak 660 miliarder AS sekarang sudah memiliki kekayaan hingga USD 4,1 triliun atau dua pertiga lebih banyak dari jumlah yang dimiliki oleh 50 persen terbawah dari populasi AS.

Tingkat kemiskinan meningkat tajam

Menurut ekonom dari University of Chicago, University of Notre Dame, dan Lab for Economic Opportunities, dari sekian banyak penghuni AS, sekitar 8 juta dari mereka telah jatuh miskin selama enam bulan terakhir di tahun 2020.

Padahal, tingkat kemiskinan AS sempat menurun selama bulan-bulan pertama masa pandemi. Hal itu terjadi karena adanya pemeriksaan stimulus dari pemerintah federal.

Namun sangat disayangkan, tingkat kemiskinan itu naik lagi hingga 2,4 poin persentase selama paruh kedua tahun ini. Persentase tersebut menunjukkan peningkatan hampir dua kali lipat lebih besar bahkan jika dibandingkan tahun 1960-an.

Bagi mereka yang berpendidikan sekolah menengah ke bawah menunjukkan pelonjakan angka kemiskinan hingga menjadi 22,5 persen. Angka itu lebih besar jika dibandingkan total pada bulan Juni yang hanya 17 persen.

Tingkat kemiskinan lebih tinggi ditemukan di negara-negara berkembang, seperti Florida, Mississippi, Arizona, dan North Carolina. “Sistem asuransi pengangguran kurang efektif,” kata ekonom dalam laporan tersebut.

 

 

Saksikan Video Ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Langkah Presiden Biden

Adanya statistik mengenai kekayaan dan kemiskinan di AS telah memberikan gambaran lebih lanjut terkait pemulihan ekonomi yang jika digambarkan berbentuk huruf K.

Seiring berjalannya waktu, pasar saham kembali berada pada rekor tertinggi, pasar perumahan sedang booming, dan perkembangan teknologi begitu pesat. Namun di sisi lain, maskapai penerbangan, restoran, hotel, dan bioskop masih belum terkendali dan pulih.

Janet Yellen, Menteri Keuangan Presiden Joe Biden telah mengakui masalah tersebut dan mengatakan itu bukan hal baru. “Jauh sebelum Covid-19, ekonomi kami berbentuk K, di mana kekayaan dibangun di atas kekayaan, sementara keluarga pekerja semakin jatuh,” ujar Yellen.

Bersama Menteri Keuangannya tersebut, Biden menyerukan tindakan yang berani untuk meredakan kesenjangan tesebut.

Rencananya AS akan mengeluarkan senilai USD 1,9 triliun untuk seruan tersebut. Dana tersebut akan mencakup pemeriksaan stimulus USD 1.400, bantuan negara bagian dan lokal USD 350 miliar, dan sisanya untuk tunjangan pengangguran.

 Perumahan melonjak di pasar saham

Pandemi pun telah membuat pasar perumahan memperoleh keuntungan mencapai level tertinggi pada tahun 2020. Itu termasuk harga rumah dan sumber utama kekayaan.

Ekonomi AS memang belum cukup pulih dari pandemi, namun S&P 500 mampu naik hingga 72 persen dari titik terendahnya pada bulan Maret. Pemulihan yang jika digambarkan membentuk huruf V itu telah mencerminkan optimisme mengenai vaksin dan triliunan bantuan yang telah diberikan oleh Washington. Selain itu, juga adanya langkah-langkah dari Federal Reserve telah memaksa para investor untuk bertaruh di pasar saham.

Dengan begitu, terjadinya lonjakan saham itu akhirnya membuat para miliarder menjadi semakin kaya. Itupun didukung oleh permainannya yang hebat. Namun di sisi lain, ada pula jutaan orang AS yang kurang sejahtera dia tidak bisa ikut merasakan ledakan pasar saham tersebut.

Harga saham Tesla yang meroket telah membuat Musk memiliki kekayaan lebih dari 600 persen. Peraih keuntungan besar lainnya yang merupakan pesaing Tesla yakni Amazon, juga telah meraup keuntungan lebih besar.

Terhitung kekayaan Jeff Bezos pemiliki Amazon telah mencapai lebih dari 68 miliar selama pandemi. Sedangkan Co-Founder dan CEO Facebook, Mark Zuckerberg, pun telah mengantongi sekitar USD 37 miliar sejak pertengahan Maret.

Kesenjangan dan ketimpangan memang bukan terjadi di Amerika. Pasti beberapa negara lain pun memiliki nasib sama.

Menurut laporan Oxfam International, setidaknya perlu waktu lebih dari satu dekade yang bisa dilakukan oleh para orang kelas terbawah untuk memulihkan kerugiannya selama pandemi. Namun sebaliknya, hanya butuh waktu sembilan bulan untuk pulih bagi para 1.000 miliarder teratas dunia.

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.