Sukses

Harga Pangan Terpantau Tinggi di Januari 2021, Cabai Rawit Sentuh Rp 80 Ribu per Kg

Harga cabai seperti cabai merah keriting dan cabai merah besar juga kian melambung.

Liputan6.com, Jakarta - Harga sejumlah komoditas pangan di Jakarta terpantau tinggi di Januari 2021, di antaranya seperti daging ayam, telur ayam, bawang merah, cabai merah besar, cabai merah keriting, daging kambing, hingga garam dapur.

Mengutip laporan pada laman Informasi Pangan Jakarta, Sabtu (30/1/2021), harga daging ayam broiler atau ras naik Rp 229 dibandingkan satu hari sebelumnya menjadi Rp 37.423 per ekor pada Sabtu. Kenaikan harga juga terjadi pada telur ayam ras, yang meninggi Rp 154 menjadi Rp 22.963 per kg.

Harga cabai seperti cabai merah keriting dan cabai merah besar juga kian melambung. Harga cabai merah keriting naik Rp 761 menjadi Rp 54.463 per kg di Sabtu. Sementara cabai merah besar naik menjadi Rp 51.736 per kg.

Senada, bawang merah juga mengalami kenaikan menjadi Rp 32.243 per kg, daging kambing naik menjadi Rp 123.334 per kg, dan harga garam dapur naik menjadi Rp 3.350 per 250 gram.

Di lain sisi, harga beberapa komoditas pangan justru mengalami penurunan. Salah satunya cabai rawit merah, yang secara harga diprediksi mulai turun di penghujung Januari ini berkat adanya panen raya.

"Saya punya keyakinan Februari baru pada posisi normal, karena panen raya juga akan terjadi akhir bulan ini kan kalau enggak salah," kata Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri kepada Liputan6.com.

Adapun harga cabai rawit merah yang di awal 2021 lalu berada di kisaran Rp 85-90 ribu per kg, hari ini turun ke posisi Rp 81.341 per kg. Namun memang, harga ini masih tinggi meskipun ada penurunan. 

Selain cabai rawit merah, penurunan juga terjadi pada harga cabai rawit hijau, yang terpotong Rp 1.610 menjadi Rp 76.048 per kg. Kemudian bawang putih yang harganya terpangkas menjadi Rp 29.731 per kg.

Daging sapi potong yang nilai jualnya sempat menimbulkan gejolak pasca melonjak jadi Rp 130 ribu per kg, kini perlahan mulai ikut turun.

Harga daging sapi has (paha belakang) turun Rp 94 jadi Rp 129.324 per kg, dan daging sapi murni (semur) terpotong Rp 490 jadi Rp 125.487 per kg.

Potongan harga juga dirasakan produk kentang yang turun Rp 125 menjadi Rp 14.853 per kg, serta tomat buah yang turun tipis Rp 53 menjadi Rp 12.243 per kg.

Beberapa bumbu dapur seperti gula pasir dan tepung terigu juga mengalami penurunan harga. Dimana gula pasir terpangkas Rp 18 jadi Rp 13.853 per kg, dan tepung terigu turun Rp 112 menjadi Rp 8.036 per kg.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Trauma Masa Panen Sebelumnya Bikin Petani Enggan Tanam Cabai

Sebelumya, Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri mengatakan harga cabai rawit merah di Jakarta kini mencapai Rp 85.000-Rp 90.000 per kilogram.

“Makin tinggi. Khususnya cabe rawit merah sempat Rp 80.000, sekarang Rp 85.000 sampai dengan Rp 90.000,” kata Abdullah kepada Liputan6.com, Jumat (29/1/2021).

Sebelumnya Abdullah mengatakan cabai rawit merah merupakan cabai yang naiknya diluar dugaan, bahkan pernah tembus di angka Rp 100 ribu per kilogram, namun kini ada yang menjual di angka Rp 85.000-Rp90.000.

“Ada juga yang menjual dengan cara dioplos, dicampur dengan cabai rawit hijau. Itu adalah cara-cara yang dilakukan pedagang dalam rangka untuk menyuguhkan agar harganya tetap terkendali,” jelasnya.

Lebih lanjut Abdullah menjelaskan alasan harga cabai rawit merah tinggi dikarenakan pasokannya minim. Di mana para petani tidak memproduksi atau tidak menanam cabai rawit merah. Ini kasusnya terjadi pada saat periode panen raya kemarin, lantaran tidak terserap dengan baik dan harganya drop.

“Sehingga petani tidak produksi lagi. Efek apa? ya banyak faktor salah satunya yaitu musim hujan terus, takut gagal panen, daya beli masyarakat menurun,” ujarnya.

Abdullah menegaskan banyak faktor-faktor yang mempengaruhi harga cabai rawit merah mahal.  Namun sebenarnya faktor utamanya adalah daya beli masyarakat menurun dan permintaan rendah.

“Walaupun produksinya kecil tapi permintaan rendah dan harganya tinggi tuh sebenarnya yang harus di antisipasi,” pungkasnya.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.