Sukses

Stabilkan Harga Unggas, Kementan Telah Terbitkan 6 Surat Edaran

Upaya stabilisasi harga unggas terus berlanjut di Desember 2020 melalui pengendalian produksi untuk menyesuaikan penurunan konsumsi.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya menjaga stabilisasi harga unggas nasional. Sejak 26 Agustus 2020 sampai Januari 2021, Ditjen PKH telah menerbitkan 6 Surat Edaran sebagai upaya stabilisasi unggas.

"Stabilisasi perunggasan ini khususnya melalui pengendalian produksi DOC FS dengan cutting HE fertil dan afkir dini PS," kata Direktur Jenderal PKH Kementan Nasrullah dalam keterangan tertulis, Rabu (27/1/2021).

Nasrullah mengatakan, upaya stabilisasi perunggasan terus berlanjut di Desember 2020 melalui pengendalian produksi untuk menyesuaikan penurunan konsumsi terdampak pandemi Covid-19 tahun 2020 sebesar 20 persen. Namun, ia meyakini tingkat konsumsi akan segera naik.

"Pada Januari sampai Februari 2021 pandemi diperkirakan masih berdampak pada penurunan konsumsi. Namun kami tetap optimis konsumsi akan segera recovery," tegas Nasrullah.

Dijelaskannya, optimisme ini berdasarkan upaya pengendalian produksi DOC FS (akhir Agustus-Januari 2020) dengan perkembangan harga livebird (LB) yang positif. Pengendalian produksi melalui cutting HE fertil dan afkir dini PS sebagai upaya menjaga keseimbangan supply dan demand, telah berdampak terhadap perbaikan harga LB di tingkat peternak.

Berdasarkan laporan Petugas Informasi Pasar (PIP), perkembangan harga LB bulan September sampai Januari 2021 rata-rata nasional tercatat mengalami tren kenaikan sebesar 9,45 persen.

Rata-rata harga LB bulanan tingkat peternak pada September 2020 Rp 17.124 per kg, Oktober Rp 17.984 per kg, November Rp 20.479 per kg, Desember Rp 21.500 per kg, dan Januari 2021 pekan pertama Rp 20.200 per kg.

Memasuki Januari 2021, harga LB di wilayah Pulau Jawa juga berulang mengalami kontraksi, dari Rp 19.500 per kg berangsur turun sampai level harga Rp 17.500 per kg, dan kembali bergerak naik menjadi Rp 18.500-19.000 dalam empat hari terakhir.

Nasrullah mengatakan, kenaikan harga LB yang mencapai harga acuan Permendag Nomor 7/2020, sejatinya berpengaruh terhadap kenaikan permintaan DOC FS. Hal ini diikuti dengan naiknya harga DOC FS dari Rp 5.000 menjadi Rp 7.000 per ekor.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Aturan-Aturan

Untuk melindungi kepentingan peternak UMKM, setiap perusahaan pembibit juga harus memprioritaskan distribusi DOC FS untuk eksternal farm 50 persen dari produksinya dengan harga terjangkau sesuai harga acuan Permendag, yakni Rp 5.500-6.000 per ekor.

Kementan melalui Ditjen PKH telah menetapkan kebijakan permanen dalam stabilisasi perunggasan nasional. Misalnya, pengaturan supply dan demand untuk permudah mampu telusur (traceable), jadi pembibit GPS dan Pembibit PS wajib teregistrasi di Ditjen PKH. Sedangkan bagi peternak dan pelaku usaha pembudidaya FS komersial wajib teregistrasi di Dinas Kabupaten dan Kota.

Pembibit GPS juga wajib menyediakan DOC PS dengan porsi minimal 20 persen dari produksi dengan harga terjangkau sesuai Permendag dan SNI. Diharapkan, Pembibit GPS dan PS wajib menerapkan Good Breeding Practices (GBP).

Kemudian, untuk memberikan perlindungan terhadap peternak skala mikro, kecil dan menengah (UMKM), pembibit PS wajib menyediakan DOC FS dengan porsi minimal 50 persen dari produksi dengan harga sesuai Permendag dan kualitas sesuai SNI.

Lalu, pengaturan pemasukan GPS ayam ras dengan mensyaratkan kewajiban membangun infrastruktur hilir melalui kewajiban penguasaan RPHU dan rantai dingin. Dengan begitu, pembibit GPS berkewajiban menguasai RPHU dan rantai dingin (blast freezer, cold storage dan mobil berpendingin) sebesar produksi hasil turunan GPS nya secara bertahap selama 5 tahun.

Selain itu, kewajiban-kewajiban yang akan diterapkan secara permanen untuk menjaga stabilitas perunggasan nasional, seperti kewajiban menyerap livebird dan memotong livebird di RPHU oleh perusahaan pembibit GPS sebesar produksi FS hasil turunan GPS secara bertahap selama 5 tahun.

Kewajiban memotong livebird bagi pelaku usaha skala menengah besar termasuk perusahaan pembibit PS yang melakukan budidaya FS. Reposisi kemitraan perunggasan, prinsip saling memperkuat dan ketergantungan.

"Serta yang terpenting penetapan DOC PS dan FS sebagai sarana produksi yang diatur peredarannya untuk daging ayam sebagai bahan pokok penting (Bapokting)," tutur Nasrullah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.