Sukses

Pengamat: Ketimbang KCI Diakuisisi, Lebih Baik Pemerintah Optimalkan BPTJ

Integrasi PT MRT Jakarta dengan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) bisa dilakukan tanpa harus melalui akuisisi.

Liputan6.com, Jakarta - Integrasi PT MRT Jakarta dengan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) bisa dilakukan tanpa harus melalui akuisisi. Salah satu caranya dengan memaksimalkan kinerja Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ).

Pengamat Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai peran BPTJ sebagai regulator sebenarnya cukup bisa untuk mengintegrasikan transportasi di Jabodetabek. Sayangnya, BPTJ sebagai regulator tidak bisa beroperasi penuh.

"BPTJ ini dibentuk berdasarkan Perpres sebagai regulator di Jabodetabek, tapi gagal. BPTJ tidak bisa berfungsi penuh karena ada beberapa hal yang harus dibereskan terlebih dahulu," kata Agus dalam diskusi nasional Serikat Pekerja Kereta Api pada Rabu (20/1/2021).

Salah satu kendala BPTJ yaitu berbenturan dengan dinas perhubungan di masing-masing Pemda. Menurut Agus untuk masalah ini solusinya dengan meleburkan semua dinas perhubungan ke dalam BPTJ.

Selain itu, Agus menilai pimpinan BPTJ sebaiknya dari perhubungan darat, bukan udara seperti saat ini. Kepala BPTJ saat ini adalah Polana B Pramesti, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Perhubungan Udara.

"Pimpinan BPTJ harus orang darat, sekarang kan orang perhubungan udara. Kita tidak bisa sederhanakan, semua moda beda jadi harus orang yang paham darat," tuturnya.

Oleh sebab itu, Agus pun menilai pengintegrasian cukup dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja BPTJ, tidak perlu membentuk perusahaan baru yang bergerak layaknya regulator. Pernyataannya ini merujuk pada PT Multi Intermoda Transportasi Jakarta (MITJ).

MITJ merupakan perusahaan patungan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat Badan Usaha milik Daerah (BUMD) PT MRT Jakarta dan pemerintah pusat lewat BUMN PT KAI. KAI dan MRT Jakarta masing-masing memiliki porsi saham 49 dan 51 persen.

Menyusul pembentukan MITJ, MRT Jakarta berencana mengakuisisi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) dalam rangka pengembangan sistem integrasi transportasi di Jabodetabek.

"Kalau bisa lupakan pengembangan perusahaan itu, perbaiki BPTJ agar bisa berfungsi dengan baik. Masing-masing berdiri sendiri saja," kata Agus.

Ditambahkan pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, BPTJ harus bergerak cepat untuk melakukan perubahan dan perkembangan. Oleh sebab itu, perlu dipilih yang memiliki kompetensi.

"Orang-orang di BPTJ harus lari. Dibutuhkan orang-orang yang berkompetensi, bukan hanya pimpinan tapi juga orang-orang di bawahnya," tutur Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat tersebut.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Tolak Diakuisisi MRT Jakarta, Serikat Pekerja Kereta Api: Nilai KCI Lebih dari Rp 100 T

Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) menolak rencana akuisisi PT MRT Jakarta terhadap PT Kereta Commuter Indonesia (KCI). KCI bersedia untuk berkolaborasi dengan MRT untuk penyederhanaan pengelolaan manajemen transportasi di Jabodetabek, tapi tidak dengan akuisisi.

Ketua Umum Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA), Edi Suryanto, menegaskan penolakan tersebut dengan mengungkapkan nilai KCI dengan segala asetnya kemungkinan lebih dari Rp 100 triliun. Sementara sebelumnya, MRT Jakarta dilaporkan akan membeli 51 persen saham KCI senilai Rp 1,7 triliun.

Selain itu, katanya, area pelayanan KCI pun lebih luas dengan 408 kilometer (km), sedangkan MRT Jakarta hanya 16 km.

"Bayangkan 408 kilometer dan segala asetnya mau dihargai Rp 1,7 triliun. Nilai aset kami Rp 100 triliun atau mungkin lebih dengan layanan-layanan tambahannya untuk masyarakat," kata Edi.

Oleh sebab itu, ia melihat tidak ada relevansi untuk akuisisi, tapi hanya perlu dilakukan integrasi.

"Mari kita bangun sistem integrasi terbaik untuk melayani konsumen, dan membuka diri untuk peningkatan perbaikan sistem integrasi," tuturnya. 

3 dari 3 halaman

Rumitnya Akuisisi KCI oleh MRT Jakarta

Rencana akuisisi PT KCI yang dilakukan PT MRT Jakarta dinilai kurang tepat bila dilakukan dengan landasan hasil rapat terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo pada 8 Januari 2019 lalu. Pasalnya, hasil rapat tersebut membahas cara mengatasi kemacetan di Jakarta.

Salah satu solusi yang dihasilkan dalam rapat tersebut dengan mengelola moda transportasi di ibukota dapat diserahkan kepada DKI Jakarta. Alasannya karena DKI Jakarta dinilai memiliki APBD yang besar dan bisa melakukan pengintegrasian moda transportasi.

"Arahan ratas 8 Januari itu pinnya pengelolaan moda transportasi ini dapat (diserahkan kepada DKI Jakarta), bukan harus Kementerian BUMN ini kasih saham mayoritas atau bikin joint venture," kata Direktur Keuangan PT KAI, Salusra Wijaya, dalam Webinar Serikat Pekerja Kereta Api bertajuk Integrasi Atau Akuisisi, Jakarta, Rabu, (20/1/2021).

Namun, hasil ratas tersebut direspon berbeda. Dalam melakukan pengintegrasian moda transportasi justru lahir rencana akuisisi PT KCI dari PT KAI yang dilakukan PT MRT Jakarta.

Dalam akuisisi PT KAI dan PT MRT Jakarta sepakat melahirkan perusahaan baru bernama PT MITJ yang ditunjuk sebagai pelaksana integrasi moda transportasi. Dalam perusahaan ini PT MRT Jakarta memiliki saham 51 persen dan PT KAI menyumbang saham 49 persen.

Akuisisi perusahaan BUMN oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini pun hanya berlandaskan rapat terbatas yang dilakukan Presiden pada 8 Januari 2019.

PT MITJ pun mengakui hasil ratas tersebut tidak bisa dijadikan landasan hukum proses akuisisi tersebut karena harus menunggu sampai ada Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan.

"Event dari lawyer MITJ ini menunjukkan, ratas ini tidak punya kekuatan hukum sampai ada Perpres. Tapi kalau ini dikeluarkan ini bakal menunggu BPTJ," kata dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.