Sukses

PT KCI Diakuisisi MRT Jakarta, Pendapatan PT KAI Bakal Terganggu

Eksistensi PT Kereta Api Indonesia (KAI) dinilai akan terganggu jika rencana PT MRT Jakarta mengakuisisi anak usahanya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) direalisasikan.

Liputan6.com, Jakarta - Eksistensi PT Kereta Api Indonesia (KAI) dinilai akan terganggu jika rencana PT MRT Jakarta mengakuisisi anak usahanya, PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) direalisasikan. Akuisisi ini akan berpengaruh pada jumlah penumpang dan pendapatan KAI.

Hal tersebut disampaikan oleh pengamat transportasi, Darmaningtyas. Menurutnya, masalah akan muncul ketika menetapkan kendali operasional KCI. KAI dalam rencana akuisisi itu hanya akan memegang 49 persen saham KCI, sisanya berada di MRT Jakarta.

Salah satu masalah utama dalam rencana akuisisi ini mengenai perhitungan jumlah penumpang yang akan berdampak pada skala bisnis KAI. Jika catatan jumlah penumpang dilakukan oleh KAI dan MRT, maka akan berisiko menjadi temuan BPK dan juga masalah dengan subsidi Public Service Obligation (PSO).

Kemudian jika pencatatan dilakukan PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ) atau MRT, maka KAI akan kehilangan 70 persen penumpang.

"Artinya secara korporasi PT KAI akan mengalami penciutan, dan ini akan sangat berpengaruh ke eksistensi KAI," jelas Darmaningtyas.

MITJ merupakan perusahaan patungan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta lewat Badan Usaha milik Daerah (BUMD) PT MRT Jakarta dan pemerintah pusat lewat BUMN PT KAI.

Menurut Darmaningtyas, pihak MITJ sebelumnya mengatakan kendali operasional tetap ada di KAI. Namun, katanya, hal tersebut kemungkinan berisiko mengingat KAI akan menjadi pemegang saham minoritas di KCI.

"Dirut MITJ menjelaskan kendali operasional ada pada KAI. Pertanyaan berikutnya, riskan dan ada aturannya tidak jika pemegang saham minoritas menjadi pengendali. Kalau ada ya boleh-boleh saja," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Rumitnya Akuisisi KCI oleh MRT Jakarta

Sebelumnya, rencana akuisisi PT KCI yang dilakukan PT MRT Jakarta dinilai kurang tepat bila dilakukan dengan landasan hasil rapat terbatas yang digelar Presiden Joko Widodo pada 8 Januari 2019 lalu. Pasalnya, hasil rapat tersebut membahas cara mengatasi kemacetan di Jakarta.

Salah satu solusi yang dihasilkan dalam rapat tersebut dengan mengelola moda transportasi di ibukota dapat diserahkan kepada DKI Jakarta. Alasannya karena DKI Jakarta dinilai memiliki APBD yang besar dan bisa melakukan pengintegrasian moda transportasi.

"Arahan ratas 8 Januari itu pinnya pengelolaan moda transportasi ini dapat (diserahkan kepada DKI Jakarta), bukan harus Kementerian BUMN ini kasih saham mayoritas atau bikin joint venture," kata Direktur Keuangan PT KAI, Salusra Wijaya, dalam Webinar Serikat Pekerja Kereta Api bertajuk Integrasi Atau Akuisisi, Jakarta, Rabu, (20/1/2021).

Namun, hasil ratas tersebut direspon berbeda. Dalam melakukan pengintegrasian moda transportasi justru lahir rencana akuisisi PT KCI dari PT KAI yang dilakukan PT MRT Jakarta.

Dalam akuisisi PT KAI dan PT MRT Jakarta sepakat melahirkan perusahaan baru bernama PT MITJ yang ditunjuk sebagai pelaksana integrasi moda transportasi. Dalam perusahaan ini PT MRT Jakarta memiliki saham 51 persen dan PT KAI menyumbang saham 49 persen.

Akuisisi perusahaan BUMN oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini pun hanya berlandaskan rapat terbatas yang dilakukan Presiden pada 8 Januari 2019.

PT MITJ pun mengakui hasil ratas tersebut tidak bisa dijadikan landasan hukum proses akuisisi tersebut karena harus menunggu sampai ada Peraturan Presiden (Perpres) yang diterbitkan.

"Event dari lawyer MITJ ini menunjukkan, ratas ini tidak punya kekuatan hukum sampai ada Perpres. Tapi kalau ini dikeluarkan ini bakal menunggu BPTJ," kata dia.

3 dari 3 halaman

Perlu Undang-Undang

Sementara itu, pihak BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) menilai penunjukkan tersebut tidak cukup dengan penerbitan Perpres. Melainkan perlu dengan undang-undang yang disahkan DPR. Alasannya penunjukkan tersebut bukan dilakukan anak perusahaan BUMN atau BUMD.

"Kalau UU ini kan bukan masalah Perpres dari presiden tapi juga DPR, artinya PR-nya bakal panjang, dan di DPR juga bukan pekerjaan mudah," kata dia.

Padahal, lanjut Salusra keinginan presiden kala itu hanya mengatasi kemacetan di Jakarta. Agar ada pihak yang bertanggungjawab dalam prosesnya sehingga lebih mudah dikontrol, tidak tumpang tindih, tidak membuat pemborosan dan masalah utamanya teratasi.

"Ini kan yang penting tidak macet, tidak polusi dengan biaya semurah-murah mungkin buat publik," kata dia.

Sehingga Presiden menginginkan adanya integrasi moda transportasi. Integrasi tersebut bisa dilakukan secara fisik baik terkait pertiketan dan penyedia layanan ini harus terintegrasi.

Proses integrasi tersebut juga diharapkan secara proper dan kondusif. Bila porsenya bisa berjalan, Salusra pun mempertanyakan urgensi akuisisi perusahaan.

"Kenapa harus ada pengalihan saham? Harus mayoritas 51 persen? Ini jadi tantangan luar biasa," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.