Sukses

Polemik Pupuk Subsidi, Anggaran Gemuk tetapi Hasil Dinilai Nihil

Menurut Jokowi, dana yang digelontorkan oleh negara untuk program subsidi pupuk setiap tahun ini tidak kecil.

Liputan6.com, Jakarta - Penyaluran pupuk bersubsidi tiba-tiba menjadi topik perbincangan hangat usai Presiden Joko Widodo melontarkan kritik tajam. Jokowi menganggap imbal hasil dari subsidi tersebut tidak terlihat nyata. Apalagi, anggarannya tidak main-main sampai dengan Rp 33 triliun per tahun.

Rapat antara pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertanian (Kementan) dan stakeholder lain bersama dengan Komisi IV DPR RI ketika tengah membahas pupuk bersubsidi juga sempat diwarnai momen panas. Ketua Komisi IV DPR Sudin mengaku selalu mendapat keluhan soal pupuk bersubsidi dari rakyat yang dia wakili, demikian pula dari anggota Komisi IV lainnya.

Bukan hanya itu, Kartu Tani pun tidak lepas dari kritikan banyak pihak. Katanya, alih-alih memudahkan petani, kartu ini justru menyulitkan mereka mendapatkan pupuk.

Liputan6.com merangkum poin-poin dari problematika penyaluran pupuk bersubsidi ini, mulai dari kritik yang dilayangkan Presiden Jokowi hingga pembelaan dari Kementan. Simak selengkapnya:

1. Kementan Naikkan HET Pupuk Bersubsidi

Kementerian Pertanian (Kementan) menerbitkan Permentan Nomor 49 Tahun 2020 tentang pedoman Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021.

Dalam Permentan tersebut, disebutkan harga pupuk urea yang semula Rp 1.800 per kg, naik Rp 450 menjadi Rp 2.250 per kg. Lalu pupuk SP-36 dari HET Rp 2.000 per kg naik Rp 400 sehingga menjadi Rp 2.400 per kg.

2. Kritik Jokowi

Sayangnya, naiknya HET ini langsung mendapat kritik dari Presiden Jokowi. Dirinya mempertanyakan efektivitas program penyaluran pupuk bersubsidi dengan anggaran jumbo hingga Rp 33 triliun per tahun.

"Setahun berapa subsidi pupuk? Rp 33 triliun, kembaliannya apa? Apakah produksi melompat naik?" tanya Jokowi saat membuka rapat kerja nasional pembangunan pertanian di Istana Negara, Jakarta, pada Senin 11 Januari 2021.

Menurut Jokowi, dana yang digelontorkan oleh negara untuk program subsidi pupuk setiap tahun ini tidak kecil. Ia menghitung jika dana tersebut diakumulasikan dalam 10 tahun maka pengeluaran negara tergolong sangat besar.

Dirinya meminta agar pelaksanaan penyaluran pupuk bersubsidi dievaluasi.

"Kalau 10 tahun sudah Rp 330 triliun, angka itu besar sekali artinya tolong ini dievaluasi ini ada yang salah, saya sudah berkali-kali meminta ini," jelas Jokowi.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

3. Kritik DPR

Sebelum Jokowi, Komisi IV DPR juga sudah memberi kritik keras soal penyaluran pupuk bersubsidi ini di dalam beberapa Rapat Dengar Pendapat (RDP). Isinya sama, mempersoalkan penyaluran pupuk yang tidak efektif, menyampaikan keluhan para petani yang mengalami kekurangan pupuk hingga sulitnya menggunakan Kartu Tani di daerah yang susah sinyal.

"Komisi IV masih melihat adanya persoalan untuk Kartu Tani. Jangankan bicara wifi, kartu itu kan pakai wifi, Pak Sarwo Edhy (Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan) ingat nggak, di dekat Pelabuhan Bakauheni, sinyal HP ada nggak? Nggak ada kan, itu pelabuhan terbesar di Indonesia dan mungkin tersibuk di dunia. Begitu keluar pelabuhan nggak ada sinyal," ujar Sudin, pada Senin 19 Januari 2021.

Jangankan di luar pulau Jawa. Sudin melanjutkan, bahkan terkadang beberapa wilayah di pulau Jawa masih mengalami susah sinyal. Padahal, pada Januari 2020, pulau Jawa diusulkan menjadi pilot project Kartu Tani karena dinilai memiliki infrastruktur teknologi yang memadai.

"Ini jadi menimbulkan pertanyaan, sejauh mana tingkat keberhasilan Kartu Tani?" tanya Sudin.

4. Pembelaan Kementan

Kendati, Kementan tampaknya memiliki perhitungan tersendiri terkait anggaran subsidi pupuk yang tinggi tersebut. Pihak instansi pun sempat menolak asumsi adanya kenaikan harga pupuk.

Direktur Pupuk dan Pestisida Kementan Muhammad Hatta menyatakan, justru harga pupuk itu tidak pernah naik sejak tahun 2012. Padahal menurutnya, harga barang pasti akan bertambah terus karena ada inflasi, kenaikan bahan bakar, kenaikan harga bahan baku, biaya transportasi, dan faktor lainnya.

Namun demikian, menurut perhitungannya, pemerintah memang perlu membuat anggaran besar terkait subsidi pupuk. Ini lantaran kebutuhan akan pupuk dari berbagai daerah di Indonesia yang memang tinggi.

"Kalau dilihat dari pengajuan daerah, total kebutuhan pupuk di Indonesia mencapai 23 juta ton per tahun. Tentu tidak mungkin semua bisa dipenuhi dengan anggaran terbatas," jelas Hatta.

 

3 dari 3 halaman

5. Komitmen Kementan

Lebih lanjut, Hatta menegaskan, alokasi pupuk bersubsidi tahun anggaran 2021 sebanyak 9 juta ton akan disalurkan melalui sistem e-RDKK. Hal itu dilakukan agar penerima subsidi betul-betul tepat sasaran. Dengan demikian, dari komitmen tersebut tidak ada kelangkaan pupuk.

"Tapi memang jatah penerima subsidi terbatas dan penerima subsidi ada syarat-syaratnya. Tetapi memang jatahnya terbatas dan ada aturan yang harus dipenuhi. Bila ada yang merasa kekurangan, kemungkinannya petani tersebut tidak terdaftar di e-RDKK atau jatah pupuk subsidinya memang sudah habis," tuturnya.

Penyusunan e-RDKK ini bersumber dari kelompok tani dan melalui sejumlah tahapan verifikasi sebelum ditentukan sebagai data penerima pupuk subsidi. Oleh karena itu, ia meminta petani agar memastikan sudah tergabung dalam kelompok tani dan terdaftar di e-RDKK untuk dapat pupuk bersubsidi.

"Jika di lapangan kami temukan kios yang mencoba menyulitkan petani dalam penebusan, maka kami tidak segan-segan akan mencabut izinnya," tegas Hatta.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.