Sukses

Konsumsi Rumah Tangga Jadi Pendorong Pertumbuhan Kredit Perbankan

Secara umum terbukti bahwa pertumbuhan kredit tidak hanya dipengaruhi oleh suku bunga.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso mengungkapkan, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia diikuti oleh industri perbankan dengan menurunkan suku bunga pinjaman. Namun ternyata penurunan suku bunga pinjaman atau kredit ini tidak berbanding lurus dengan kenaikan penyaluran kredit. 

Hal yang sama juga terjadi dengan suku bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pemangkasan bunga KUR ternyata tidak mendorong peningkatan pinjaman. Ketika suku bunga KUR pada 2015 dan 2016 menurun signifikan, pertumbuhan pinjaman justru menurun sampai di bawah 10 persen.

Menurut Sunarso, secara umum terbukti bahwa pertumbuhan kredit tidak hanya dipengaruhi oleh suku bunga. Namun ada hal lain yang mempengaruhi peningkatan penyaluran kredit. Hal lain tersebut misalnya konsumsi dan daya beli masyarakat.

"Secara umum terbukti bahwa pertumbuhan kredit dipengaruhi secara signifikan oleh variabel konsumsi rumah tangga, daya beli masyarakat, suku bunga, NPL, dan penjualan eceran," kata Sunarso pada Kamis (7/1/2020).

Sunarso menilai variabel yang paling sensitif atau dengan elastisitas paling tinggi untuk pertumbuhan kredit adalah konsumsi rumah tangga dan daya beli masyarakat.

Ia pun menjelaskan bahwa pertumbuhan kredit perlu dibebankan secara proporsional. Bank Himbara telah mendominasi pangsa pasar baik aset, pinjaman dan simpanan bank umum di Indonesia.

Namun, bank-bank Himbara bukan pemilik Cost of Funds (COF) terendah dan memiliki keterbatasan sebagai pemimpin harga kredit.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pertumbuhan Kredit Diprediksi Belum Bisa Lari Kencang di 2021, Seberapa Besar?

Sebelumnya, pemulihan kredit pada tahun depan diprediksi masih cukup berat. Menilik kondisi kredit saat pandemi covid-19 berlangsung, prediksinya pertumbuhan kredit tahun depan sebesar 6 persen hingga 7 persen.
 
Angka ini lebih rendah dibandingkan kondisi normal pada tahun-tahun sebelumnya yang bisa tumbuh 7 persen hingga 8 persen.
 
“Mungkin tidak terlalu besar, tapi sekitar 6-7 persen kemungkinan bisa tercapai (di 2021),” kata Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2021, Selasa (22/12/2020).
 
Khusus di 2020 ini, pertumbuhan kredit diramal masih berada pada kisaran 3 persen. “Kita perkirakan pada akhir tahun ini yang ini mencapai 2 sampai 3 persen untuk perkreditannya, kelihatannya sangat berat,” jelas dia. 
  
Sementara, Dana Pihak Ketiga (DPK) diperkirakan masih tumbuh di atas 1 persen. Dengan prediksi besaran sekitar 11-12 persen. Selain itu, fundraising dari pasar modal bisa mencapai Rp 180 triliun.
 
“Kami agak optimis di pasar modal rising-fund mencapai Rp 150 triliun-Rp 180 triliun. Karena kita sudah bisa identifikasi kira-kira beberapa perusahaan yang akan memasuki pasar modal ini untuk pipeline sudah ada,” jelas dia.
 
Namun, prediksi tersebut dengan catatan tidak ada situasi tak terduga, seperti second wave dan lainnya. “Mudah-mudahan tidak ada second-wave, third-wave dan surprise-surprise lain,” tutur dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.