Sukses

Pemerintah Alokasikan 300 Hektare Kawasan Industri Batang untuk Industri Obat

Pemerintah akan menyediakan infrastruktur dasar untuk industri obat seperti pengelolaan limbah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) bersama dengan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyiapkan lahan sebesar 200 hektare (ha) hingga 300 ha dari kawasan industri Batang untuk memproduksi obat atau perusahaan farmasi.

Langkah ini dilakukan setelah menimbang potensi bahan baku industri obat-obatan yang melimpah di dalam negeri. Namun sampai saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal.

“Kami dengan tim dari Kementerian BUMN sudah mendorong nanti mungkin ada 200 sampai 300 hektare kawasan industri Batang untuk industri obat,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto, dalam webinar Dialog Nasional - Urgensi Ketahanan Sektor Kesehatan, Senin (21/12/2020).

Seto, panggilan akrabnya, menjelaskan, nantinya pemerintah akan menyediakan infrastruktur dasar seperti pengelolaan limbah. Sehingga investor atau pengusaha hanya perlu membangun pabrik saja. Dengan begitu, diharapkan ini menjadi daya tarik tersendiri bagi investor.

“Nanti basic infrastructure untuk pengolahan limbah akan diinvestasikan oleh pemerintah. Jadi mereka tidak perlu investasi untuk pengolahan limbah,” kata Seto.

Sebagai contoh, Seto menyebutkan sejumlah negara seperti India dan China yang sempat memiliki persoalan terkait limbah industri obat-obatan. Kemudian seiring waktu berjalan, negara-negara tersebut melakukan penyesuaian.

Belajar dari situ, maka pemerintah Indonesia berinisiatif untuk menyediakan infrastruktur pengolahan limbah untuk memitigasi dampak dari sisi lingkungan.

“Kita lihat disini ada caranya, yaitu dengan government invest untuk di common share infrastructure-nya. Sehingga nanti pengusaha-pengusahanya tinggal bangun pabriknya aja,” jelas Seto.

Dari 200 ha hingga 300 ha tersebut, Seto memperkirakan akan ada 10 hingga 15 perusahaan yang dapat didirikan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Menristek Sebut Industri Obat Lokal Tak Berkembang karena Dokter Terbiasa Pakai Impor

Sebelumnya, Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro menyatakan bahwa minimnya pemanfaatan Obat Modern Asli Indonesia (OMAI) di industri kesehatan dalam negeri. Hal ini tak lepas dari keputusan dokter yang masih enggan memanfaatkan OMAI dalam upaya menyembuhkan penyakit pasien.

"Misal penyakit ginjal, dokter terbiasa pakai obat ginjal yang impor, maka kita harus punya strategi dokter mulai beralih ke fitofarmaka. Ini problem terbesar. Karena pemakainya dalam hal ini dokter belum berani atau belum terbiasa ke pasien," ujar dia dalam webinar bertajuk Pengembangan OMAI untuk Kemandirian Obat Nasional, Jumat (6/11/2020).

Bambang melanjutkan, pernyataan itu berdasarkan dari berbagi sumber penelitian dan temuan yang ada di lapangan. Dimana dokter dinilai memegang peranan penting untuk pengadaan dan pemanfaatan obat di berbagai fasilitas layanan kesehatan.

"Ternyata yang pengadaan (obat) tak bisa hanya direksi atau pimpinan rumah sakit. Tetapi yang bisa menentukan ialah dokter," paparnya.

Padahal, sambung Bambang, Indonesia memiliki biodiversitas alam yang kaya, kedua di dunia setelah Brazil. Sehingga kehadiran OMAI dapat menjadi solusi guna menjadikan Indonesia lebih mandiri dalam memproduksi obat.

"Karena selama ini bahan baku obat di Indonesia masih impor hingga 90 sampai 95 persen. Ini pemborosan devisa negara," terangnya.

3 dari 3 halaman

Ajak Perhimpunan Dokter

Oleh karena itu, dia meminta kerja sama seluruh jajaran Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI) juga dr Hardhi Pranata selaku pendiri PDHMI, untuk bersama-sama mengajak para dokter agar mau beralih menggunakan obat herbal berstandar, yakni OMAI. Sehingga mendorong peningkatan pemanfaatan OMAI di industri kesehatan domestik.

"Karena kuncinya ada di profesi dokter. Direktur rumah sakit sekedar bantu pengadaan. Tapi obat yang mau dipilih semua di tangan dokter. Karena itu dokter harus kampanye lebih agar dokter mau keberpihakan akan OMAI," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.