Sukses

Transisi Energi jadi Kunci Perubahan Peradaban Manusia

Keberadaan energi sangat menentukan dan bisa mengubah peradaban.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Budi Sadikin mengatakan keberadaan energi sangat menentukan dan bisa mengubah peradaban. Pada tahun 1800-an menjadi masa terjadinya transisi energi untuk pertama kalinya.

Kala itu para ilmuwan mengubah energi primer menjadi alat penggerak. Masih di masa yang sama, James Watt menjadi orang yang pertama kali mampu mengubah energi primer menjadi listrik.

"Dua peristiwa itu mengubah peradaban manusia," kata Budi dalam Global Energy Transitions and The Implications For Indonesia, Jakarta, Rabu, (9/12).

Transisi energi yang terjadi kala itu membuat perubahan di industri transportasi. Orang di zaman itu mulai meninggalkan penggunaan kereta kuda dan beralih menggunakan kereta api.

Industri properti pun ikut berubah. Kehadiran listrik membuat manusia di zamannya bisa menciptakan tatanan hidup baru. Di siang hari mereka bekerja dan beristirahat di malam hari. Menggunakan penghangat ruangan bagi negara dengan 4 musim dan pendingin ruangan bagi negara tropis.

"Ini mengubah cara dunia beroperasi (beraktivitas). Eropa menjadi kawasan terkemuka karena terjadi perubahan besar-besaran setelah transisi energi," tutur Budi.

Dia melanjutkan, transisi energi memang melahirkan pemenang sekaligus pecundang. Pemenang adalah mereka yang bisa berubah dan menyesuaikan diri. Sementara negara pecundang adalah mereka yang tak bisa beradaptasi dengan kehadiran energi. Terjadinya transisi energi ini pun memunculkan istilah negara terbelakang dan negara adidaya.

"Ada negara yang langsung terbelakang dan ada negara yang jadi negara adidaya," kata dia.

Kini, lanjut Budi, transisi energi kembali terjadi. Sayangnya transisi energi ini terjadi bukan murni karena lahirnya inovasi. Sebaliknya, transisi energi saat ini lahir dari desakan keadaan.

Orang-orang di seluruh dunia percaya, bila suhu bumi naik 2 persen lagi akan berdampak buruk. Bencana global diyakini akan datang dan membuat semua orang punah. Tekanan besar ini pun mendorong perubahan konsumsi energi.

"Jadi perubahan ini tidak digagas dengan transisi baru tapi transisi ini dimulai dengan adanya pilihan konsumen dan dorongannya menjadi semakin kuat di seluruh dunia," kata dia.

Untuk itu dia berharap Indonesia bisa beradaptasi dengan keadaan. Memanfaatkan peluang yang ada untuk menjadi pemenang di masa transisi energi.

"Mudah-mudahan Indonesia jadi salah satu pemenang, karena ini akan mengubah peradaban. Energi ini sangat penting bagi manusia," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gegara Pandemi Covid-19, Kebutuhan Energi Turun 16 Persen di 2020

Pandemi Covid-19 menjadi salah satu hal yang mempengaruhi lanskap energi di Indonesia. Gegara supply dan demand yang terganggu, maka kebutuhan akan energi juga terdampak.

Hasil penelitian Pertamina Energy Institute (PEI) menyebutkan, kebutuhan energi di Indonesia menurun 16 persen pada 2020 imbas adanya pandemi Covid-19.

"Dan pada jangka panjang, penurunannya akan mencapai 3 persen. Kebutuhan energi primer terus meningkat dengan pertumbuhan sekitar 3 persen per tahun," jelas Vice President Pertamina Energi Institute Hery Haerudin dalam Pertamina Energy Webinar 2020, Selasa (8/12/2020).

Heru melanjutkan, pemulihan kebutuhan energi tercepat diproyeksi akan terjadi pada tahun 2022. Eenergi terbarukan menjadi energi primer dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi dengan porsi mencapai 29 persen di skenario Market Driven (MD) dan 47 persen di skenario Green Transition (GT) tahun 2020.

Pemanfaatan gas juga mengalami peningkatan dengan porsi relatif stabil. Di sisi lain, penggunaan batubara dan minyak mengalami penurunan karena transisi energi.

Untuk mencapai penurunan emisi sesuai skenario, diperlukan energi terbarukan paling sedikit 16 persen pada tahun 2030, yang didukung oleh disrupsi energi lainnya seperti EV battery, biofuel dan peningkatan pemanfaatan gas.

"Ini sudah cukup mencapai target penurunan emeisi 2030, meskipun begitu tetap memerlukan dukungan lain seperti pertumbuhan kendaraan listrik, bio fuel dan gas alam," jelas Heru.

3 dari 3 halaman

Infografis SKK MIgas

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.