Sukses

Punya Bonus Demografi, Pembangunan Tenaga Kerja Konstruksi jadi Prioritas

Pembangunan SDM khususnya tenaga kerja konstruksi menjadi bertambah urgensinya karena Indonesia menyongsong bonus demografi 2045.

Liputan6.com, Jakarta - Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu prioritas Pemerintah yang dapat menjadi pendorong laju pertumbuhan ekonomi, baik lokal, regional, maupun nasional.

Pembangunan infrastruktur harus dilaksanakan secara merata untuk bisa memberikan rasa keadilan dan memberikan dampak yang signifikan bagi kesejahteraan masyarakat dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai ke Pulau Rote.

Menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia terlebih lagi di masa pandemi, salah satunya dapat dilakukan melalui percepatan pembangunan infrastruktur.

Hal ini dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia agar rata-rata mencapai 6 persen-6,4 persen sampai dengan 2045. Sehingga pada akhirnya mewujudkan Indonesia menjadi negara maju di tahun 2045.

Direktur Kompetensi dan Produktivitas Konstruksi Ditjen Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nanang Handono Prasetyo mengatakan untuk menghasilkan kualitas infrastruktur yang baik, maka diperlukan ketersediaan tenaga kerja konstruksi yang andal dan memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengamanatkan bahwa setiap tenaga kerja yang bekerja di sektor konstruksi wajib memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebagaimana diatur pada Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2).

Selain membangun kualitas, lanjut Nanang, kuantitas juga menjadi persolan karena data yang ada menunjukan adanya GAP tenaga kerja konstruksi yang belum bersertifikat. Saat ini jumlah Tenaga Kerja Konstruksi yang sudah memiliki Sertifikat Kompetensi Kerja sebanyak 641.595 (7.54  persen) (LPJK, November 2020) dari jumlah lebih kurang 8,5 juta Tenaga Kerja Konstruksi Indonesia (BPS, 2019).

Pembangunan SDM khususnya tenaga kerja konstruksi menjadi bertambah urgensinya karena Indonesia menyongsong bonus demografi 2045. Untuk menghadapi bonus demografi tersebut kita harus berbenah dan bersiap diri dari mulai sekarang.

“Kita mengharapkan, proporsi demografi semestinya terbanyak diisi oleh lulusan Pendidikan menengah keatas yang memiliki kualifikasi untuk bekerja dan berkontribusi di tengah masyarakat. Harapan ini sejalan dengan Program Prioritas Presiden Republik Indonesia pada periode 2019-2024 yaitu Upaya Untuk Meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang Berkualitas dan Berdaya Saing,” ujar Nanang.

Untuk mewujudkan arahan Presiden tersebut, maka seluruh stakeholder bahu membahu menyusun program ataupun kebijkan-kebijakan tidak terkecuali Kementerian Pekerjaan Umum & Perumahan Rakyat selaku pemangku kebijakan dalam sektor konstruksi termasuk pembinaan tenaga kerja konstruksi.

Dukungan itu kemudian dituangkan dalam berbagai kebijakan dan upaya strategis dari Direktorat kompetensi & Produktivitas Konstruksi yang memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan perumusan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan penerapan dan pengawasan dibidang kompetensi dan produktivitas tenaga kerja konstruksi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terobosan

Salah satu terobosan yang dibuat untuk mempercepat pembinaan kompetensi tenaga kerja konstruksi adalah dengan dikeluarkannya Surat Edaran Dirjen Bina Konstruksi No.129/SE/Dk/2020 Tentang Pemberian Kompetensi Tambahan Dan Sertifikasi Kompetensi Bagi Lulusan Dan Calon Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (Smk), Politeknik Dan /Atau Perguruan Tinggi Bidang Konstruksi.

Surat Edaran No.129/SE/Dk/2020 ini dikeluarkan karena pada Tahun 2019 jumlah potensi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Politeknik dan Perguruan Tinggi sebanyak 48.559 peserta didik dan menurut (BPS, 2019) jumlah pengangguran dari tingkat pendidikan untuk SMK sebanyak 8,3 persen, Diploma I/II/III sebanyak 6,9 persen dan Sarjana sebanyak 6,2 persen.

Salah satu penyebab utamanya adalah ketidakselarasan kompetensi yang dimiliki lulusan SMK, Politeknik dan/ atau Perguruan Tinggi dengan kebutuhan industri (BPS, 2019).

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dikeluarkannya peraturan ini menjadi wujud upaya agar SDM Konstruksi Indonesia memiliki kompetensi yang selaras dengan kebutuhan industri konstruksi dan memenuhi ketentuan tenaga kerja konstruksi yang memiliki sertifikat kompetensi.

Tentunya pada pelaksanaannya diperlukan kerjasama dan dukungan dari seluruh stakeholder terkait, agar setiap kebijakan dapat di implementasikan dengan baik dan bisa mendapatkan hasil yang maksimal.

Kerjasama yang baik akan meningkatkan kinerja pembinaan konstruksi nasional untuk meraih mimpi Indonesia 2045 sebagai Negara yang maju, berdaulat, adil dan makmur melalui pembangunan Infrastruktur yang merata di seluruh tanah air.

3 dari 3 halaman

Infografis Protokol Kesehatan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.