Sukses

Sekda NTB: Banyak Penolakan UU Cipta Kerja Karena Keterbatasan Informasi

UU Cipta Kerja banyak ditolak lantaran keterbatasan informasi masyarakat terkait substansi dari regulasi baru tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu terakhir, tidak sedikit aksi unjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Aksi demonstrasi itu kata Sekretaris Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Gita Ariadi dilakukan berbagai aliansi dari kelompok mahasiswa, kelompok Cipayung dan sebagainya.

"Hari-hari ini kami menerima demo dari rekan-rekan dengan berbagai aliansi, kelompok BEM mahasiswa, kelompok Cipayung dan sebagainya yang memberikan atensi tentang Undang-Undang Cipta Kerja yang hari ini kita sosialisasikan," kata Lalu dalam sambutannya di acara Serap Aspirasi Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Pertanian, Kelautan & Perikanan, Lombok, NTB, Senin (7/12).

Lalu berharap forum ini juga diikuti oleh para kelompok yang menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja. Sehingga bisa mendapatkan penjelasan secara komprehensif terkait rencana implementasi undang-undang sapujagat tersebut.

"Dengan kehadiran ibu dan para narasumber bisa menjadi dialog secara intens apa yang tertuang yang bisa jadi belum dipahami substansinya secara mendalam, terbawa suasana emosional," tutur dia.

Dia melanjutkan, UU Cipta Kerja banyak ditolak lantaran keterbatasan informasi masyarakat terkait substansi dari regulasi baru tersebut. Terbukti dari pertemuan dengan para pakar yang diuraikan tentang makna substantif. Dari penjelasan tersebut audiens bisa memahami dan memberikan dukungan kepada.

"Tentu dibalik penyusunannya terkandung hal yang positif, karena keterbatasan informasi atau kendala teknis tidak terinformasikan secara utuh dan menghasilkan reaksi berlebihan," tutur dia.

Selain mendapatkan penjelasan secara komprehensif, dalam forum ini juga diharapkan terjadi ruang dialog dari para audiens kepada pemerintah pusat. Sebab saat ini pemerintah yang tengah menyusup Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang menjadi kepanjangan dari UU Cipta Kerja.

Secara khusus, Pemerintah Provinsi NTB telah mengajukan beberapa usulan kepada pemerintah pusat. Salah satunya terkait kasus ekspor benih lobster (benur) yang belakangan banyak menjadi sorotan.

"Yang jadi harapan daerah dalam tata niaga lobster ini agar dapat kemanfaatan yang begitu besar terikat perikanan dan pertanian lainnya," kata dia.

Lewat undang-undang ini juga diharapkan menjadi kesempatan investor untuk menanambkan modalnya di NTB. Kemudian para investor membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat.

"Bagaiman Undang-Undang Cipta Kerja ini bisa memberi kesempatan kepada investor untuk berinvestasi dan membuka lapangan kerja. Ini benar-benar kita selesaikan dan bisa keluar dari belenggu," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Aturan Berbasis Risiko di UU Cipta Kerja Pangkas Proses Perizinan Berusaha

Menindaklanjuti pengesahan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaan berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (RPerpres).

Dalam proses penyusunan ini, Pemerintah pun membentuk tim independen yang akan berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan terkait.

“Kami sangat berharap acara ini menjadi sarana yang efektif untuk tukar pendapat, menyampaikan masukan, dan memperoleh tanggapan dari bapak dan ibu semua guna penyempurnaan RPP,” tutur Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha Badan Usaha Milik Negara, Riset, dan InovasiKemenko Perekonomian, Montty Girianna saat menyampaikan keynote speech dalam kegiatan Serap Aspirasi UU Cipta Kerja dikutip Minggu (6/12/2020).

Menggenapi rencana kegiatan Serap Aspirasi UU Cipta Kerja di 14 kota di Indonesia, kegiatan serupa di Kota Pontianak menyasar sektor Perizinan Berusaha Berbasis Resiko dan Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).

“Sektor Perizinan Berusaha Berbasis Resiko, pada UU Cipta Kerja memperkenalkan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha, yakni mengubah pendekatan aturan berbasis izin atau license based menjadi aturan berbasis risiko atau Risk Based Approach (RBA),” ujar Deputi Montty.

Perizinan berusaha, lanjut Montty, hanya diterapkan kepada kegiatan usaha yang berisiko tinggi, baik dilihat dari segi kesehatan, keselamatan, lingkungan, maupun kepentingan umum. Menurutnya, implementasi perizinan berusaha di lapangan cukup bervariasi dan pengawasan terhadap kegiatan usahanya tidak optimal dilaksanakan.

“Hal-hal tersebut melatarbelakangi disusunnya perizinan berusaha berbasis risiko. Hal ini juga sesuaidengan arahan Presiden Joko Widodo mengenai pangkas perizinan berusaha, sederhanakan prosedur perizinan, serta penerapan standar usaha dan perlakuan khusus untuk Usaha Mikro dan Kecil (UMK),” terangnya.

Mengenai LHK, UU yang disempurnakan ialah UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU 41/1999 tentang Kehutanan, dan UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Tiga RPP tengah disusun yakni tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, tata kelola kehutanan, dan tata cara pengenaan sanksi administratif dan PNBP atas kegiatan usaha yang telah dibangun di dalam kawasan hutan. 

3 dari 3 halaman

Infografis Menanti Sosialisasi Naskah UU Cipta Kerja

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.