Sukses

Kasus Covid-19 Terus Naik, Ini Dampaknya jika PSBB Ketat Kembali Diterapkan

Pemerintah bisa saja kembali ambil kendali untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Senior Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, turut khawatir akan pertumbuhan angka positif Covid-19 di Indonesia. Menurutnya, pemerintah mungkin saja kembali ambil kendali untuk melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Kalau dilihat kebijakan rem darurat yang lalu, pemda bisa mengambil kebijakan itu (PSBB) ketika kondisinya sudah sangat buruk. Jadi menurut saya mungkin saja," kata Piter kepada Liputan6.com, Jumat (4/12/2020).

Piter mengatakan, penanggulangan pandemi virus corona memang harus didahulukan ketimbang kegiatan ekonomi. Tetapi, sejauh ini ia melihat pemerintah pusat dan daerah belum maksimal dalam meningkatkan kedisiplinan masyarakat untuk pencegahan penularan Covid-19.

"Seharusnya ini yang didahulukan ketimbang pengetatan PSBB," imbuh Piter.

Namun, ia meyakini bahwa pemerintah akan tetap berusaha keras untuk menyelaraskan kebijakan pencegahan penyebaran Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

"Saya yakin kondisinya tidak akan memburuk. Jadi tidak akan ada pengetatan PSBB," ujar Piter.

Sebab, jika pengetatan PSBB kembali dilakukan, ia menilai bahwa ekonomi nasional akan kembali terpuruk. Bahkan lebih buruk daripada pembatasan sosial sebelumnya.

"Dampaknya bisa lebih buruk karena saat ini dunia usaha sudah disisa kemampuannya untuk bertahan. Saya meyakini pemerintah akan berusaha mencegah tidak dilakukan pengetatan PSBB," pungkasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PSBB Dilonggarkan, PMI Manufaktur Indonesia Tembus Level Ekspansif

Industri manufaktur di tanah air terus menunjukkan geliat yang positif jelang akhir tahun 2020. Hal ini terlihat dari hasil Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan November yang menembus level 50,6 atau naik hampir tiga poin dibanding capaian pada Oktober di angka 47,8.

"Ini merupakan kabar gembira dari sektor industri, kenaikan PMI merupakan indikasi ekonomi, khususnya sektor industri, mulai berekspansi menjelang akhir tahun dengan indeks di atas 50," kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Rabu (2/12/2020).

Sigit mengatakan, melonjaknya PMI manufaktur Indonesia pada bulan ke-11 ini didorong oleh peningkatan produksi karena pesanan bertambah signfikan selama tiga bulan terakhir. Di samping itu, kinerja gemilang didukung dengan kebijakan pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Jakarta pada pertengahan bulan Oktober.

"Artinya, pembukaan kembali jalur produksi dapat memacu penjualan dan volume output," imbuh dia.

Untuk itu, Kemenperin mengapresiasi sektor manufaktur dalam negeri yang menunjukkan keuletan dan mampu memanfaatkan peluang rebound dengan dukungan pemerintah.

"Kami berupaya mempertahankan posisi ekspansi, bahkan meningkatkan angkanya di tahun depan seiring dengan program vaksinasi dari pemerintah," ujarnya.

Selain itu, Kemenperin juga akan terus mendorong pelaksanaan kebijakan strategis untuk mendukung pemulihan industri nasional, sekaligus mewujudkan sektor industri yang maju dan berdaya saing. Salah satunya adalah program substitusi impor 35 persen pada tahun 2022.

"Saat ini kondisi sektor industri perlu pendalaman struktur serta perlu kemandirian bahan baku dan produksi, sehingga program ini kami prioritaskan pelaksanaannya. Substitusi impor juga diharapkan mampu memperbaiki persoalan lain seperti regulasi dan insentif yang belum mendukung sektor industri serta belum optimalnya penerapan program P3DN," ucap dia mengakhiri.

3 dari 3 halaman

Infografis Transportasi Publik Jakarta saat PSBB Transisi

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.