Sukses

Rasio Kewirausahaan Indonesia Tertinggal dari Malaysia dan Thailand

Rasio kewirausahaan di Indonesia masih relatif rendah yaitu baru sekitar 3,47 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki mengakui jika rasio kewirausahaan Indonesia masih tertinggal dari sejumlah negara utama di kawasan Asia Tenggara. Dia mencatat, per November 2020, tingkat rasio kewirausahaan di tanah air baru mencapai sekitar 3,47 persen.

"Rasio kewirausahaan di Indonesia masih relatif rendah, baru sekitar 3,47 persen. Angka ini masih di bawah Singapura yang sudah mencapai 8,76 persen, Malaysia dan Thailand yang juga mendekati angka 5 persen. Sudah di atas kita," paparnya dalam webinar UMKM Go Digital: From Local to Global Champion, Kamis (26/11).

Padahal, menurut Teten, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju setidaknya tingkat rasio kewirausahaan harus berada di angka minimal 10 persen.

"Seperti beberapa ahli menyebutkan bahwa suatu negara disebutkan maju apabila rasio wirausaha berkisar 10 sampai 14 persen," jelas dia.

Oleh karena itu, pihaknya meminta generasi muda untuk berani berwirausaha. Mengingat kaum milenial ini dinilai memiliki kreativitas dan inovasi lebih tinggi dari pada generasi sebelumnya.

"Apalagi generasi muda juga mempunyai kelebihan ketrampilan. Misalnya memiliki akses jaringan internet dan mampu mengoperasikan aplikasi digital," terangnya.

Selain itu, pihaknya juga menggandeng kalangan akademisi untuk menjadikan universitas sebagai inkubator bisnis. Alhasil kampus diyakini mampu melahirkan banyak wirausaha baru yang kompetitif di berbagai daerah.

"Karena bisnis dari kampus ini bisa memunculkan startup berbasis teknologi yang memiliki keunggulan kompetitif di setiap daerah masing-masing," tambahnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kepala BKPM: UU Cipta Kerja jadi Momentum bagi Mahasiswa Berwirausaha

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) akan ramah bagi UMKM. Menyusul adanya sederet manfaat yang ditawarkan UU Cipta Kerja bagi pengembangan UMKM.

Dikatakan bahlil, manfaat pertama atas implementasi UU Cipta Kerja adalah kemudahan perizinan untuk mendirikan usaha, termasuk UMKM. Dimana cukup melalui pengurusan Nomor Induk Berusaha (NIB).

"Sehingga tidak perlu lagi muter-muter ngurus izin, kini cukup NIB. Jadi, kalau adik-adik mahasiswa ingin wirausaha atau mendirikan UMKM ini momentumnya di UU Cipta Kerja," ujar dia dalam webinar, Senin (23/11).

Kedua, biaya proses pendirian usaha lebih hemat. Mengingat segala proses perizinan bisa dilakukan secara virtual melalui Online Single Submission (OSS).

"Dulu itu untuk mengurus izin usaha saja sudah keluar Rp7 juta lebih, sedangkan modal dari UMKM hanya berkisar Rp5 juta. Namun kini bisa lewat OSS, sehingga biaya lebih hemat," paparnya.

Ketiga, UU yang masih menuai polemik ini juga akan mewajibkan perusahaan besar untuk bermitra dengan UMKM. Sehingga diyakini akan melindungi kelangsungan bisnis UMKM domestik.

"Lewat UU Cipta Kerja perusahaan besar juga wajib bermitra dengan UMKM. Sehingga akan menciptakan pola kerjasama usaha antara perusahaan besar dengan UMKM agar menjaga bisnisnya," paparnya.

Terakhir atau manfaat keempat, UU Cipta Kerja menawarkan kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM dengan penghapusan ketentuan syarat agunan. Mengingat selama ini akses UMKM kepada perbankan masih rendah.

"Total kredit nasional Rp6.000 triliun. Tapi untuk penyaluran ke UMKM tidak lebih 18,9 persen atau setara Rp1.200 triliun, itulah kenapa UMKM belum mendapatkan hasil baik. Maka dengan UU Cipta Kerja negara hadir untuk berikan ekosistem lebih baik," tukasnya. 

3 dari 3 halaman

Infografis Protokol Kesehatan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.