Sukses

Penerimaan Perpajakan Terkontraksi 15,6 Persen hingga Oktober 2020

Kemenkeu mencatat realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Oktober 2020 mencapai Rp 991 triliun.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat realisasi penerimaan perpajakan sampai dengan Oktober 2020 mencapai Rp 991 triliun. Jumlah itu terdiri dari penerimaan pajak sebesar Rp 826,9 triliun dan kepabeanan cukai mencapai Rp 164,0 triliun.

"Penerimaan pajak meskipun keadaannya cukup sulit kita akan tetap mencoba menjaga penerimaan. Realisasi sampai Oktober Rp 991 triliun atau 70,6 persen dari target kita," kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani, dalam APBN Kita, di Jakarta, Senin (23/11/2020).

Bendahara Negara itu menyadari, peneriman perpajakan pada Oktober 2020 terkontraksi sebesar 15,6 persen jika dibandingkan posisi sama pada tahun sebelumnya. Di mana realisasi perpajakan pada Oktober 2019 tercatat sebesar RP1,173,9 triliun.

"Ini artinya penerimaan pajak kita 15,0 persen lebih rendah dibanding tahun lalu. Berbagai jenis pajak mengalami tekanan karena adanya pemanfaatan insentif perpajakan seluruh perekonomian baik pajak karyawan, PPh dan PPN," ujarnya.

Dia mencatat, untuk PPh migas hanya tercatat sebesar Rp 26,4 triliun. Realisasi ini lebih rendah atau mengalami penurunan sebesar Rp46,5 persen dibandingkan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 74,4 triliun.

Sementara PPh non migas, terhitung menyumbang Rp 450,7 triliun, atau terkontraksi 19 persen dari periode sama tahun lalu. Kemudian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercatat Rp 329 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan Rp13,4 triliun, dan pajak lainnya mencapai Rp5,0 triliun.

Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ada Pandemi Covid-19, Sri Mulyani Pesimistis Penerimaan Pajak 2020 Capai Target

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui penerimaan negara tahun ini begitu seret akibat dampak pandemi Covid-19. Bahkan, target penerimaan pajak tahun 2020 sebesar Rp1.404,5 triliun berisiko tidak tercapai.

"Dari sisi pendapatan negara, kita hadapi tekanan luar biasa, sehingga pendapatan negara tahun ini hanya Rp 1.699 triliun. Penerimaan pajak juga hanya 1405 triliun. Dan penerimaan pajak juga target hanya sebesar Rp1.404,5 triliun ini pun masih ada risiko tidak tercapai," ujar Sri Mulyani dalam webinar bertajuk "Serap Aspirasi Implementasi Undang-Undang Cipta Kerja Sektor Perpajakan", Kamis (19/11).

Bendahara negara mengatakan, seretnya penerimaan pajak pada tahun ini akibat terganggunya aktivitas ekonomi korporasi maupun masyarakat selama pandemi berlangsung. "Karenanya ternyata kondisi dari korporasi maupun masyarakat betul-betul tertekan," imbuh dia.

Oleh karena itu, pihaknya sengaja melebarkan defisit anggaran sebesar 0,2 persen dalam postur sementara Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 menjadi 5,7 persen. Langkah penyesuaian ini guna menutupi pembiayaan berbagai program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

"Jadi, belanja sangat besar pada APBN 2021 yang merupakan bagian dari penerusan langkah-langkah untuk perlindungan sosial dan bantu masyarakat dalam kondisi masih sangat sulit," ucap Sri Mulyani.

Selain itu, pelebaran defisit ini juga demi menunjang pembiayaan berbagai proyek pembangunan infrastruktur baik fisik maupun digital. Sekaligus membiayai program ketahanan pangan dan pariwisata yang telah dicanangkan pemerintah.

"Namun, (APBN) tahun depan kita belanjakan cukup signifikan juga bagi infrastruktur baik jalan pelabuhan maupun infrastruktur di bidang Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (TIK). Ketahanan pangan juga jadi prioritas dan Pariwisata," tutup Sri Mulyani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.