Sukses

Menteri LHK Pastikan Food Estate Tak Gunakan Lahan Hutan dan Gambut

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan lahan untuk food estate seluas 165 ribu hektar bukan merupakan area gambut dan berada di luar kawasan hutan.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan lahan untuk food estate seluas 165 ribu hektar bukan merupakan area gambut dan berada di luar kawasan hutan. Lahan tersebut merupakan bagian dari wilayah periksa yang sudah didalami Kementerian LHK.

"Dalam rencana food estate ini lahan 165 ribu hektar bukan gambut dan di luar kawasan hutan," kata Siti dalam acara Jakarta Food Security Summit-5 secara virtual, Jakarta, Rabu (18/11).

Namun, kata Siti, jika diperlukan dan dalam keadaan mendesak, lahan seluas 60 ribu hektar di luar kawasan hutan bisa digunakan selama bukan lahan gambut. Dalam kondisi-kondisi tertentu bisa dikembangkan berdasarkan kebijakan yang sudah ada.

"Jadi kebijakannya, gambut bisa dipulihkan. Yang mendasar jangan sentuh kubah gambut, kita sudah hitung semuanya," kata dia.

Dalam pendataan yang dilakukan Kementerian LHK, agenda food estate ini dilakukan dengan konsep kewilayahan. Lahan seluas 60 ribu hektar ini harus dilihat dan didekati pengelolaan tata guna lahan.

"Ada mozaik yang merupakan kawasan hutan lindungnya," kata dia.

Terkait isu penggunaan hutan lindung untuk food estate yang ramai diperbincangkan akhir-akhir ini, Siti mengatakan memang ada kawasan hutan lindung yang digunakan untuk program tersebut. Hanya saja, dia menegaskan, hutan lindung yang dimaksud yaitu hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya.

"Soal hutan lindung yang bisa digunakan buat food estate, ini yang dimaksud adalah hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya," kata dia.

Saat ini, Siti melanjutkan, ada 19 persen hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya. Dia mencontohkan kawasan hutan lindung di Garut, Jawa Barat yang justru menyebabkan banjir. Begitu juga dengan yang ada di Dieng, Jawa Tengah.

"Kalau hutan lindung isinya kentang dan sayur-sayuran, maka harus dilakukan pemulihan dengan pendekatan food estate dan diinjeksi dengan sistem lain," kata Siti.

Sisi lain ada wilayah seluas 60 ribu hektar yang merupakan lembah. Di sana sudah ada masyarakat yang menetap. Maka dalam hal ini pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan pola pertanian masyarakat.

"Jadi harus dilihat dengan konsepnya. Itu yang dilakukan KLHK, menyiapkan wilayah tersebut," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pengelolaan Lahan 30 Ribu Ha Food Estate Kalteng Target Rampung Desember 2020

Kementerian Pertanian (Kementan) menargetkan proses pengelolaan lahan di mega proyek food estate atau lumbung pangan di Kalimantan Tengah (Kalteng) bisa selesai pada Desember 2020.

Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono menceritakan, mulanya rencana penyelesaian masa tanam padi di lahan intensifikasi seluas 30 ribu ha tersebut bisa rampung pada November 2020.

Momon menjelaskan, area seluas 30 ribu ha tersebut sekitar 20 ribu ha berlokasi di Kabupaten Kapuas. Sementara 10 ribu ha lainnya berada di Kabupaten Pulau Pisang.

"Perkembangannya, realisasi olah lahan sudah mencapai 63,40 persen atau sekitar 19 ribu ha dari target 30 ribu ha. Diharapkan pengelolaan lahan )food estate) seluruhnya akan selesai pada akhir November ini," ujar dia saat menggelar Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi IV DPR RI, Selasa (17/11/2020).

Namun, pasca dilakukan perhitungan kembali, target tersebut akhirnya mundur karena beberapa pertimbangan.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhi menyampaikan, komposisi alat mesin pertanian yang dimiliki Kementan sebenarnya sudah siap di food estate Kalteng.

Terdiri dari truk roda 2 (TR 2) sebanyak 914 unit dan TR 4 sejumlah 318 unit, yang tersebar di 5 kecamatan di Pulau Pisang dan 11 kecamatan di Kapuas.

Secara teori, ia melanjutkan, komposisi tersebut sebenarnya bisa membuat pengelolaan lahan tuntas pada akhir November.

"Tapi kenyataannya memang tidak semuanya bergerak sesuai dengan teori yang kita hitung. Sehingga kami targetkan, pertengahan atau minggu kedua Desember (2020) sudah selesai," ungkapnya.

"Karena memang kapasitas TR 4 untuk 3 ha per hari dan TR 2 untuk 0,4 ha per hari. Jadi kalau kalau kami hitung, idealnya sampai dengan minggu kedua Desember," jelas Sarwo Edhy. 

3 dari 4 halaman

Kementan Siapkan Penyuluh Terbaik untuk Food Estate di Sumba

Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian, Siti Munifah, mengatakan food estate masuk dalam program Kementerian Pertanian yang digagas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.

"Food estate merupakan program yang dicanangkan Presiden Joko Widodo dan dipertegas juga oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di mana disetiap provinsi harus ada dua pengembangan food estete di dua kabupaten. Hal tersebut untuk penyediaan pangan daerah maupun peningkatan ekspor," ujar Siti Munifah saat melakukan kunjungan di food estate Sumba Tengah, Nusa Tenggara Timur (NTT), Kamis (12/10/2020).

Menurutnya, Kementerian Pertanian melalui BPPSDMP terus mendorong kemampuan penyuluh untuk mendampingi petani dan mau berkomitmen dalam pelaksanaan pembangunan food estate yang salah satunya di Sumba NTT.

Siti Munifah menambahkam, untuk mempercepat pembangunan pertanian harus dimulai dari desa dan untuk mempercepat komunikasi antara Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) kecamatan, Kementan sudah membentuk Komando Strategis Pembangunan Pertanian (Kostratani) yang merupakan transformasi dari BPP. Dengan Kostratani, fungsi BPP lebih ditingkatkan berbasis IT dan single data.

"Kalau Bupati mau menyampaikan atau melihat data produktivitas terkait food estate bisa di Kostratani. Dan melalui komunikasi lewat Kostratani, semua permasalahan di lapangan akan diatasi melalui lintas Direktorat Jenderal Kementan," ujar Siti Munifah.

Sementara Bupati Sumba Tengah, Paulus S K Limu mengatakan, program food estate dan Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) yang diinisiasi Gubernur NTT, akan mampu meningkatkan ekonomi dan pendapatan masyarakat khususnya di Sumba Barat.

"Pemda Sumba Tengah telah menyiapkan lahan seluas 5.000 hektare untuk pengembangan food estate. Lahan tersebut 3.000 hektare untuk lahan sawah dan 2.000 hektare untuk lahan ladangnya. Selama 2 bulan ini, kami sudah olah lahan jagung 800 hektare, selebihnya Tanpa Olah Tanah (TOT). Sedangkan untuk lahan sawah sedang dilakukan proses sambil menunggu cuaca yang baik," terangnya.

Kawasan food estate nantinya tidak hanya tanam jagung dan padi saja, tapi juga tanaman lain seperti buah dan sayur serta perkebunan, sehingga akan menjadi kawasan agrowisata.

"Di setiap kesempatan saya selalu bilang, saya bukan bupatinya Sumba Tengah, tetapi bupatinya food estate. Hal tersebut karena saya mau Sumba Tengah keluar dari kemiskinan yang 36 persen. Dan untuk mengurangi kemiskinan tersebut, harus kembali kepada pertanian, perkebunan dan dan perikanan, tanpa itu semua tidak bisa," ujar Paulus.

Paulus menambahkan, bahwa untuk melakukan pengembangan food estate harus direncanakan dengan matang, baik dari segi pemakaian benih unggul, pemupukan serta menggunaan teknologi alat dan mesin pertanian.

"Saat penanaman juga dilakukan dengan brigade, yaitu melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, SMK, serta babinsa, karena kalau dilakukan sendiri tidak bisa. Yang menjadi permasalahan dalam pengolahan lahan adalah kurangnya alsintan, kalau alsintannya lebih banyak akan lebih baik. Tapi kami tidak, kami juga tidak mengeluh dan terus berjalan," tambahnya.

4 dari 4 halaman

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.