Sukses

Chatib Basri Sebut Ekonomi Indonesia Mulai Pulih di 2022

Ekonom Chatib Basri memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih mulai tahun 2022 jika persoalan pandemi COVID-19 sudah bisa diatasi.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Chatib Basri memperkirakan ekonomi Indonesia akan pulih mulai tahun 2022 jika persoalan pandemi COVID-19 sudah bisa diatasi.

“Setelah pandemi bisa diatasi, aktivitas mulai mengarah kepada normal, baru kita bicara tahap pemulihan, sekarang itu survival,” kata Chatib Basri seeorti dikutip dari Antara, Senin (9/11/2020).

Chatib Basri menyebut saat ini masa bertahan atau survival dari dampak pandemi Virus Corona, meski pertumbuhan ekonomi sudah mulai menunjukkan perbaikan dari kuartal II yang mencapai kontraksi 5,32 persen menjadi kontraksi 3,49 persen pada kuartal III-2020.

Mengingat saat ini dinilai sebagai masa bertahan, lanjut dia, pelaku usaha belum akan melakukan ekspansi bisnis karena masih ada pembatasan ekonomi.

“Misalnya restoran, orang hanya boleh 50 persen, untuk apa ekspansi restoran baru jika di tempat yang ada saja belum bisa penuh karena masih pembatasan,” kata Menteri Keuangan periode 2013-2014 itu. 

Chatib Basri menambahkan ketika ekonomi mulai pulih dan normal kembali tahun 2022, diperkirakan investasi swasta baru akan meningkat.

“Jika vaksin butuh waktu 2021, saya tidak yakin investasi swasta naik tajam 2021 karena protokol masih in place karena itu proses recovery di mana investasi naik itu periode setelah kondisi ekonomi mulai normal,” imbuh mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2012-2013.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Insentif Pelaku Usaha

Pemerintah, lanjut dia, memiliki peran penting di dalam memberikan insentif kepada pelaku usaha ketika investor mulai masuk saat ekonomi mulai pulih.

Insentif, kata dia, diberikan khususnya kepada pelaku usaha yang memiliki proyek hijau atau pembangunan berkelanjutan berbasis lingkungan.

“Di sini peran intervensi pemerintah contohnya BBM fosil tidak bisa lagi disubsidi. Jika itu terus disubsidi, orang akan terus konsumsi BBM fosil. Ketika harga minyak relatif rendah, saatnya melepas subsidi, uangnya bisa untuk kesehatan, bisa dialokasikan mendukung sektor renewable,” kata Chatib Basri.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.