Sukses

Meski Resesi, Industri Pengolahan Mampu Tumbuh Positif di Kuartal III 2020

Industri pengolahan mampu tumbuh positif pada triwulan III tahun 2020 sebesar 5,69 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.

Liputan6.com, Jakarta - Industri pengolahan mampu tumbuh positif pada triwulan III tahun 2020 sebesar 5,69 persen dibandingkan triwulan sebelumnya (q-to-q). Meskipun secara tahunan (y-on-y) sektor manufaktur terkontraksi 4,02 persen, namun lebih baik jika dibandingkan triwulan II-2020 yang terkontraksi 5,74 persen.

Tumbuh positifnya industri pengolahan ini terjadi ditengah masih minusnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 sekaligus menjadikan Indonesia masuk ke jurang resesi. 

"Industri pengolahan menunjukkan recovery dan rebound pada triwulan III-2020 dibandingkan triwulan sebelumnya. Kalau dibandingkan per triwulan, hampir seluruh sektor Industri mengalami pertumbuhan positif," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Jumat (6/11).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor yang tumbuh positif di kuartal III-2020 antara lain industri alat angkutan sebesar 17,48 persen, industri logam dasar sebesar 10,73 persen, industri barang logam; komputer, barang elektronik, optik; dan peralatan listrik sebesar 8,11 persen. Lalu, industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 7,52 persen, serta industri kimia, farmasi dan obat tradisional sebesar 5,69 persen.

Menperin menjelaskan, kinerja industri alat angkutan melaju cepat pada triwulan III-2020. Hal ini terlihat dari indikator penjualan mobil dan sepeda motor yang naik tajam jika dibandingkan kuartal sebelumnya. Penjualan mobil secara wholesale (penjualan sampai tingkat dealer) pada triwulan III-2020 mencapai 111.114 unit atau naik sebesar 362,17 persen (q-to-q).

"Produksi mobil pada triwulan III-2020 mencapai 113.563 unit atau naik sebesar 172,78% jika dilihat secara quartalan. Sedangkan, penjualan sepeda motor secara wholesale pada triwulan III-2020 mencapai 911.865 unit atau naik sebesar 190,75% (q-to-q)," paparnya.

"Kalau dilihat secara tahunan, industri kimia, farmasi dan obat tradisional tumbuh paling tinggi hingga 14,96%," ungkap Menperin. Pertumbuhan sektor ini didukung oleh peningkatan produksi obat-obatan, multivitamin dan suplemen untuk memenuhi permintaan domestik dalam menghadapi wabah Covid-19.

Sementara itu, industri pengolahan masih konsisten memberikan kontribusi paling besar pada struktur produk domestik bruto (PDB) nasional sepanjang triwulan III tahun 2020 dengan mencapai 19,86 persen. Sehingga diyakini membuat proses recovery yang lebih cepat di sektor industri pengolahan seiring dengan semakin disiplinnya masyarakat dalam upaya pencegahan virus Covid-19.

Kinerja gemilang lainnya dari sektor industri, yakni realisasi nilai investasi yang naik 37 persen secara tahunan (y-on-y). Sepanjang Januari-September 2020, penanaman modal sektor industri di tanah air mencapai Rp201,9 triliun atau naik dibanding pada periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp147,3 triliun.

Di samping itu, nilai ekspor sektor industri pada Januari-September 2020 menembus USD94,36 miliar dan menghasilkan neraca surplus sebesar USD8,8 miliar. Tiga sektor yang menyumbang devisa terbesar, yaitu industri makanan (USD21,31 miliar), industri logam dasar (USD16,96 miliar), serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia (USD9 miliar).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Pemerintah Optimis Capai Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di 2021

Pemerintah tetap memandang optimis pencapaian pertumbuhan ekonomi pada kuartal III 2020 meski terkontraksi 3,49 persen.

Itu membuat Indonesia resmi resesi untuk pertama kali sejak 1999 akibat pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menyatakan, ada bermacam indikator positif di tengah pertumbuhan ekonomi yang minus tersebut. Oleh sebabnya, ia berkeyakinan ekonomi Indonesia tetap bisa tumbuh di level 5 persen pada 2021 mendatang.

"Pertumbuhan (ekonomi) kami tetap punya optimisme, tetap dengan angka sekitar 5 persen. Mudah-mudahan bisa kita capai," ujar Suharso dalam sesi teleconference di Istana Negara, Kamis (5/11/2020).

Optimisme itu diluncurkannya lantaran pergerakan ekonomi pada kuartal ketiga lalu tetap berhasil tumbuh secara kuartalan dari triwulan II 2020, yakni positif 5,05 persen.

"Jadi ini data yang baik. Dengan demikian pertanyaannya adalah, bagaimana kita menyambut pertumnuhan ekonomi tahun 2021," ungkap Suharso.

Guna menghadapi 2021, ia menambahkan, pemerintah telah mempersiapkan diri lewat komitmen realisasi belanja APBN yang bakal terus dimaksimalkan.

"Dan bahkan kita menghendaki semua yang bisa kita luncurkan pada tahun 2021 bisa kita selesaikan seluruhnya pada proses administrasinya pada bulan-bulan November-Desember ini," tuturnya.

"Sehingga dengan demikian belanja pemerintah akan menjadi lokomotif, dan dengan demikian akan mengangkat konsumsi masyarakat," pungkas Suharso. 

3 dari 3 halaman

Kinerja Investasi Tak Mampu Topang Pertumbuhan Ekonomi

Peneliti Indef, Bhima Yudhistira menilai kinerja investasi belum bisa menopang pertumbuhan ekonomi di masa pandemi Covid-19.

Hal ini tidak sejalan dengan kampanye pemerintah yang ingin menarik relokasi industri dan Omnibus Law Cipta Kerja.

"Kinerja investasi tidak sejalan dengan kampanye masif pemerintah untuk menarik relokasi industri dan Omnibus Law Cipta Kerja," kata Bhima di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Ini tercermin pada pertumbuhan investasi (PMTB) terkoreksi hingga -6,48 persen. Artinya ada indikasi masalah utama investasi saat ini pada beberapa hal.

Mulai dari penanganan pandemi, perbaikan daya beli, pemberantasan korupsi dan penurunan biaya logistik. Berbagai masalah ini kata dia harus segera diatasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kembali pulih.

"Masalah fundamental tersebut banyak yang tidak segera diatasi oleh pemerintah," kata Bhima.

Sisi lain, laju pertumbuhan industri manufaktur belum ada perbaikan yang signifikan. Saat ini masih bertahan di level negatif menjadi -4,3 persen.

"Indikasi sektor manufaktur masih alami tekanan yang cukup dalam seiring belum pulihnya permintaan di dalam dan pasar ekspor," kata dia.

Selain itu sektor tradable (produksi barang) lesu dan sumbangan terhadap PDB cenderung menurun. Industri manufaktur masih berada dibawah 20 persen dari PDB. Sektor pertanian mengalami penurunan dari 15,4% persen pada kuartal ke II 2020 menjadi 14,6 persen di kuartal ke III.

Sementara sektor non-tradable atau jasa semakin mendominasi perekonomian. Bhima mencontohkan sektor jasa informasi komunikasi berada diatas 4,5 persen dan jasa konstruksi 10,6 persen dari PDB.

Kualitas pertumbuhan ekonomi yang menurun akan mengancam serapan kerja pada tahun 2021. Sebab sektor non-tradable serapannya cenderung lebih rendah dibandingkan sektor tradable atau penghasil barang seperti industri pengolahan dan pertanian. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.