Sukses

Pertamina Pastikan Pembentukan Subholding Tak Salahi Aturan

Pembentukan subholding Pertamina merupakan upaya perusahaan untuk bersaing dalam bauran energi baru.

Liputan6.com, Jakarta - PT Pertamina (Persero) melakukan restrukturisasi untuk menjawab kebutuhan industri minyak dan gas (migas) yang semakin menantang dan menjawab kebutuhan energi masa depan. Restrukturisasi dilakukan dengan jalan pembentukan subholding yang kini sudah berjalan.

Terdapat 5 subholding yang telah dibentuk, yakni upstream subholding yang operasionalnya dipegang PT Pertamina Hulu Energi, gas subholding (PT Perusahaan Gas Negara), refinery and pe­trochemical subholding (PT Kilang Pertamina Internasional). Power and NRE subholding (PT Pertamina Power Indonesia), dan commercial and trading subholding (PT Patra Niaga). Sementara itu, operasional shipping company dipegang PT Pertamina International Shipping.

SVP Corporate Communication & Investor Relations Pertamina Agus Suprijanto menjelaskan, pembentukan subholding ini merupakan upaya perusahaan untuk bersaing dalam bauran energi baru. Sebab, permintaan bauran energi ramah lingkungan semakin tinggi.

"Ini adalah dinamika terbaru yang kita semua harus siap adaptasi," kata dia dalam webinar Ruang Energi, Kamis (22/10/2020).

Namun, Pusat Analisa Anggaran atau Center for Budget Analysis menilai kebijakan ini menyalahi sejumlah ketentuan. Salah satunya dengan tidak mempertimbangkan dasar hukum Spin Off dalam UU Perseroan Terbatas (UU Nomor 40 Tahun 2007).

Selain itu, komisaris maupun Direksi Pertamina sebelum membentuk subholding, dinilai tidak melakukan tahapan-tahapan sebagaimana ketentuan Pasal 127 UU 40/2007 Tentang Perseroan Terbatas, salah satunya melakukan pengumuman secara tertulis dan mendapatkan persetujuan “kreditur”.

Sementara Pertamina yakin bahwa kebijakan pembentukan subholding ini tidak melanggar hukum. Pertama, Agus menjelaskan karena belum adanya pengalihan kepemilikan atas saham dan/atau aset secara hukum.

“Kedua, merujuk pada pasal 1 ayat 9-12 UU Perseroan Terbatas, dimana pembentukan subholding ini tidka memenuhi unsur-unsur terjadinya aksi korporasi penggabungan / pengambilan / pemisahan sebagaimana didefinisikan oleh UU Perseroan Terbatas,” papar Agus.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Yusril: Gugatan Subholding Pertamina Masih Prematur

Sebelumnya, Pusat Analisa Anggaran atau Center for Budget Analysis mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terhadap Kantor Akuntan Publik dan Management Price Water House Coopers, Kantor Hukum Meli Darsa & Co, Menteri BUMN Erick Thohir serta jajaran Komisaris dan Direksi Pertamina (Persero) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis Uchok Sky menilai Price Water House Coopers dan Meli Darsa & Co telah lalai membuat kajian management dan kajian hukum yang menjadi dasar restrukturisasi holding dan pembentukan subholding di tubuh PT Pertamina (Persero).

 

Sementara, pakar hukum Yusril Ihza Mahendra menegaskan tidak ada hukum ataupun konstitusi yang dilanggar dalam pembentukan subholding ini. Bahkan, Yusril menilai gugatan atas pembentukan subholding ini prematur. Sebab, subholding ini sendiri menurut Yusril prosesnya masih berjalan dan belum final. Sehingga belum bisa untuk digugat.

“Menurut saya belum final. Memang sudah ada tahapan-tahapan dilalui tapi belum sampai akhir. Sehingga di pengadilan ada gugatan terhadap hal ini. Ya gugatan itu terlalu prematur. Karena belum sampai ke tahap yang bisa digugat, karena ini masih proses yang berjalan,” kata Yusril dalam webinar Ruang Energi, Kamis (22/10/2020).

Yusril menjelaskan, kebijakan pembentukan holding dan subholding ini telah dilakukan sejak lama, bahan sejak zaman orde baru. Antara lain dilakukan pada PT Timah Tbk, PT Aneka Tambang Tbk, dan PT Bukit Asam Tbk yang kesemuanya bergerak dalam pengelolaan sumber daya alam pertambangan.

“Pembentukan holding dan subholding terhadap BUMN ini dilakukan berdasarkan ketentuan pasal 33 UUD 1945, baik sebelum maupun sesudah amandemen,” papar Yusril.

Lebih lanjut, Yusril menyebutkan pasal 1 UU 19/2003 tentang BUMN yang berbunyi, ”Restrukturisasi adalah upaya yang dilakukan dalam rangka penyehatan BUMN yang merupakan salah satu langkah strategis untuk memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan meningkatkan nilai perusahaan,” ucapnya.

Juga pasal 72 ayat (1) UU BUMN, yang menyatakan, ”Restrukturisasi dilakukan dengan maksud untuk menyehatkan BUMN agar dapat beroperasi secara efisien, transparan, dan profesional,” tutup Yusril.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.