Sukses

Serikat Pekerja Pertanyakan Perlindungan bagi Buruh Perempuan di UU Cipta Kerja

Serikat buruh terus bersuara menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Liputan6.com, Jakarta - Serikat buruh terus bersuara menolak pengesahan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja. Salah satu poin kontroversial yang digugat yakni dihapuskannya Pasal 59 dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Sebab, penghapusan tersebut bakal meniadakan aturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang dibatasi paling lama 3 tahun setelah dapat diperpanjang 1-2 tahun. Sejumlah pihak menilai UU Cipta Kerja ini akan memungkinkan buruh jadi pekerja kontrak seumur hidup.

Namun, Wakil Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Lilis Mahmudah Usman menyampaikan, perkara kepastian kontrak kerja ini sebenarnya sudah jadi masalah klasik, khususnya bagi buruh wanita yang bekerja di pabrik.

"Jadi kalau UU Omnibus Law mengatur kontrak tidak terbatas, sesungguhnya dari jaman dulu juga kontrak sudah banyak yang melampaui aturan. Kalau di UU 13 kan maksimal 3 tahun saja. Tapi kemudian ada juga yang sudah 23 tahun status kerjanya masih kontrak, yang belasan tahun juga. Itu banyak sekali," keluhnya dalam sesi teleconference, Senin (19/10/2020).

Catatan lainnya, Lilis mengutarakan, secara umum buruh perempuan dimanapun mereka bekerja itu selalu menjadi orang nomor 2. Khususnya dalam hal perlindungan hak, meski itu sudah dipasalkan dalam UU Ketenagakerjaan.

"Kemudian kesempatan untuk menduduki jabatan juga mereka menjadi nomor 2. Ketika ada kekosongan jabatan, ada perempuan dan laki-laki yang punya kemampuan yang sama, maka yang akan dipilih lebih dulu adalah kawan kita yang laki-laki," bebernya.

Buruh perempuan pun disebutnya masih rentan terhadap kekerasan, baik secara fisik maupun non-fisik. Kebanyakan masih tak terlindungi dari pelecehan, baik yang sifatnya seksual maupun secara verbal.

Padahal, Lilis menegaskan, tak jarang seorang buruh perempuan jadi pencari nafkah utama di keluarganya. Dia pun berkesimpulan buruh wanita hingga saat ini tetap belum terlindungi, terlebih dengan diresmikannya UU Cipta Kerja.

"Mereka jarang sekali memiliki waktu untuk dirinya maupun keluarganya, karena mereka waktunya disita oleh pekerjaan, terutama di pabrik-pabrik. Mereka terikat dengan target kerja. Jadi kalau target kerjanya tidak tercapai, maka mereka harus menambah jam kerjanya. Seringkali itu tidak dibayar," tuturnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

UU Cipta Kerja Disebut Untungkan Pengusaha Besar dan Investor Asing, Benarkah?

Omnibus Law UU Cipta Kerja menjadi beleid yang kontroversial sejak disahkan. Banyak yang menganggap, UU Cipta Kerja membuat masyarakat menengah ke bawah semakin sengsara dan usaha kecil berpotensi sulit tumbuh.

Bahkan, beberapa menyebutkan jika UU Cipta Kerja hanya menguntungkan pengusaha besar dan investor asing saja.

Mengutip dokumen penjelasan Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM), Minggu (18/10/2020), UU Cipta Kerja justru membantu UMKM untuk berkembang. Terdapat beberapa regulasi yang dinilai akan bermanfaat bagi usaha kecil ke depannya.

Misalnya, kemudahan perizinan berusaha untuk UMK berupa pendaftaran saja. Lalu, insentif fiskal dan pembiayaan untuk UMKM juga diberikan dengan prioritas DAK untuk pendanaannya.

Ada pula aturan untuk memprioritaskan produk dalam dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.

"Memprioritaskan produk UMKM dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah minimal 40 persen dan menyediakan fasilitas kemitraan di tempat strategis seperti rest area, stasiun, terminal dan pelabuhan," demikian dikutip Liputan6.com.

Hal ini turut menguatkan manfaat UU Cipta Kerja untuk meningkatkan penjualan UMKM. Selain itu, terdapat layanan fasilitas bantuan dan perlindungan ini, yang dinilai penting karena rerata UMKM belum bisa menyewa pengacara profesional karena skala usahanya yang masih kecil.

Kendati, dengan adanya UU yang memudahkan masyarakat dan investor berusaha, upah minimum regional juga diatur sehingga tidak akan menurunkan daya beli pekerja.

"Justru UU Cipta Kerja memberi banyak kemudahan sehingga bisa lebih berkembang dan menciptakan tenaga kerja lebih banyak," katanya.

Selain itu, menurut penjelasan Kemenkop UKM, UU Cipta Kerja juga dapat memastikan pengembangan bisnis produk halal dengan penerbitan sertifikasi halal yang lebih mudah. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.