Sukses

Sofyan Djalil Sebut Penyusunan 5 PP Turunan UU Cipta Kerja Sudah 90 Persen

Kementerian ATR/BPN memastikan terus mempercepat proses penyusunan PP.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil memastikan jika Undang-Undang (UU) Cipta Kerja masih belum bisa diimplementasikan. Sebab UU ini masih belum dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah (PP) dari setiap kementerian/lembaga terkait.

Kementerian ATR/BPN memastikan terus mempercepat proses penyusunan PP. Adapun progress dari 5 PP yang membawahi 5 klaster saat ini diklaim sudah terealisasi sebesar 90 persen.

"5 PP dari 5 klaster sudah 90 persen drafnya. Jadi, minggu depan mulai kita input kalau ada aspirasi masukan. Sehingga bisa memenuhi harapan publik," tegas dia dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10/2020).

Sofyan merinci, klaster pertama ialah tata ruang. Sehingga pihaknya akan berupaya untuk menciptakan PP terkait tata ruang yang lebih komperhensif untuk memudahkan investasi dan menutup celah tindak korupsi.

Kedua, klaster pengadaan tanah. Alhasil PP pengadaan tanah baru diharapkan dapat mengakomodir kepentingan umum yang lebih efisien dan cepat.

"Supaya tol juga bisa diperluas, diperpanjang dan lainnya. Supaya bandara yang selama ini diimpikan bisa terealisasi. Begitu Covid-19 a ini sudah pergi, turis bisa datang lagi," paparnya.

Ketiga, klaster pengadaan lahan. Adapun PP yabg diharapkan yakni mampu untuk melindungi kepentingan umum dan tanah terlantar atau tidak bertuan.

Klaster keempat ialah Bank Tanah. Menurutnya, bahwa saat ini Indonesia tengah mengalami krisis tanah, terutama di daerah perkotaan. Sehingga PP diarahkan untuk mengatasi kesulitan pembangunan bagi kepentingan umum dan maupun kebutuhan kaum urban.

"Kenapa rusun dan rumah di Jakarta nggak bisa di bangun dekat tempat kerja?. Karena negara nggak punya tanah. Kami juga nggak punya tanah. Padahal BPN harusnya punya dua fungsi yaitu legislator dan land manager. Kita nggak bisa jadi land manager karena nggak punya tanah. Makanya perlu revisi bank tanah. Untuk digunakan kepentingan publik, kepentingan sosial, taman, dan reformasi agraria," tuturnya.

Untuk itu, Sofyan memastikan bahwa kehadiran Bank Tanah merupakan hal penting. Alhasil PP terkait terus dimatangkan untuk kepentingan umum.

Terakhir, klaster atas hak tanah dasar. Sehingga PP harus mampu menyinkronkan praktik-praktik yang mengarah kepastian hukum dan mencegah mafiah tanah. "Karena kepemilikan tanah nanti akan bisa diketahui," tambah dia.

Reporter: Sulaeman

Sumber:Merdeka.com

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menteri ATR Sayangkan Demo Penolakan UU Cipta Kerja di Berbagai Daerah Ricuh

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil menyayangkan terjadinya aksi demo penolakan Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang anarkis di berbagai daerah. Padahal, regulasi yang disusun Pemerintah ini baik untuk kepentingan masyarakat banyak.

"Saya sedih melihat demo Undang-Undang Cipta Kerja banyak ricuh. Padahal yang dibuat pemerintah untuk kepentingan orang banyak," kata Sofyan dalam Konferensi Pers dengan tema Klaster Pertanahan dan Tata Ruang dalam UU Cipta Kerja, Jumat, (16/10/2020).

Sofyan mencontohkan, salah satu tujuan atas pengesahan UU anyar ini ialah untuk meningkatkan serapan tenaga kerja dalam jumlah besar. Mengingat lapangan kerja yang ada saat ini dinilai sudah tidak mampu menampung para pencari kerja yang terus meningkat secara drastis.

"Kita ada kepuasan batin kalo bekerja, tapi karena ngga ada cukup pekerjaan saat ini terpaksa banyak pekerja menganggur. Akar permasalahan karena negeri kita dirantai berbagai aturan," tambahnya.

Maka dari itu, dia meminta unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja bisa lebih tertib sesuai ketentuan yang berlaku. Apalagi pemerintah telah membuka ruang bagi pihak yang keberatan atas disahkannya regulasi anyar tersebut.

"Kalau dinilai melanggar konstitusi silahkan bawa ke Mahkamah Konstitusi. Juga kalau PP (Peraturan Pemerintah) turunan dinilai melanggar silahkan selesaikan dengan baik," ujarnya.

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.