Sukses

Tak Hanya untuk Baterai Kendaraan Listrik, Nikel Bisa Dikombinasikan dengan PLTS

Kebutuhan nikel untuk kendaraan listrik hingga akhir tahun 2030 mencapai 600 ribu ton.

Liputan6.com, Jakarta - CEO MIND ID Orias Petrus Moedak mengatakan konsumsi nikel saat ini terus meningkat. Kebutuhan nikel untuk kendaraan listrik hingga akhir tahun 2030 mencapai 600 ribu ton.

Orias mengatakan, sebagai negara dengan cadangan nikel yang banyak, peluang ini harus dimanfaatkan. Indonesia tidak boleh lagi menjual nikel dalam bentuk mentah, sebaliknya harus diolah terlebih dulu untuk menghasilkan nilai tambah.

"Ada peluang yang bisa kita manfaatkan mumpung nikel ini paling baik untuk baterai," kata Orias di Jakarta, Kamis, (15/10/2020).

Orias menjelaskan, nikel dipercaya bermanfaat sebagai bahan baku pembuatan baterai pada kendaraan listrik. Selain itu, nikel juga bisa menyimpan cadangan energi yang paling baik dan bisa dikombinasikan dengan listrik tenaga matahari.

"Nah, baterai ini bisa jadi storage dari pembangkit listrik tenaga matahari dan ini yang sedang disiapkan rencana besarnya," kata Orias.

Sehingga nikel tak hanya bisa digunakan untuk baterai kendaraan, tetapi juga berfungsi bagi kebutuhan di perumahan. "Jadi bukan baterai untuk kendaraan semata, tapi untuk kebutuhan di perumahan," kata dia.

Maka dari itu, saat ini Pertamina dan PLN tengah mempersiapkan pengelolaan nikel. Sementara itu pihaknya mengurus PT Aneka Tambang (Antam) untuk mulai ikut mengelola dari hulu sebagai fokus utama. Bila ada kesempatan, dia ingin Antam juga mengelolanya sampai di hilir.

"Khusus MIND ID, kita tugaskan Antam mulai dari hulu. Kalau bisa masuk hilir, bisa juga masuk. Tapi fokus utamanya hulu," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hilirisasi Nikel Bisa Bantu Pulihkan Ekonomi Pascapandemi

Pemerintah Indonesia telah mempersiapkan strategi pemulihan ekonomi dengan hilirisasi industri pertambangan sebagai strategi utama.

Hilirisasi dianggap sebagai salah satu kebijakan yang sangat strategis dalam menarik minat para investor untuk melirik Indonesia sebagai tujuan investasi.

Hal tersebut karena sumbangan terbesar Pendapatan Negara ‎Bukan Pajak (PNBP) berasal dari sektor energi dan pertambangan mineral batu bara (minerba) mencapai Rp 172,9 triliun pada tahun 2019.

Salah satu yang sedang digenjot saat ini adalah hilirasi nikel. Dengan pengolahan bijih nikel ke stainless steel slab, mampu memberikan nilai tambah secara signifikan.

“Nikel ini dulu kita hanya ekspor, kira-kira nilainya USD 612 juta dolar setahun. Tapi sekarang kalau dilihat kita sudah ekspor itu USD 6,24 miliar itu setelah menjadi stainless steel slab,” ujar Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam Webinar Investasi di Tengah Pandemi, Sabtu (25/7/2020).

Luhut melihat, akan ada substitusi utamanya untuk transportasi, dari bahan bakar fosil menggunakan baterai lithium daa mobil elektrik. Artinya, permintaan untuk baterai litium akan meningkat. Dan ini peluang bagi Indonesia yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia.

“Baterai ini karena kita memiliki cadangan terbesar dan terbaik nikel ores, kita akan menjadi pemain utama nanti dalam nikel ores ini untuk (diolah menjadi) lithium baterai,” tutur Luhut.

Ini seiring target pengoperasian mobil elektrik di Eropa pada 2030. Kemudian, cepat atau lambat, Luhut menilai Indonesia juga akan mengadaptasinya, yakni dengan menggunakan mobil elektrik berbahan bakar baterai.

“Dengan demikian, kita secara bertahap akan mengurang fosil energi. Akibatnya, kita akan mengurangi impor crude oil,” kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.