Sukses

Upaya Kementan Perbaiki Harga Ayam Dinilai Tepat

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) serius mengatasi permasalahan ayam

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) serius mengatasi permasalahan ayam broiler.

Terutama adanya over supply yang membuat harga ayam hidup di tingkat pertenak berguguran.

Untuk itu, Surat Edaran Dirjen PKH No. 09246T/SE/PK/230./F/08/2020 Tentang Pengurangan DOC FS Melalui Cutting Hatching Egg (HE) Umur 18 Hari, Penyesuaian Setting HE dan Afkir Dini Parent Stock (PS) Tahun 2020 diharapkan mampu menjaga pasokan suplai lebih stabil dan harga ayam hidup dapat merangkak naik. Sehingga mengurangi kerugian pembudidaya yang berkepanjangan. Diharapkan harga dapat membaik memasuki minggu kedua Oktober.

Menanggapi hal tersebut, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada (UGM) Prof Ali Agus mengatakan, oversupply ayam broiler sudah terjadi cukup lama. Oversupply ayam broiler ini terjadi akibat dari berkembang pesatnya industry broiler yang diinisiasi sejak tahun 2010 dengan kebijakan double consumption daging broiler dari Pemerintah.

"Kebijakan ini ditanggapi pelaku usaha dengan inovasi usaha dan tidak sedikit menarik minat masyarakat untuk ikut serta berinvestasi di industri ayam broiler baik dari hulu maupun hilirnya. Akibatnya terjadi over supply sementara konsumsi tidak seiring sejalan. Permintaan tidak sebanding dengan penawaran," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (8/10/2020).

Menurutnya, langkah pengurangan supply yang dilakukan oleh Dirjen PKH sangat tepat. Karena, ini untuk mengurangi jumlah oversupply yang ada dipasar dan juga akibat tambahan penurunan permintaan karena pandemi Covid-19 dan PSBB yang diberlakukan kembali.

"Diskusi upaya mengurangi supply dengan cara cutting produksi, sudah lama dilakukan. Nah, Ditjen PKH mengeluarkan Surat Edaran terkait cutting HE dan afkir dini PS agar jumlah DOC berkurang. Langkah ini saya kira tepat dan baik untuk dilakukan," ujarnya

Prof Ali menilai, kedepan pemerintah diminta untuk betul-betul melakukan pengawasan ketat memastikan SE tersebut bisa berjalan efektif dan produktif.

Bahkan, bagi pengusaha yang patuh alangkah lebih baiknya utnuk mendapatkan insentif. Sebaliknya bagi yang tidak patuh perlu diberikan sanksi terukur dan jelas.

Karena, tidak ada yang tahu pasti dan bisa menjamin apakah pelaku usaha taat dengan SE tersebut, dengan benar-benar melakukan cutting. Andai tindak melakukan cutting dengan sungguh-sungguh secara bersama maka sangat mungkin masih terjadi over supply.

“Semestinya, setiap kebijakan pemerintah termasuk kebijakan perunggasan ayam broiler semacam pengurangan supply harus terdelivered tidak hanya tersent,” ujarnya

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengwasan Lebih Ketat

Sementara itu, Dosen Fakultas Ekonomi & Manajemen IPB sekaligus praktisi perunggasan Rachmad Pambudi mengatakan, SE yang dikeluarkan Kementerian Pertanian bisa langsung terasa manfaatnya dengan cepat. Asalkan semua pihak melakukannya secara bersama-sama.

“Bisa jangka pendek, kalau kita melakukannya bersam-sama. Jadi waktunya bersama-sama, jumlahnya sesuai yang diarahkan oleh Dirjen. Dan harus ada kejujuran dari mereka. Karena dengan adanya pandemi ini konsumsi ayam menurut BPS turun 40 persen. Karena itu program sesuai SE Dirjen itu harus segera dilaksankan dan harus bersama-sama melaksanakannya,” katanya.

Rachmad menambahkan, ketaatan pengusaha sangat diperlukan saat ini. Karena jika pasokan ayam masih over supply, maka ada dua kemungkinan pertama program cuttingnya kurang atau ketaatan tidak terpenuhi.

“Kalau cuttingnya kurang ditambah, kalau ketaatannya kurang ya kita harus mengawasi lebih ketat,” ujarnya.

Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah, pertama harus ada monitoring dan evaluasi. Sehingga jika nantinya perusahaan A melakukan cutting maka perusahaan B melakukan pengawasan, khususnya yang memiliki kemampuan yang sama maka dari itu cross monitoring seperti ini penting dalam pengawasan.

“Perusahaan kecil diawasi perusahaan kecil, perusahaan besar diawasi oleh perusahaan besar. Kalau perusahaan besar sekali, ya diawasi oleh beberapa perusahaan kan,” jelasnya.

Rachmad juga mendukung adanya transparansi data. Karena, selama ini belum ada data yang transparan. Jika dijalankan dengan transparan pasti tidak akan terjadi over supply.

“Setuju dong data kan harus transparan. Karena selama ini belum transparan. Kalau sudah transparan tidak akan over supply,” ucapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.