Sukses

Skema Restrukturisasi Jiwasraya Disebut Lebih Baik dari Opsi Likuidasi

Pemerintah dan manajemen Jiwasraya telah menyiapkan beberapa skema penyelesaian dalam mencicil polis nasabah.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) akan segera direstrukturisasi. Pemerintah berencana menyuntikkan dana Rp 22 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) untuk membentuk IFG Life, perusahaan asuransi baru yang bisa menyelamatkan nasib para pemegang polis Jiwasraya.

Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, pemerintah dan manajemen Jiwasraya telah menyiapkan beberapa skema penyelesaian dalam mencicil polis nasabah. Hal ini dinilai lebih baik daripada opsi likuidasi.

"Pemegang polis tetap menerima sebagian besar haknya, dimana nilainya jauh lebih baik dibandingkan opsi likuidasi. Kalau Jiwasraya likuidasi, mungkin pemegang polis akan mendapatkan lebih kecil lagi," ujar Arya dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).

Selain itu, opsi restrukturisasi menunjukkan kredibilitas pemerintah sebagai pemegang saham dalam bertangung jawab atas nasib para pemegang polis.

Arya bilang, kasus ini sudah mencuat sejak 10 tahun lalu. Oleh karenanya, pemerintah memutuskan untuk bail in ke BPUI senilai Rp 22 triliun.

Diharapkan pula, cara penyelamatan ini bisa memberikan kepastian pemebuhan kewajiban Jiwasraya bagi pemegang polis yang sudah tidak mendapatkan haknya sejak tahun 2018.

"Sehingga wajar dengan keputusan pemerintah ini, pemegang polis yang selama 2 tahun ini tidak mendapatkan haknya bisa ditanggulangi dengan cara yang ditentukan," lanjutnya.

Tak hanya itu, penyelesaian kasus ini juga menyangkut kepercayaan pemegang polis dan masyarakat umum kepada industri asuransi secara umum. Jangan sampai, lanjut Arya, kasus Jiwasraya justru membuat masyarakat ragu dengan industri asuransi.

"Lalu kami di Kementerian BUMN juga ingin mencegah kerugian yang lebih besar yang ditimbulkan. Karena janji pengembang ini sangat tinggi, kalau dibarkan terus akan membuat Jiwasraya semakin lama semakin rugi, kita tidak mau itu," ungkapnya.

Di sisi hukum, pemerintah juga telah memproses tersangka yang telah merugikan Jiwasraya di pengadilan. Aset mereka juga sudah disita pemerintah, yang nilainya mencapai Rp 18 triliun.

"Artinya bahwa pemerintah di sisi lain juga bekerja di sisi hukum. Kita bekerja di sini di sisi bisnis, yang lain bekerja di sisi hukum. Kita lihat semua proses sedang dikerjakan," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Suntikan Rp 22 Triliun ke Jiwasraya Diprotes, Ini Tanggapan Kementerian BUMN

Keputusan pemerintah menyuntikkan dana Rp 22 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), sebagai bentuk restrukturisasi PT Asuransi Jiwasraya memantik beragam kritik dari kalangan politisi hingga pengamat.

Alasannya, penyuntikan dana ini dianggap sama saja dengan menggunakan uang rakyat untuk menutupi kerugian yang dilakukan oleh 'perampok' atau oknum di Jiwasraya.

Menanggapi hal itu, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menyatakan, jika pemerintah telah melakukan berbagai cara untuk menyelamatkan Jiwasraya dan memproses tindakan pelaku yang merugikan nasabah ke ranah hukum.

Aset para tersangka, yang bernilai kurang lebih Rp 18 triliun, telah ditahan oleh negara. Kejaksaan Agung pun menjatuhi hukuman yang tidak main-main.

"Tapi kan kita harus bertanggung jawab terhadap nasabah. Ini menyangkut 2,6 juta nasabah. Dan 90 persen lebih nasabah itu pensiunan dan nasabah yang sudah tua, guru sebagian besar. Apakah negara nggak ikut bertanggung jawab akan hal itu?" ujar Arya dalam konferensi pers virtual, Minggu (4/10/2020).

Arya bilang, tentunya negara harus bertanggung jawab, salah satunya dengan melakukan bail in atau menyuntikkan modal ke BPUI yang akan membuat perusahaan 'penyelamat' yang bakal menyelesaikan polis nasabah Jiwasraya.

"Kecuali kalau nggak diproses hukum, baru dipertanyakan. Di satu sisi proses hukum berjalan, ini menyangkut kredibilitas kita sebagai pemegang saham," lanjutnya.

Dengan nilai kerugian mencapai lebih dari Rp 32 triliun, dana yang disuntikkan mencapai Rp 22 triltiun. Arya menyebutnya sebagai sharing pain atau berbagi penderitaan bersama.

"Nasabah sakit karena harus didicil, pemerintah juga sakit karena harus mengeluarkan dana itu," tegas dia.

3 dari 3 halaman

Infografis

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.