Sukses

Curhat Pelaku Industri Tembakau usai Harga Rokok Naik 35 Persen

Industri Hasil Tembakau (IHT) telah mengalami tekanan yang luar biasa dari kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo menjelaskan Industri Hasil Tembakau (IHT) telah mengalami tekanan yang luar biasa dari kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Situasi ini terlihat dari tekanan yang dihadapi industri akibat kenaikan cukai sebesar 23 persen dan Harga Jual Eceran (HJE) yang cukai naik sebesar 35 persen yang berakibat pada penurunan produksi.

“Kebijakan ini berdampak pada 5,8 juta orang yang terlibat langsung di IHT,” jelas Budidoyo kepada wartawan, Jumat (18/9/2020).

Budidoyo mengatakan, selain kenaikan cukai, kebijakan Pemerintah lainnya seperti upaya pengendalian konsumsi tembakau akan menjadi tantangan yang serius di masa depan.

“Ada wacana eksesi FCTC, petani juga resah karena petani disuruh konversi ke tanaman lain, belum lagi revisi PP 109 Tahun 2012 yang akan membebani industri,” kata Budidoyo.

Seperti diketahui, selama dua tahun terakhir wacana revisi PP 109/2012 didorong oleh Kementerian Kesehatan untuk melegalkan perluasan gambar peringatan kesehatan dari 40 persen menjadi 90 persen dan pelarangan total promosi dan iklan di berbagai media termasuk tempat penjualan.

Dorongan ini dilakukan dengan dalih adanya peningkatan prevalensi perokok anak. PP 109/2012 padahal sudah mengatur pembatasan iklan produk rokok pada media televisi dan elektronik bahkan mengatur detil media luar ruang hingga larangan menjual rokok kepada anak dibawah umur sebagai bentuk pengendalian produk rokok dan pembatasan komunikasi produsen dengan konsumen.

Namun hingga saat ini, menurutnya, tidak ada gebrakan dari Kemenkes untuk melakukan edukasi masyarakat luas tentang bahaya rokok sekaligus mencegah akses penjualan bagi anak-anak secara proaktif dengan bermitra dengan pihak pabrikan atau pun pemangku kepentingan IHT. Padahal pihak- pihak tersebut, disebutkannya, yang menjalankan berbagai bentuk pengendalian.

Terlebih isu perokok pemula merupakan persoalan pelik yang membutuhkan sinergi kebijakan dan kontribusi seluruh pihak dan pemangku kepentingan bukan hanya pengendalian di sisi hilir.

"Ditambah lagi wacana perluasan gambar peringatan kesehatan tersebut berpotensi meningkatkan rokok ilegal yang beredar di pasaran. Hal tersebut tentunya malah akan merugikan negara," tambahnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pembahasan Dilanjutkan

Di kesempatan yang sama Analis Kebijakan Madya Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai (Kementerian Keuangan) Hary Kustowo menjelaskan bahwa meskipun Indonesia tidak ratifikasi FCTC, ketentuan PP 109 beberapa bahkan lebih ketat.

Hary mengatakan aspek pengendalian selalu jadi pertimbangan dalam kebijakan cukai tembakau. Setelah selesai pengumuman cukai tahun lalu, pembahasan PP 109 dilanjutkan.

“Itu tetap dibahas. Tapi kami keberatan peringatan kesehatan jadi 90 peresn. Kami butuh media untuk pengawasan. Bayangkan kalau nanti semua rokok gambarnya sama itu bagaimana membedakan yang legal dan ilegal di lapangan,” ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.