Sukses

Pemerintah Dianggap Gagal Tangani Masalah Fiskal Akibat Covid-19

Ekonom menilai krisis ekonomi akibat Covid-19 ini berbeda dengan krisis yang pernah terjadi di dunia

Liputan6.com, Jakarta Ekonom INDEF, Enny Sri Hartati mengatakan krisis ekonomi saat ini berbeda dengan krisis ekonomi yang sebelumnya pernah dihadapi Indonesia. Krisis kali ini bukan disebabkan oleh sistem keuangan melainkan menurunkan permintaan dalam perekonomian nasional sebagai dampak dari Covid-19.

Memang biasanya dalam krisis ekonomi yang diotak-atik sistem likuiditas. Namun pada krisis kali ini likuiditas perbankan tidak bermasalah.

"Biasanya memang kalau dulu otak atik peran sistem likuiditas perekonomian kita, tapi hari ini likuiditas ini tidak bermasalah," kata Enny dalam diskusi virtual Forum Tebet (Forte) bertajuk Pembentukan Dewan Moneter: Skenario Merancang BI menjadi Kasir Pemerintah & Penalangan Bank Bermasalah, Jakarta, Jumat (11/9/2020).

Enny menegaskan, masalah yang dihadapi saat ini di sisi fiskal yang tidak bisa dikelola dengan baik. Dia menyebut banyak dana pemerintah yang bisa dikelola ketimbang menambah utang baru negara. Misalnya menggunakan idea fund atau dana pemerintah yang tak terpakai di bank sentral.

"Menggunakan dana pemerintah yang menganggur dan tersimpan di bank sentral, lebih dari 300 triliun dana idea fund," kata Enny.

Dia menilai kondisi ini akibat pemerintah tidak bisa mengelola fiskal. Stimulus fiskal yang diberikan nyata tidak berjalan efektif. Apalagi sejak sebelum pandemi, pendapatan negara tidak bisa memenuhi anggaran belanja negara.

"Kalau persoalannya di fiskal ini karena tidak becus mengelola stimulus fiskal," kata dia.

Artinya utang yang selama ini dibuat pemerintah untuk pembangunan tidak efektif. Sebab utang negara terus bertambah namun tidak diikuti dengan penerimaan pajak. Sebaliknya rasio pajak malah menurun. Sebelumnya tax ratio utang luar negeri berkisar di angka 12 sampai 13 persen. Namun saat ini hingga Juli 2020 tax ratio berada di angka 8,04 persen.

"Utang itu tidak produktif dan tidak menyelesaikan masalah ,ini tuh alokasi dan penggunaan utang yang bermasalah, jadi fiskalnya ini yang bermasalah," kata Enny.

Apalagi di masa pandemi ini, utang yang dibuat negara juga tidak efektif untuk membiayai pemulihan ekonomi nasional. Anggaran telah disiapkan namun penyerapannya masih rendah. Eksekusi pemerintah masih lambat terlihat hingga bulan Agustus 2020 penyerapannya belum mencapai 30 persen dari anggaran Rp 695,2 triliun.

Memang saat ini negara sedang menghadapi kejadian luar biasa. Namun melihat penanganan yang dilakukan ternyata berbeda dengan yang umum dilakukan negara lain. Seperti membuat berbagai macam regulasi tetapi tidak dilakukan. Sehingga kata Enny wajar saja jika publik menyalahkan pemerintah. Sebab skenario yang dibuat untuk menangani pandemi Covid-19 mencurigakan.

"Jadi kalau publik menyalahkan itu tidak salah, ini ada skenario lain atau moral hazard apa yang diselesaikan dengan cara ini," kata Enny mengakhiri.

Merdeka.com

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Anggaran PEN di 2021 Rp 356 Triliun, Berapa untuk Pengadaan Vaksin Covid-19?

 Pemerintah mengalokasikan anggaran pemulihan ekonomi nasional (PEN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2021 sebesar Rp 356,5 triliun. Angka ini lebih rendah jika dibandingkan anggaran PEN tahun ini yang mencapai sekitar Rp695,2 triliun.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan dari alokasi sebesar Rp356,5 triliun, anggaran kesehatan tetap dialokasikan cukup besar hingga mencapai 6,2 persen dari APBN pada tahun 2021. Angka ini jauh lebih besar dari amanat undang-undang kesehatan sebesar 5 persen dari APBN.

"Di dalamnya termasuk penanganan bidang kesehatan melalui pengadaan vaksin dan perbaikan di bidang kesehatan," kata dia dalam sidang paripuran di DPR RI, Jakarta, Selasa (1/9).

Dia menjelaskan, penurunan anggaran PEN pada tahun 2021 didasarkan pada perkiraan biaya untuk penanganan pasien Covid-19 yang akan jauh lebih berkurang dibandingkan kondisi di tahun tahun tahun 2020. Dan fokus pemerintah di dalam penyediaan vaksin yang dilakukan pada tahun 2021.

Kemudian beberapa program perlindungan sosial juga direncanakan tidak seluas dan sebesar manfaatnya pada tahun 2020. Hal itu sejalan dengan proyeksi dan harapan perekonomian sudah akan mulai bergerak dan tercipta lapangan kerja baru.

"Untuk UMKM korporasi dan insentif pada dunia usaha juga Mulai diturunkan secara bertahap seiring dengan pulihnya perekonomian nasional," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini