Sukses

Ingin Sukses dengan Gaya Hidup Hustle Culture? Hati-Hati

Hustle culture menggambarkan keadaan seseorang yang harus selalu bekerja untuk sukses, sehingga seringkali tidak punya waktu lagi buat diri sendiri dan beristirahat.

Liputan6.com, Jakarta - Pernahkah Anda merasa tidak menghasilkan apapun? Padahal, setiap hari sudah berusaha keras untuk mewujudkan impian atau bekerja keras demi karier. Namun, kadang hasilnya tidak terlihat.

Tidak jarang Anda pun kemudian membandingkan diri sendiri dengan orang lain yang menurut Anda sudah berhasil. Rasa bersalah pun datang akhirnya memacu diri untuk bekerja lebih keras lagi. Kerja keras ini tanpa memperdulikan kondisi badan yang sebenarnya sudah harus istirahat.

Familiar? Anda tengah mengalaminya? Fenomena ini sering dialami akhir-akhir ini, terutama di kalangan anak muda. Akhirnya, muncul istilah hustle culture alias pantang istirahat sebelum sukses.

Apa itu Hustle Culture?

Dikutip dari Swara, Rabu (9/9/2020), hustle culture adalah sebuah gaya hidup yang mendorong seseorang untuk bekerja terus menerus, kapan pun dan di mana pun. Singkatnya, sering juga disebut “gila kerja”.

Hustle culture ini menggambarkan keadaan seseorang yang harus selalu bekerja untuk sukses, sehingga seringkali tidak punya waktu lagi buat diri sendiri dan beristirahat, seperti liburan, kurang tidur, dan tidak ada me time. Bahkan kita cenderung mengabaikan kesehatan merasa harus selalu bekerja.

Kebanyakan orang-orang yang mengidolakan budaya ini beranggapan bahwa semakin lama Anda bekerja maka akan semakin sukses. Padahal kenyataanya, hanya sebagian orang yang merasakan sukses dalam hal finansial.

Fenomena ini tentunya tidak bagus buat life balance, karena tidak adanya keseimbangan dalam aspek kehidupan, seperti aspek kesehatan, pekerjaan, dan kesejahteraan emosional.

Sering kali seseorang merasa bangga bahwa ia bekerja sampai pagi, seperti pekerjaan yang menumpuk dan mengakibatkan hanya tidur 4 jam.

Tentunya dengan kebanyakan bekerja dan mengabaikan kesehatan akan membawa pengaruh yang buruk bagi kesehatan. Seperti waktu tidur menjadi terganggu yang akan memicu banyak masalah lainnya dan berdampak bagi kesehatan tubuh.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Munculnya Hustle Culture

Pertama kali fenomena gila kerja atau workaholism ditemukan pada tahun 1971. Fenomena ini semakin menyebar dengan cepat, terutama di kalangan milenial. Alhasil saat ini sering ditemukan yang lembur sampai tengah malam untuk belajar atau bekerja, dan menganggap sepele jam tidur.

Perkembangan teknologi yang semakin pesat, juga lahirnya banyak pengusaha yang mencapai kesuksesan di usia muda, membuat orang-orang semakin terdorong untuk bisa sukses di usia muda. Tidak heran jika banyak yang terobsesi ingin seperti Mark zuckerberg, Elon Musk dan Steve job.

Elon musk pernah men-tweet kata-kata mutiara seperti “No one ever changed the world on 40 hours a week,” and who recommends reaching an 80 hours/week threshold, possibly “peaking at 100.” Oleh karena itu, banyak yang ingin berlomba-lomba untuk bekerja non-stop. Alasannya, mereka percaya dengan bekerja terus maka akan sukses di usia muda. Di samping itu, banyak juga yang menantang dirinya dan meyakinkan orang bahwa bekerja keras adalah satu-satunya tindakan yang benar-benar penting.

Begitu juga dengan generasi millenial khususnya, seperti lulusan baru banyak tertarik dengan budaya gila kerja. Hal ini merujuk pada seberapa sibuk mereka, juga tentang seberapa banyak yang telah mereka kerjakan. Oleh karena itu, banyak orang tertarik dengan budaya “gila kerja atau workaholism”. Mereka beranggapan, semakin keras bekerja maka akan semakin sukses. Budaya ini telah menjadi standar bagi banyak orang untuk mengukur tingkat produktivitas dan kinerja seseorang.

Fenomena ini membuat seseorang percaya bahwa aspek kehidupan paling penting adalah mencapai tujuan profesional dengan bekerja keras tanpa henti (non-stop). Sayangnya, jika dilakukan terus-menerus, hal ini akan menyebabkan seseorang kelelahan dan berbagai masalah kesehatan lainnya.

 

3 dari 4 halaman

Dampak

Bagi kamu yang mengidolakan budaya hustle akan merasa termotivasi untuk bekerja terus menerus. Kamu pun termotivasi untuk terus mengejar mimpi dan ingin sukses dalam hal finansial. Di samping itu, budaya hustle dapat menginspirasi sebagian orang untuk selalu bekerja dalam mencapai tujuan yang diinginkan.

 

Ketika budaya hustle mendorong kamu dalam bekerja, tentunya tanpa disadari kamu akan menjadi seseorang yang rela disuruh-suruh atau disebut dengan “budak korporat”, mulai dari tekanan internal maupun eksternal. Hal ini dikarenakan adanya tuntutan pekerjaan, bisa jadi kamu ingin menyenangkan teman ataupun orang-orang terdekat. Secara tidak langsung kamu diajak untuk menjadi multitasking, mengerjakan segalanya dan ketika deadline mendekat kamu dilanda panik sehingga menjadi khawatir. Tekanan eksternal dan internal ini menjadi bumerang buat kamu karena secara perlahan melemahkan kemampuanmu, dan menimbulkan stres dan akhirnya membuat tubuhmu kelelahan.

 

4 dari 4 halaman

Berbahayakah?

Jika ditelusuri lebih dalam lagi, pada akhirnya budaya hustle ini lebih banyak memberikan dampak negatif. Seperti, seorang siswa yang selalu termotivasi untuk belajar non-stop sehingga tidak ada waktu untuk istirahat. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan fisik dan mentalnya.

Dengan bekerja terus-menerus akan mengakibatkan kelelahan. Lebih jauh lagi, bisa mengakibatkan stres karena terlalu menekan tingkat produktivitas. Sehingga, dapat memicu kenaikan atau penurunan berat badan yang drastis, tekanan darah tinggi, kelelahan, dan depresi.

Terlalu banyak pekerjaan juga akan mengakibatkan stres jangka panjang yang akan merusak sistem kekebalan tubuh seseorang seperti, penumpukan kolesterol di arteri, menyebabkan bisul, dan penyakit jantung. Apalagi jika kamu lupa makan atau pola makan menjadi berantakan karena banyaknya pekerjaan yang menumpuk, maka akan meningkatkan risiko diabetes.

Oleh karena itu, buat kamu yang memang mengidolakan budaya ini bisa saja, perlu diketahui bahwa daya tahan tubuh setiap orang berbeda. Maka dari itu, pertimbangakan kembali jam kerja kamu per hari, dan jangan lupa untuk istirahat. Termotivasi untuk bekerja keras memang tidak salah, tapi jika terus-menerus tanpa henti akan menjadi toxic bagi dirimu, terutama bagi kesehatanmu. Ingat, kamu juga perlu untuk istirahat, meluangkan waktu dengan keluarga dan menjaga kesehatan fisik dan mental.

Sudah saatnya kamu meluangkan waktu buat diri sendiri agar tidak merasa tertekan karena pekerjaan yang begitu banyak. Juga, berhentilah untuk mengasumsikan bahwa sibuk adalah hal yang baik. Karena hal ini dapat menguras energimu dan tentunya hal ini tidak baik bagi kesehatan tubuh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini