Sukses

Survei: Anak Sekolah Jadi Target Pasar Industri Rokok

Pemasaran rokok dan promosi produk tembakau (rokok) menjadikan anak-anak usia sekolah sebagai target pemasaran

Liputan6.com, Jakarta - Hasil Survei Tempat Penjualan Rokok di Sekitar Sekolah menunjukkan pemasaran rokok dan promosi produk tembakau (rokok) menjadikan anak-anak usia sekolah sebagai target pemasaran. Sebab tidak sedikit temuan survei penjualan rokok marak berada di sekitar lingkungan sekolah.

"Cara-cara pemasaran dan promosi produk rokok yang ditemukan dalam survei ini menunjukkan industri rokok menjadikan anak-anak sebagai target pemasaran," kata Peneliti dari FAKTA, Tubagus Haryo dalam Peluncuran Hasil Survei Tempat Penjualan Rokok di Sekitar Sekolah, Studi Kasus: Jakarta, Medan, Banggai, dan Surakarta, Jakarta, Kamis (3/9/2020).

Cara yang digunakan untuk memasarkan produk rokok di sekitar sekolah yakni memajang produk sejajar dengan mata anak. Menyediakan rokok ketengan atau dijual per batang. Memajang dekat dengan permen atau makanan ringan.

Lalu melalui media poster atau iklan rokok. Mengatur kemasan sehingga peringatan kesehatan tertutupi. Memajang slop rokok. Menggunakan spanduk (iklan) rokok sebagai penutup warung dan memajang lampu di tempat pajangan rokok.

Adapun, cara industri rokok mempromosikan produknya di sekitar sekolah yakni dengan mengeluarkan edisi khusus atau terbatas sebanyak 86 persen. Dipromosikan dengan memberikan potongan harga 19 persen.

Selain itu, juga dengan memberikan hadiah dan memberikan loyalty masing-masing 2 persen. Terakhir menjual benda menyerupai rokok berupa permen atau mainan, agenda sponsor industri rokok dan pemberian rokok gratis 1 persen.

 Merdeka.com

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Target Cukai Rokok Naik Jadi Rp 172,8 Triliun di 2021, Ini Alasannya

Pemerintah memastikan target cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok sebesar Rp 172,8 triliun di tahun depan. Angka tersebut naik 4,8 persen dari target tahun ini sebesar Rp 164,9 triliun. Kenaikan tarif ini akan diumumkan pada akhir bulan September 2020 nanti.

Namun, hal itu masih menjadi polemik lantaran kenaikan tarif CHT sekitar 23 persen tahun 2020 ini ternyata tidak menghasilkan penerimaan yang optimal.

Kepala Sub Direktorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC), Sunaryo mengatakan bahwa kenaikan tarif cukai rokok tahun depan telah mempertimbangkan adanya dampak pandemi Covid-19 bagi ekonomi Indonesia. Sekaligus mengikuti asumsi makro tahun 2021.

"Tentu asumsi makro akan menjadi pertimbangan dalam pembuatan policy dan penentuan target cukai di tahun 2021," ujarnya dalam Webinar Akurat Solusi bertemakan 'Rasionalitas Target Cukai 2021', di Jakarta Minggu (30/8/2020).

Sunaryo menjelaskan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPBN) 2021, Kementerian Keuangan mematok penerimaan cukai sebesar Rp 178,5 triliun. Jumlah tersebut naik 3,6 persen year on year (yoy) dibanding outlook akhir tahun ini yang mencapai Rp 172,2 triliun.

Kemudian, ada empat aspek yang menjadi pertimbangan pemerintah soal kenaikan cukai rokok pada 2021. Pertama, hasil survei dampak pandemi Covid-19 terhadap kinerja reksan cukai yang menunjukan secara umum masih memiliki resilience untuk melindungi tenaga kerja (padat karya).

Kedua, berdasarkan hasil indepth interview, secara umum kontributor utama mengalami penurunan baik secara volume maupun nominal cukai. Ketiga, berdasarkan monitoring HTP, pabrikan belum sepenuhnya melakukan fully shifted/ forward shifting, kondisi saat ini pabrikan masih menalangi (backward shifting).

Terakhir, titik optimum menjadi penentuan target 2021 yang tidak serta merta penambahan beban berkorelasi positif terhadap sektor penerimaan.

Lanjutnya, dalam prakteknya, performa cukai hasil tembakau (CHT) tahun 2012 sampai 2018 secara nominal, produksinya terus menurun, prevalensi total Global juga turun. Namun penerimaan cukai tercapai dan meningkat secara nominal serta proporsional.

Sehingga, kenaikan cukai rokoktidak hanya mempertimbangkan penerimaan negara. Sebab, tidak serta merta penambahan tarif cukai dapat menambah penerimaan.

"Makanya ini tantangan bagi kita ini sendiri untuk membuat solusi. Bagaimana dengan situasi yang seperti ini bisa tumbuh penerimaan cukai tetapi pertimbangannya dari industri dan kesehatan bisa optimum," jelasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini