Sukses

Kontraksi Ekonomi Indonesia Lebih Kecil Dibandingkan AS dan Inggris

Dibanding dengan negara lain seperti Hongkong, Amerika Serikat, Spanyol, Inggris, Singapura dan lainnya, Indonesia masih jauh lebih kecil terkontraksinya.

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Center Macroeconomics and Finance Indef, M. Rizal Taufikurahman menilai kebijakan fiskal Indonesia dalam mengantisipasi pandemi covid-19 belum cukup efektif atau masih moderat.

“Kalau kita lihat kebijakan fiskal di beberapa negara (G-20) Indonesia masih di bawah Turki (4,3 persen) tapi di atas Arab Saudi (2,6 persen), stimulus fiskal Indonesia sebesar 4,2 persen dari GDP dan ini memang dirasa masih moderat,”kata Rizal dalam Diskusi Online INDEF "Meneropong Arah Makroekonomi 2021", Selasa (25/8/2020).

Ia menyarankan agar Pemerintah meningkatkan stimulus tersebut, sehingga bisa mendorong kinerja ekonomi makro. Menurutnya indikator-indikator makro ekonomi menjadi satu hal yang sangat penting.

Lanjutnya, suasana pertumbuhan perekonomian di tahun 2021 masih akan dipengaruhi oleh pandemi covid-19, jika pandemi di 2020 tidak diselesaikan dan diminimalisir resiko penularannya tetap akan menjadi permasalahan yang tetap ada di tahun 2021.

“Tentu ini mengkontraksi pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia, termasuk Indonesia yang terkontraksi cukup dalam -5,32 persen,” ujarnya.

Namun, dibanding dengan negara lain seperti Hongkong, Amerika Serikat, Spanyol, Inggris, Singapura dan lainnya, Indonesia  masih jauh lebih kecil terkontraksinya.

Hal itu dikarenakan sektor pertanian selama masa pandemi covid-19 mengalami pertumbuhan yang signifikan, sehingga pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mampu bertahan.

Menurutnya, sektor ini yang harus dipertimbangkan betul dalam mendorong perbaikan ekonomi ke depan. Karena di dua triwulan sektor ini mampu bertahan dengan signifikan.

“Kita berharap kebijakan fiskal tahun ini terutama recovery ekonomi jauh lebih efektif, dan diharapkan besarannya ditingkatkan,” pungkasnya.   

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Miris, Pekerja di Jawa Barat Paling Banyak Kena Dampak Corona

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, mengungkapkan Provinsi Jawa Barat menjadi provinsi dengan tenaga kerja yang terdampak imbas dari Covid-19 paling banyak. Hal tersebut dikatakan Menaker Ida saat memberikan arahan konkret pemulihan ekonomi nasional di bidang ketenagakerjaan di hadapan Kadisnaker Kab/Kota seluruh Jawa Barat, di Bandung, Jawa Barat.

"Tentu dengan kondisi dan tantangan ketenagakerjaan di Provinsi Jawa Barat ini perlu untuk segera ditindaklanjuti sesegera mungkin. Agar kita bisa tekan laju dampak Covid-19 ini kedepannya," kata dia dalam pernyataannya, Senin (10/8).

Menurut data yang dihimpun Kementerian Ketenagakerjaan dengan bantuan dari Disnaker Pemda setempat, hingga 31 Juli 2020, pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 di Provinsi Jawa Barat mencapai lebih dari 342.772 orang pekerja.

Sedangkan, secara nasional hingga 31 Juli 2020, total pekerja formal maupun informal yang terdampak Covid-19 mencapai lebih dari 3,5 juta orang. Dari jumlah tersebut, data yang sudah di-cleansing oleh kemnaker dengan BPJS Ketenagakerjaan mencapai 2.146.667 orang (yang terdata by name by address).

"Data yang sudah cleansing tersebut terdiri dari pekerja formal yang dirumahkan mencapai 1.132.117 orang dan pekerja formal yang di-PHK sebanyak 383.645 orang. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak mencapai 630.905 orang," jelasnya.

Untuk itu, Ida menyebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo terkait mitigasi dampak pandemi di bidang ketenagakerjaan, Pemerintah melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional berupaya meringankan beban pekerja ter-PHK melalui berbagai stimulus, termasuk menyalurkan berbagai bantuan sosial bagi para korban PHK, Kartu Prakerja, program padat karya, dan kewirausahaan untuk penyerapan tenaga kerja yang terdampak pandemi.

Sementara itu Kadisnakertrans Provinsi Jawa Barat, Rachmat Taufik Garsadi, mengungkapkan bahwa kondisi ketenagakerjaan yang ada di Jawa Barat saat ini tingkat angka pengangguran terbuka di Jawa Barat masih cukup tinggi. Ditambah lagi, masih tingginya angka disparitas UMK ditingkat Kabupaten/Kota, yang berdampak pada minimnya produktivitas dan daya saing keterampilan yang ada di Jawa Barat.

"Tentu Kami di provinsi meminta bantuan arahan dari pusat dan Bu Menteri agar sarana dan prasarana pelatihan di Jawa Barat dan permasalahan lainnya dapat diatasi dengan baik," ungkap Taufik.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.