Sukses

Layu Sebelum Berkembang, Industri Manufaktur RI Kalah Saing di Pasar Global

Pemerintah dinilai lalai dalam melakukan revitalisasi industri.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom senior & pendiri CORE Indonesia, Hendri Saparini menilai pemerintah lalai dalam melakukan revitalisasi industri. Akibatnya, terjadi deindustrialisasi. Dimana terjadi penurunan porsi manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB).

“Faktor yang menyebabkan deindustrialisasi, karena kita memang lalai melakukan revitalisasi industri. Jadi yang dulu kita ini bisa mengekspor produk diolah, sekarang ini justru kita mengekspor yang tidak diolah. Semakin diolah semakin tidak kompetitif, semakin diolah semakin tidak ada marketnya karena tidak bisa berkompetisi,” ujar dia dalam diskusi virtual BRIEFER.id, Jumat (21/8/2020).

Menurutnya, hal ini karena pemerintah tidak memainkan kebijakan perdagangan. Termasuk kebijakan energi dan kebijakan tenaga kerja.

“Akhirnya, kecenderungannya itu lebih memilih bahan mentah diekspor saja. Barang jadi diimpor saja. Jadi itulah yang terjadi karena tidak ada strategi kebijakan yang utuh,” beber Hendri.

Hendri menambahkan, perlunya merapikan struktur industri untuk memaksimalkan potensi manufaktur dalam negeri. Sebab, sejauh ini menurut Hendri, deindustrialisasi dapat terjadi karena market yang tidak dikelola dan produksi yang tidak dijaga.

“Sehingga tidak lagi berdaya saing untuk bisa menghasilkan produk-produk yang kompetitif. Dia layu sebelum berkembang,” sebut Hendri.

 

** Saksikan "Berani Berubah" di Liputan6 Pagi SCTV setiap Senin pukul 05.30 WIB, mulai 10 Agustus 2020

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jokowi Undang Investor ke Kawasan Industri Batang dan Subang

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyampaikan pentingnya ekonomi nasional yang kondusif bagi perluasan kesempatan kerja yang berkualitas. Menurutnya, hal ini dapat dilakukan salah satunya melalui peringkasan birokrasi.

Di sisi lain, Jokowi juga menyebutkan keberlangsungan kawasan industri yang memberi peluang besar bagi penyerapan tenaga kerja. Diantaranya termasuk Kawasan Industri Batang serta Subang-Majalengka yang sedang dikembangkan dalam waktu singkat.

“Kawasan ini dirancang untuk mampu mengundang investasi berkualitas, yang bersinergi dengan UMKM kita, yang memberikan nilai tambah signifikan untuk perekonomian nasional, serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar,” ujar Jokowi dalam pidato Sidang Tahunan MPR RI, Senayan, Jumat (14/8/2020).

Jokowi menambahkan, kawasan industri serupa juga akan dibangun di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Kawasan tersebut diupayakan agar selalu bersinergi dengan kewirausahaan masyarakat dan UMKM.

Diantaranya untuk menyediakan kesempatan kerja bagi generasi muda yang belum bekerja, serta meningkatkan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok negeri.

“Oleh karena itu, ekosistem nasional yang kondusif bagi perluasan kesempatan kerja yang berkualitas harus kita bangun. Penataan regulasi harus kita lakukan. Regulasi yang tumpang tindih, yang merumitkan, yang menjebak semua pihak dalam risiko harus kita sudahi,” kata Jokowi.

Ia menekankan, bahwa seluruh upaya tersebut didedikasikan untuk perekonomian nasional yang adil. “Kita ingin semua harus bekerja. Kita ingin semua sejahtera,” tegas Jokowi.

3 dari 3 halaman

Jokowi: Ibarat Komputer, Perekonomian Semua Negara Saat Ini Sedang Hang

Presiden Jokowi menyampaikan pidato pada sidang tahunan MPR, sidang bersama DPR dalam rangka HUT ke-75 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Dalam Pidato tersebut Jokowi menyatakan semua negara, negara miskin, negara berkembang, termasuk negara maju, semuanya sedang mengalami kemunduran karena terpapar Covid-19.

"Krisis perekonomian dunia juga terparah dalam sejarah. Di kuartal pertama 2020, pertumbuhan ekonomi negara kita masih plus 2,97 persen, tapi di kuartal kedua kita minus 5,32 persen," kata dia Jumat (14/8/2020).

Menurut dia, ekonomi negara-negara maju bahkan minus belasan persen, sampai minus 17 persen. Kemunduran banyak negara besar ini bisa menjadi peluang dan momentum bagi kita untuk mengejar ketertinggalan.

"Ibarat komputer, perekonomian semua negara saat ini sedang macet, sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat, harus melakukan re-start, harus melakukan re-booting," ungkap dia.

Jokowi menyatakan, semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya.

"Saya menyambut hangat seruan moral penuh kearifan dari para ulama, para pemuka agama, dan tokoh-tokoh budaya agar menjadikan momentum musibah pandemi ini sebagai sebuah kebangkitan baru untuk melakukan sebuah lompatan besar. Inilah saatnya kita membenahi diri secara fundamental, melakukan transformasi besar,menjalankan strategi besar.

Strategi besar di bidang ekonomi, hukum, pemerintahan, sosial, kebudayaan, termasuk kesehatan dan pendidikan.

"Saatnya kita bajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar. Pada usia ke-75 tahun ini, kita telah menjadi negara Upper Middle Income Country. 25 tahun lagi, pada usia seabad Republik Indonesia, kita harus mencapai kemajuan yang besar, menjadikan Indonesia Negara Maju," tutup dia.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.