Sukses

Indonesia Terancam Resesi, Pemerintah Perlu Rombak Pemberian Stimulus

Pemerintah diminta melakukan terobosan agar ekonomi nasional bisa sedikit pulih pada kuartal III 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, Indonesia pasti akan jatuh ke jurang resesi pada kuartal III 2020 setelah pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 tercatat -5,32 persen.

Terlepas dari hal tersebut, ia mendesak pemerintah melakukan terobosan agar ekonomi nasional bisa sedikit pulih pada kuartal selanjutnya. Bhima menilai pemerintah perlu merombak total seluruh kebijakan pemberian stimulus pada sektor usaha.

"Jadi terobosan yang perlu dilakukan sekarang bukan masalah resesi atau tidak, soalnya pasti masuk resesi. Sekarang terobosan apa yang penting. Terobosan yang penting adalah merombak total seluruh stimulus ekonomi," tegas dia kepada Liputan6.com, Kamis (6/8/2020).

Dikatakannya, salah satu bentuk pemberian stimulus yang harus diubah yakni skema relaksasi kredit bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

Menurutnya, pemerintah semustinya memberikan hibah modal kerja dan subsidi internet gratis bagi UMKM untuk masuk ke pasar digital.

"Kemudian bagaimana UMKM diberikan semacam insentif sehingga bisa memberlakukan protokol kesehatan lebih baik. Jadi konsumen juga percaya untuk beli barang di UMKM," sambung Bhima.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Stimulus Pajak

Sorotan lainnya, ia menekankan pemberian stimulus pajak untuk korporasi tidak efektif. Menurut dia, kebijakan tersebut sebaiknya diubah ke dalam bantuan langsung kepada penerima bantuan sosial.

"Jadi pengurangan PPh, kemudian keringanan pajak untuk korporasi, sebaiknya diberikan langsung kepada bantuan sosial sehingga berdampak kepada penyelamatan masyarakat yang rentan miskin maupun yang miskin, karena itu langsung dibelanjakan oleh masyarakat miskin," tuturnya.

Tuntutan itu dilontarkannya lantaran perusahaan yang mendapatkan stimulus perpajakan belum tentu membuktikan bisa menyerap tenaga kerja seperti yang diharapkan.

"Justru yang terjadi stimulus pajak makin besar, stimulus untuk korporasi mencapai 24 persen dari total stimulus, tapi faktanya PHK terus jalan. Ini jadi salah satu catatan, mengoreksi stimulus yang tidak efektif," tukas Bhima.

3 dari 4 halaman

Menkeu Sri Mulyani: Indonesia Belum Resesi

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati angkat suara mengenai potensi Indonesia memasuki resesi usai pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2020 tercatat minus 5,32 persen. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi negatif tersebut belum menandakan ekonomi Indonesia resesi.

"Sebetulnya kalau secara year on year belum (resesi). Kita belum resesi. Resesi itu secara year on year, dua kuartal (negatif) berturut-turut," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers secara online, Jakarta, Rabu (5/8/2020).

Kuartal lalu, kata Sri Mulyani, merupakan pertama kalinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi. Pemerintah secara terus-menerus akan melakukan sejumlah cara dan kebijakan agar ekonomi bangkit di kuartal III dan IV sehingga tak resesi.

"Ini kuartal pertama RI kontraksi dan ini pemicu kita agar kuartal III dan kuartal IV jangan sampai negatif atau dihindarkan. Ini yang kita lakukan dan kita all out," jelasnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut meminta dunia usaha turut serta membantu pemerintah membangkitkan ekonomi sehingga Indonesia tak jatuh ke jurang resesi. "Kita harap dunia usaha dan stake holder sama-sama pulihkan ekonomi akibat pandemi Covid," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com 

4 dari 4 halaman

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Minus 5,32 Persen, Terparah Sejak 1999

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mencatat pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 negatif -5,32 persen secara year on year (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut menjadi yang terendah sejak triwulan I-1999 yang pada saat itu mencapai -6,13 persen.

"Kalau kita lacak pertumbuhan ekonomi secara kuartalan, kontraksi 5,32 persen ini adalah terendah sejak kuartal I pada 1999. Jadi pada pada triwulan I 1999 pada waktu itu mengalami kontraksi sebesar 6,13 persen," ujar Suhariyanto melalui konferensi pers secara daring, Jakarta, Rabu (5/8).

Suhariyanto mengatakan, pihaknya belum akan melakukan revisi data pertumbuhan ekonomi untuk tahun ini. Hal tersebut nantinya akan dilakukan pada akhir tahun sebagaimana biasanya. "Nggak ada revisi pada kuartal  II. Kalau ada revisi biasanya dilakukan pada akhir tahun," jelasnya.

Dia berharap pertumbuhan ekonomi pada kuartal III tahun ini akan membaik seiring dilakukannya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa kota.

Namun, pertumbuhan ekonomi akan membaik apabila penanganan penyebaran pandemi Virus Corona dilakukan dengan optimal.

"Saya ajak semua membangun optimisme. Sejak adanya relaksasi PSBB di Juni sudah ada geliat dibandingkan apa yang terjadi di Mei meskipun belum normal. Jadi di kuartal III ini kita harus bergandeng tangan dan optimis sehingga ekonomi bergerak dan yang paling penting gerakan protokol kesehatan supaya Covid nya betul betul tidak menyebar kemana-mana," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.