Sukses

Tingkat Polusi Udara di Indonesia Menurun sejak Pandemi, Ini Buktinya

Secara keseluruhan, polusi udara di Indonesia membaik 42 persen sejak adanya pandemi.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) MR Karliansyah menyatakan, tingkat polusi udara di Indonesia menurun sejak pembatasan sosial diberlakukan imbas pandemi Covid-19.

Secara keseluruhan, polusi udara di Indonesia membaik 42 persen sejak adanya pandemi. Sebesar 78 hingga 80 persen polusi diakibatkan oleh gas buang kendaraan bermotor yang selama ini menjadi moda sehari-hari masyarakat.

"Kenyataannya, pergerakan manusia jauh turun selama pandemi, kita juga kendaraan bermotor yang selama ini di kota besar Jakarta, Pekanbaru berkurang sehingga efek yang dihasilkan juga berkurang," jelas Karliansyah dalam acara Livestreaming "Udara Bersih Langit Biru" yang diselenggarakan Liputan6.com, Kamis (23/7/2020).

Menurut data KLHK yang dipaparkan Karliansyah, hingga 1 Juli 2020, terdapat penurunan tingkat konsentrasi partikel PM 2,5 di beberapa daerah di Indonesia.

Sebagai informasi, PM 2,5 adalah partikulat berukuran 2,5 mikrometer yang berada di asap dan polusi, yang berbahaya untuk pernapasan manusia.

Misalnya di Jakarta, angkanya turun 15 persen dengan nilai rata-rata tahun 2020 sebesar 26,87 mg/m3. Angka ini masih tinggi karena Indonesia menerapkan standar baku mutu PM 2,5 sebesar 15 mg/m3, sedangkan menurut panduan WHO, standar baku mutu PM 2,5 sebaiknya 10 mg/m3.

Kemudian di Jambi, angkanya turun tipis 3 persen dengan rata-rata di 2020 sebesar 14,01 mg/m3. Lalu di Padang, turun 18 persen dengan nilai rata-rata tahunan 10,2 mg/m3.

Di Aceh, turun 14 persen dengan rerata tahunan 10,88 mg/m3. Di Batam, turun 16 persen dengan nilai rerata tahunan 14,17 mg/m3.  "Lalu di Makassar turun 15 persen dengan nilai rata-rata tahun 2020 sebesar 9,22 mg/m3," jelas Karliansyah.

Untuk meningkatkan kualitas udara, Karliansyah mendorong agar masyarakat menggunakan alternatif jalan kaki untuk jarak dekat, sepeda sebagai moda jarak sedang dan transportasi umum untuk jarak jauh.

"Tentunya, transportasi umum harus menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan dan pembakarannya sempurna sehingga tidak menghasilkan emisi," jelas dia.

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bahan Bakar Ramah Lingkungan Jadi Faktor Krusial Penentu Kualitas Udara

Pandemi Covid-19 masih melanda tanah air. Tak cuma berpengaruh ke ekonomi dan kesehatan, menyebarnya pandemi juga menentukan kualitas udara terutama di kota-kota yang menerapkan pembatasan sosial.

Selama pandemi, polusi udara dilaporkan berkurang. Hal ini dikarenakan 78 hingga 80 persen kontributor polusi berasal dari kendaraan bermotor, menurut Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Oleh karenanya, bahan bakar yang ramah lingkungan jadi faktor krusial penentu kualitas udara, apalagi ketika kendaraan bermotor kembali beroperasi seperti sedia kala.

General Manager Pertamina MOR III Tengku Fernanda menyatakan, sebagai penyedia produk minyak dan gas, Pertamina berkomitmen untuk menyediakan bahan bakar yang rendah emisi.

"Kami merasa penting untuk kontribusi lebih besar terhadap pengurangan polusi udara dengan menciptakan bahan bakar yang ramah lingkungan, dan sempurna pembakarannya. Tuntutannya, kalau nggak sempurna, dia akan menimbulkan polusi," ujar Fernanda dalam acara livestreamin "Udara Bersih Langit Biru" yang diselenggarakan Liputan6.com, Kamis (23/7/2020).

Hingga saat ini, Pertamina terus mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan, salah satunya Pertamax (termasuk Dex dan Turbo) yang kandungannya sesuai dengan rujukan yang tercantum di Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No 20 Tahun 2017.

Di dalam PM, disyaratkan standar baku mutu emisi gas buang kendaraan bermotor sesuai dengan standar EURO 4 sehingga BBM yang digunakan untuk uji emisi agar minimal mengikuti RON minimal 91 atau CN minimal 51, dan Pertamax memenuhi kriteria tersebut.

Selain itu untuk rumah tangga, Pertamina juga mendorong penggunaan Bright Gas. Untuk pelumas, juga tersedia Fastron dan Enduro.

Ke depannya, Pertamina akan selalu mengevaluasi produk ramah lingkungan agar bisa terus dikembangkan seiring pergerakan teknologi kendaraan.

"Kita punya tim evaluasi yang selalu menjamin produk memiliki pembakaran yang baik dan diproduksi sesuai dengan spesifikasi kendaraan, sehingga polusi udara bisa dikurangi," kata Fernanda.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.