Sukses

Kementerian BUMN: Krisis Bukan Hal Baru Bagi Indonesia

Indonesia sudah pernah mengalami setidaknya 3 kali guncangan krisis.

Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Virus Corona melumpuhkan seluruh ekonomi di dunia tidak terkecuali Indonesia. Beberapa negara tetangga bahkan sudah mengumumkan tidak mengalami pertumbuhan ekonomi bahkan masuk jurang resesi dalam kurun waktu yang cukup cepat.

Staf Khusus Menteri BUMN bidang Makro Ekonomi, Muhammad Ikhsan mengatakan, krisis ekonomi bukan sesuatu yang baru bagi Indonesia. Indonesia sudah pernah mengalami setidaknya 3 kali guncangan krisis.

"Kalau kita lihat krisis itu bukan sesuatu yang baru bagi Indonesia. Pada 1998 hingga 1997 kita melihat krisis yang sangat berat, ekonomi Indonesia drop pernah dikuarter ke 3 tahun 1998 sampai 16 persen," ujar Ikhsan dalam diskusi online, Jakarta, Rabu (22/7).

Fenomena krisis pada tahun 1998 merupakan yang terbesar jika dilihat dari tahun 1960-an. "Itu merupakan one of the biggest sebelum tahun 60-an. Kita juga mengalami krisis global di 2008 lalu ada taper tantrum pada 2013. So all crisis sudah kita lewati," jelasnya.

Berbeda dengan kasus sebelum-sebelumnya, saat ini Indonesia harus menghadapi penyebab krisis yang berbeda. Jika pada 3 kondisi sebelumnya, krisis diakibatkan oleh faktor ekonomi maka kali ini musuh utama adalah kesehatan.

"Kalau kita bandingkan dengan Covid-19. Perbedaan yang mencolok disini adalah, tiga krisis sebelumnya dipengaruhi perbankan, currency dan ekonomi. Dan yang sekarang terjadi adalah krisis dari sektor kesehatan. Kalau lihat trennya yang sekarang itu menyerupai 2008, apakah akan sedalam itu atau tidak ini tidak bisa terjawab," katanya.

Ikhsan melanjutkan, rontoknya ekonomi kali ini tidak hanya berdampak pada ekonomi saja tetapi juga menjalar kepada sektor sosial. Di mana, dalam kurun waktu 4 bulan sejak adanya pandemi di Indonesia pengangguran dan kemiskinan meningkat.

"Impactnya sebelum Covid-19, pertumbuhan ekonomi diprediksi bisa 5,3 persen. Kalau sekarang masih awal proyeksinya, kalau nggak negatif saja sudah bagus. Ada sosial impact yaitu kemiskinan mengalami kenaikan dan punya impact ke pengangguran," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Indonesia Diyakini Mampu Bertahan dari Krisis Ekonomi, Ini Rahasianya

Sebagai salah satu negara dengan perekonomian yang patut diperhitungkan di ASEAN, Indonesia mampu bertahan di tengah krisis ekonomi akibat Covid-19.

Sebelum krisis global yang terjadi akibat Covid-19, Indonesia pernah mengalami kondisi serupa pada tahun 1998. Apabila dibandingkan dengan krisis 1998, ekonomi Indonesia saat ini jauh lebih kuat dan sehat.

Hal tersebut tercermin pada beberapa aspek termasuk peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga lima kali lipat menjadi 1,1 triliun Dolar AS, dan peningkatan cadangan devisa sekitar tujuh kali lipat menjadi 129 miliar Dolar AS.

Selalu menjadi kekhawatiran, pinjaman luar negeri naik sebesar 3,1 kali lipat menjadi 404 miliar. Adapun, hal yang perlu di garis bawahi adalah rasio utang Indonesia terhadap PDB yang mengalami penurunan dari 57 persen menjadi 36 persen.

Uniknya, tahun 1998 dan 2020 mencatat depresiasi Rupiah yang serupa yaitu sekitar Rp16.500 sampai Rp16.600. Hal yang berbeda di tahun 2020 adalah tingkat depresiasi sebesar 16 persen, dari 500 persen di tahun 1998.

Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia, Paulus Sutisna mengungkapkan bahwa perbedaan yang paling berarti terasa dari segi kestabilan politik.

"Berbeda dengan situasi politik tahun 1998 yang sangat tidak stabil, kondisi saat ini jauh lebih stabil di mana Presiden Jokowi memasuki periode kedua. Selain itu, pemerintahan Jokowi juga mengeluarkan berbagai kebijakan stimulus yang ditargetkan untuk mengurangi kemiskinan," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (15/7/2020).

Berbeda dengan masyarakat pada1998 yang belum berbekal jaminan sosial, masyarakat kini memiliki program jaminan sosial atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan) yang memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan pengobatan gratis.

Dalam upaya meminimalisir dampak Covid-19, pemerintah meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 27 miliar Dolar AS untuk pembiayaan pelayanan kesehatan.

3 dari 3 halaman

Upaya Menangkap Peluang di Tengah Pandemi

Kendati ekonomi Indonesia mengalami krisis akibat Covid-19, Bank DBS Indonesia melihat potensi ekonomi digital mampu mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Sebagai salah satu negara dengan partisipasi media sosial tertinggi, Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi digital yang pesat selama satu dekade terakhir, di mana Indonesia sudah memiliki enam unicorn yaitu Gojek, Tokopedia, Bukalapak, Traveloka, OVO, dan JD.ID.

Dengan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tengah pandemi yang diterapkan pemerintah, sektor logistik merasakan dampak positif, mengingat masyarakat cenderung menghabiskan pengeluaran di e-commerce untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Sebagai salah satu pelopor perbankan digital di Indonesia, digibank by DBS juga mengamati adanya peningkatan popularitas dan ketergantungan masyarakat pada e-commerce di masa pandemi.

“Kami beruntung karena sudah berbekal infrastruktur teknologi yang mumpuni saat pandemi berlangsung. Dalam kaitannya dengan digibank by DBS, kami melihat penerimaan masyarakat yang jauh lebih baik di masa pandemi ini. Kondisi saat ini menjadi daya tarik yang kuat dalam menghadirkan nasabah baru, yang mulai beralih dari transaksi di kantor cabang menjadi transaksi pada telepon genggam. Dengan penambahan fitur-fitur pada aplikasi, digibank by DBS mampu memenuhi kebutuhan nasabah yang kian meningkat dan cepat berubah,” ujar Paulus.

Dari sisi korporasi, kebijakan kerja dari rumah (WFH) turut mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kanal digital seperti IDEAL dari Bank DBS Indonesia yang juga mengalami pertumbuhan di tengah pandemi Covid-19.

“Menjadikan keselamatan karyawan sebagai prioritas utama, 62 persen karyawan Bank DBS Indonesia sudah dapat bekerja dari rumah. Transformasi tersebut memungkinkan karyawan yang sedang WFH untuk meminimalisir gangguan saat melayani nasabah," kata dia.

"Hal ini merupakan realita pada masa Covid-19; dulu segala sesuatu memakan waktu lebih lama untuk diimplementasikan terlebih dari sisi digital, sekarang terjadi dan bekerja. Ini adalah one way move, yang tidak akan kembali lagi ke metode old school,” tambah Paulus dan DBS Chief Economist, Taimur Baig.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.