Sukses

Pemeriksaan Laporan Keuangan, BPK Sebut Jiwasraya Kooperatif

BPK sebelumnya menyatakan ada 13 temuan permasalahan tata kelola anggaran, termasuk PT Asuransi Jiwasraya.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) audited tahun 2019, dan ada 13 temuan permasalahan tata kelola anggaran, termasuk PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dinilai kooperatif.

“Kita tidak berandai-andai sekarang kalau kami lihat Jiwasraya cukup kooperatif dengan apa yang kami sampaikan secara kelembagaan khususnya direksinya,” kata  Ketua BPK, Agung Firman Sampurna, dalam Media Workshop LHP atas LKPP Tahun 2019, Selasa (21/7/2020).

BPK yakin Jiwasraya cukup kooperatif mengenai masalah sanksi, karena sudah diatur dalam undang-undang nomor 15 tahun 2004 pasal 26, bahwa bagi yang tidak menindaklanjuti rekomendasi BPK, dikenai sanksi 1,5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

“Denda itu sudah diatur dengan undang-undang, jadi sanksi itu bukan dibuat oleh BPK tapi kita belum pernah menerapkan sanksi. Karena kami percaya bahwa entitas yang kami periksa  khususnya Jiwasraya dalam konteks investigasi cukup kooperatif, tapi saya belum dapat secara resmi mengenai masalah penyelesaian laporan keuangan 2019,” ujarnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Temuan BPK

Sebelumnya disebutkan, BPK menemukan 13 temuan permasalahan tata kelola anggaran, terkait kelemahan sistem pengendalian internal dan kepatuhan.

Disebutkan, Kewajiban Pemerintah selaku Pemegang Saham Pengendali PT Asabri (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) belum diukur/diestimasi.

Dalam kesempatan yang sama Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono, menegaskan ‘Pemerintah’ harus bertanggung jawab terhadap kerugian Jiwasraya itu bukan BPK. Menurutnya BPK hanya mencantumkan apa yang tertulis di undang-undang perasuransian pasal 15.

“Bunyinya sebagai berikut, pengendali wajib ikut bertanggung jawab atas kerugian perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, asuransi atau perusahaan reasuransi syariah, yang disebabkan oleh pihak dalam pengendaliannya. Jadi ini adalah semata-mata bunyi dari undang-undang,” ungkapnya.

Demikian, Agus tidak memberi tahu secara jelas tentang siapa yang bertanggung jawab. Namun, yang pasti BPK menyampaikan temuan itu dalam rangka untuk memitigasi risiko.

“Saya rasa itu karena proses mitigasi belum selesai,” pungkas Agus. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.