Sukses

Luhut Jawab Tudingan KPK: Bersihkan Sampah Itu Ada Biaya

Pemerintah sudah meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menciptakan teknologi pengelolaan sampah.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menjawab kritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal anggaran pengelolaan sampah atau tipping fee. KPK menyebut biaya tipping fee bisa merugikan negara.

"Kadang orang suka mengkritik kita soal sampah, misalnya ada yang bilang bisa merugikan negara, dari teman kita dari KPK. Kalau dengan tipping fee itu bisa jadi masalah. Lah itulah cost satu kebersihan. Jadi membersihkan sampah itu ada cost. Jadi tidak bisa pembersihan sampah serta merta diuntungkan," ujarnya, Selasa (21/7/2020).

Dalam menghemat anggaran, pemerintah sudah meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menciptakan teknologi pengelolaan sampah dalam negeri sejenis Refuse Derived Fuel (RDF) atau instalasi pengolahan sampah menjadi bahan bakar seperti yang sudah dibangun di Cilacap.

"Soalnya presiden tekankan betul yang bisa dibuat dalam negeri ya dalam negeri saja. Saya berharap teknologi ini bisa diterapkan di tempat lain. Indonesia jangan sampai impor. BPPT bisa bikin model, jadi pekan depan paparan ke kami. Kita siapkan, kita lapor ke presiden. Kalau tidak gini, lupa lagi," katanya.

Luhut menambahkan, hasil pengolahan sampah RDF nantinya bisa digunakan oleh insdustri semen untuk proses produksi. Hal ini akan mendatangkan keuntungan.

"Ada pabrik semen yang bisa gunakan hasilnya ini. Saya pikir itu. Saya juga terimakasih bahwa semua pihak terutama dari pemda dan bupati. Mari kita kompak," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

1.000 Kontainer Sampah Impor Menumpuk Berbulan-bulan di Pelabuhan

Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengeluhkan ketidakjelasan nasib sampah impor yang didatangkan dari luar negeri.

Menurutnya, hingga kini ada 1.000 lebih kontainer limbah sampah yang masih tertahan di pelabuhan.

"Sekarang ini ada 1000 lebih yang masih ada di pelabuhan. Kami nahannya juga agak pening. Kalau cuma sehari dua hari oke, tetapi ini sudah berbulan-bulan. Dan mudah-mudahan ini segera selesai," ujar Heru saat rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Kamis (9/7/2020). 

Ketidakjelasan nasib sampah untuk industri tersebut terjadi karena belum adanya putusan tetap dari kementerian terkait. Hal tersebut membuat sampah terus menumpuk tanpa digunakan oleh pengusaha.

"Pertama, kalau yang sudah harusnya direekspor kita harus reekspor. Kalau mau dimusnahkan ya dimusnahkan. Kalau memang mau di cek ulang, kita cek ulang. Tetapi jangan berputar-putar lagi," kata Heru.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.