Sukses

Berangsur Pulih, Bank Dunia Prediksi PDB Indonesia Tumbuh 4,8 Persen di 2021

Dalam menghadapi krisis ekonomi ini, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan suatu paket fiskal yang totalnya mencapai 4,3 persen dari PDB.

Liputan6.com, Jakarta Bank Dunia menyebutkan pemulihan ekonomi Indonesia akan terjadi secara berangsur-angsur. Menurut laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) Bank Dunia edisi bulan Juli 2020, yang dipublikasikan hari ini, pertumbuhan PDB riil diproyeksikan akan mencapai 4,8 persen pada tahun 2021, dan akan kembali ke 6,0 persen pada tahun 2022.

Dalam menghadapi krisis ekonomi ini, Pemerintah Indonesia telah mengumumkan suatu paket fiskal yang totalnya mencapai 4,3 persen dari PDB.

Paket ini meliputi dana untuk meningkatkan kesiapan sektor kesehatan, dan peningkatan secara substansial untuk program bantuan sosial. Jika dicairkan secara penuh dan tepat sasaran, maka paket stimulus dapat mencapai tujuannya untuk memitigasi dampak pandemi terhadap kemiskinan.

“Kami menyambut baik tindakan masif dari Pemerintah Indonesia untuk memitigasi dampak dari krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya. Adalah penting untuk secara efektif menerapkan paket tersebut agar dampaknya dapat dirasakan secara penuh oleh masyarakat maupun perekonomian,” ujar World Bank Country Director untuk Indonesia dan Timor-Leste, Satu Kahkonen.

“Kami juga merasa terdorong dengan kegigihan Pemerintah Indonesia menggunakan krisis ini sebagai peluang dengan mempercepat berbagai reformasi penting untuk meningkatkan daya saing ekonomi, yang akan menjadi dasar kuat bagi pemulihan yang lebih mantap,” sambung dia.

IEP edisi Juli 2020 ini juga membahas tentang strategi yang dapat mendukung Indonesia bangkit dari krisis. Termasuk dengan memperluas cakupan program perlindungan sosial. Juga mengatasi kesenjangan yang muncul selama pandemi, serta mempercepat penerapan perawatan kesehatan untuk semua warga negara.

“Untuk dapat meredam dampak pandemi ini, keputusan pemerintah untuk mengubah prioritas belanja negara dan meningkatkan defisit anggaran memang sangat dibutuhkan,” sebut World Bank Lead Economist untuk Indonesia, Frederico Gil Sander.

“Ke depannya, pembelanjaan dalam jumlah lebih besar pada sektor kesehatan, perlindungan sosial, dan infrastruktur akan tetap dibutuhkan, yang menjadi dasar mengapa reformasi perpajakan untuk meningkatkan pendapatan fiskal negara sangatlah penting untuk melandaikan kurva hutang dan mempertahankan kerangka makro ekonomi Indonesia yang kuat,” imbuh Sander.

Saksikan video di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bank Dunia: Ekonomi Global Bakal Minus 5,2 persen di 2020, Negara Maju Paling Parah

Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen memperkirakan akan terjadi kontraksi ekonomi secara global sebesar minus 5,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di 2020.

Angka ini mencerminkan resesi global terparah sejak perang dunia II dan hampir tiga kali lebih tajam daripada resesi global 2009.

"Baik negara maju, negara emerging dan negara berkembang semua terdampak. Dan untuk tahun ini perekonomian negara maju menyusut signifikan," katanya dalam Indonesia Economic Prospect Report, secara virtual, Kamis (16/7).

Sementara untuk Asia dan wilayah pasifik diproyeksikan akan terkontraksi semakin tajam yakni 6 persen pada 2020. Itu terjadi akibat sebagian besar negara harus lockdown untuk bisa kontrol pandemi Covid-19.

"Namun tergantung penatalaksana waktu dan tentu ini pengaruhi tingkat PDB di negara tersebut," katanya.

Dia menambahkan disrupsi ekonomi terparah juga akan terjadi pada negara yang alami domestic breakout dan negara yang bergantung pada perdagangan global, pariwisata, ekspor komoditas dan pembiayaan keuangan eksternal.

Untuk Indonesia senidiri, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan turun dengan cukup signifikan. Hal tersebut didasari tiga hal, pertama kontraksi ekonomi global, kedua ekonomi Indoenesia akan terbuka kembali per Agustus, dan ketiga tidak ada gelombang kedua dari pandemi.

"Jika ketiga asumsi yang digunakan berubah maka forecast berubah," katanya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.