Sukses

1.000 Kontainer Sampah Impor Menumpuk Berbulan-bulan di Pelabuhan

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengeluhkan ketidakjelasan nasib sampah impor yang didatangkan dari luar negeri.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengeluhkan ketidakjelasan nasib sampah impor yang didatangkan dari luar negeri.

Menurutnya, hingga kini ada 1.000 lebih kontainer limbah sampah yang masih tertahan di pelabuhan.

"Sekarang ini ada 1000 lebih yang masih ada di pelabuhan. Kami nahannya juga agak pening. Kalau cuma sehari dua hari oke, tetapi ini sudah berbulan-bulan. Dan mudah-mudahan ini segera selesai," ujar Heru saat rapat kerja dengan DPR, Jakarta, Kamis (9/7).

Ketidakjelasan nasib sampah untuk industri tersebut terjadi karena belum adanya putusan tetap dari kementerian terkait. Hal tersebut membuat sampah terus menumpuk tanpa digunakan oleh pengusaha.

"Pertama, kalau yang sudah harusnya direekspor kita harus reekspor. Kalau mau dimusnahkan ya dimusnahkan. Kalau memang mau di cek ulang, kita cek ulang. Tetapi jangan berputar-putar lagi," kata Heru.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Reekspor

Dia menambahkan, untuk sampah yang memang tidak diperbolehkan digunakan seharusnya langsung diberikan putusan agar dikembalikan atau reekspor kembali ke negara asal. Apabila negara asal ternyata menolak, maka Direktorat Bea dan Cukai siap mengambil tindakan pemusnahan.

"Kalau sudah ada pengaturan seperti itu misalnya dia tidak memenuhi syarat opsinya reekspor atau pemusnahan, jangan minta dicek ulang lagi. Tapi kalau memang dia sudah memenuhi syarat kurang atau sama dengan 2 persen. Ya nggak perlu lagi dipermasalahkan supaya langsung dikeluarkan saja. Supaya apa? Supaya pelabuhan agak longgar," tandasnya.

Reporter: Anggun P. Situmorang

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Menko Luhut: Penanganan Limbah Plastik Jadi Agenda Prioritas Nasional

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Invesatsi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, meski tengah menangani pandem Virus Corona, pemerintah tidak melupakan kebijakan lainnya, salah satunya mengenai penanganan limbah plastik.

Hal itu diungkapkan saat menjadi pembicara kunci dalam konferensi internasional yang dilakukan secara virtual bertajuk Radically Reducing Plastic Pollution: Digital Launch of Indonesia's Multi-Stakeholder Action Plan bersama Global Plastic Action Partnership.

“Indonesia berkomitmen penuh untuk mengimplementasikan program pembangunan berkelanjutan dan untuk memerangi limbah plastik dan menjadikannya sebagai salah satu agenda prioritas nasional kami,” ujar Menko Luhut di Jakarta, Rabu (22/04).

Dalam menangani sampah plastik ini, Menko Luhut menjelaskan, Presiden Joko Widodo telah mengambil langkah strategis dengan menetapkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, serta Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut, yang di dalamnya memuat Rencana Aksi Penanganan Sampah Plastik di Laut Tahun 2018-2025.

Upaya pengurangan sampah plastik di laut itu sendiri harus dilakukan secara terintegrasi dalam lingkup nasional, regional, dan global, terutama melalui pengurangan sampah yang berasal dari aktivitas di darat.

“Saya bangga mengumumkan bahwa Indonesia akan memilih bukan apa yang mudah, tetapi apa yang benar. Daripada bertahan dengan pendekatan business as usual, kami akan menerapkan pendekatan perubahan sistem penuh untuk memerangi limbah plastik dan polusi,” tegasnya. 

4 dari 4 halaman

Global Plastic Action Partnership

Tahun lalu, lanjut Menko Luhut, Indonesia bergabung dengan Global Plastic Action Partnership, sebuah platform kolaborasi publik-swasta baru yang diluncurkan di World Economic Forum.

Kemudian setelah itu, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang meluncurkan Kemitraan Aksi Plastik Nasional Indonesia (NPAP), ​​kemitraan inklusif dan digerakkan oleh solusi untuk mengatasi tantangan polusi plastik, dan kemitraan yang sama saat ini sedang dipersiapkan untuk Ghana, dan segera juga untuk Vietnam.

“Melalui NPAP Indonesia, kami telah menciptakan platform untuk menyatukan pemikiran-pemikiran terbaik Indonesia untuk menghadapi polusi plastik bersama-sama, dari peneliti ke bisnis dan masyarakat sipil,” ungkapnya.

Dia membeberkan lima intervensi perubahan sistem yang dapat mendukung Indonesia untuk mengurangi 70 persen polusi plastik pada 2025.

Intervensi tersebut antara lain mendesain ulang produk plastik dan kemasan dengan penggunaan kembali dan daur ulang bernilai tinggi, dan meningkatkan pengumpulan sampah plastik dengan meningkatkan sistem pengumpulan sektor yang didanai negara dan informal atau swasta.

“Kami berharap Rencana Aksi Indonesia menjadi inspirasi dalam masa-masa yang penuh tantangan ini, akan memicu kolaborasi dan komitmen yang lebih besar dari orang lain di panggung global. Visi ini melangkah lebih jauh, bahwa pada tahun 2040 kami bertujuan untuk mencapai Indonesia yang bebas polusi plastik yang mewujudkan prinsip circular economy, di mana plastik tidak lagi akan berakhir di lautan, saluran air, dan tempat pembuangan sampah kami, tetapi akan berlanjut untuk memiliki kehidupan baru,” paparnya.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.