Sukses

Rentetan Derita KAI di Tengah Pandemi Corona

Sejak awal Maret kasus covid-19 ditemukan di Indonesia, sektor transportasi di Indonesia terganggu operasionalnya termasuk dialami PT KAI.

Liputan6.com, Jakarta - Sejak awal Maret kasus covid-19 ditemukan di Indonesia, sektor transportasi di Indonesia terganggu operasionalnya, termasuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI yang langsung mengurangi sejumlah perjalanan Kereta Api (KA) jarak jauhnya.

Tak hanya itu dampak dari covid-19 terhadap PT KAI, dengan mengurangi sejumlah perjalanan maka secara tak langsung berpengaruh terhadap pendapatan kas KAI.

Untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai derita  yang dirasakan oleh PT KAI di tengah pandemi Corona, berikut fakta-faktanya yang telah dirangkum oleh Liputan6.com dari berbagai sumber, Kamis (9/7/2020).

1. Menghentikan 28 Perjalanan KA Jarak Jauh Selama Sebulan

Keberangkatan KA dari Stasiun Gambir, Pasar Senen dan Jakarta Kota dikurangi, guna mengantisipasi penyebaran virus Corona atau Covid-19.

"Terdapat 28 KA yang batal di tahap kedua, dalam kurun waktu 1 April sampai dengan 1 Mei 2020," kata Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta, Eva Chairunisa dalam keterangan yang diterima Liputan6.com, Minggu (29/3/2020).

Eva menyampaikan bahwa volume penumpang saat itu sudah mengalami penurunan mencapai 70 persen, bila dibandingkan dengan saat hari biasanya.

Maka calon penumpang yang terdampak pembatalan KA pada kurun waktu tersebut, PT KAI mengembalikan kembali tiket secara penuh 100 persen kepada calon penumpang di luar bea pesan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 6 halaman

2. Pendapatan KAI Anjlok Jadi Rp 400 Juta Per Hari

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo mengatakan, pendapatan KAI anjlok karena operasional armadanya juga hanya 7 persen saja, selama covid-19.

"Jadi dalam kondisi normal kami tiap hari angkutan penumpang bisa mendapatkan sekitar Rp23 miliar dalam satu hari. Sekarang ini hanya sekitar Rp300an juta atau Rp400 juta," kata Didiek dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (30/6).

Saat ini, KAI sedang fokus pada operasional KRL atau commuter line dan kereta lokal saja. Penumpang KRL pun, di tengah pandemi, anjlok dari yang biasanya 900 ribu hingga 1 juta penumpang sehari menjadi 180 ribu hingga 300 ribu per hari setelah dilonggarkannya PSBB.

Untuk kereta jarak jauh, pihaknya belum begitu merasakan dampak terhadap kinerja yang signifikan karena masyarakat masih enggan bepergian. "Dengan syarat sesuai protokol Gugus Tugas Covid-19 seperti rapid test, swab test, SJKM dan lain-lain itu belum menimbulkan minat untuk bepergian," imbuhnya.

 

3. Pemerintah Tak Kunjung Bayar Utang ke KAI

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) (Persero) Didiek Hartantyo mengatakan secara keseluruhan, pemerintah memiliki utang sebesar Rp 257,87 miliar kepada KAI, dengan rincian utang dari tahun 2015, 2016 dan 2019.

"Jadi untuk tahun 2015, yang sudah dilakukan audit di tahun 2016 berdasarkan LHP Nomor 34 tanggal 21 Agustus 2016, maka pemerintah dinyatakan kurang bayar Rp 108 miliar," kata Didiek dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (30/6/2020).

Utang tahun 2016, sesuai dengan LHP BPK 2016, pemerintah tercatat berutang sebesar Rp 2,2 miliar. Sementara untuk tahun 2019, sesuai BA BPK 2019, pemerintah berutang Rp 147,38 miliar.

Maka jumlah utang pemerintah kepada KAI mencapai Rp 257,87 miliar. Didiek melanjutkan, pembayaran utang ini akan membantu likuiditas KAI dalam menghadapi pandemi Corona.

 

 

3 dari 6 halaman

4. Kas KAI Diprediksi Minus Rp 3,44 Triliun Imbas Corona

Didiek Hartantyo mengakui, pandemi Covid-19 berdampak langsung terhadap kinerja operasional perusahaan hingga akhir tahun. Bahkan arus kas bersih yang berasal dari oprasional Perseroan diproyeksikan pada akhir tahun mengalami defisit atau minus Rp3,44 triliun.

Dia menjelaskan, hitung-hitungan itu didapat dari pendapatan orpasional sepanjang tahun 2020, diperkirakan hanya mencapai Rp11,98 triliun. Sementara pembayaran kepada pemasok dan karyawan PT KAI kebutuhannya mencapai Rp14,02 triliun sampai akhir tahun.

Adapun biaya pegawai yang dikeluarkan pihaknya juga sudah disesuaikan dengan tidak melakukan rekrutmen pada tahun 2020. Kemudian juga mempertimbangkan penurunan premi awak KA karena pembatasan operasional KA dan tidak memprogramkan IKKK dengan total nilai efisiensi mencapai Rp1,8 triliun.

Kemudian perusahaan juga dibebankan untuk pembayaran bunga dan beban keuangan. yang diperkirakan mencapai minus Rp920 miliar sampai akhir tahun, dan pembayaran pajak penghasilan mencapai minus Rp479 miliar.

"Setelah dilakukan efisiensi pemotongan biaya operasional kas Kami sampai akhir tahun maka sebesar minus Rp 3,44 triliun," kata Dirut KAI dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

 

5. Butuh Dana Talang Rp 3,5 Triliun

PT Kereta Api Indonesia (KAI) mengajukan dana talangan kepada pemerintah sebesar Rp3,5 triliun. Adapun dana talangan tersebut nantinya akan digunakan untuk kinerja orpasional Perseroan sampai dengan akhir 2020.

“Jika usulan ini diterima oleh DPR maka kami akan bergegas mengajukan fasilitas pinjaman, kepada Kementerian Keuangan dengan syarat-syarat pelunasan ringan dan tingkat suku bunga rendah dan berjangka waktu panjang,” kata Direktur Utama PT KAI, Didiek Hartantyo dalam rapat kerja bersama dengan Komisi VI DPR RI, Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Dalam hal ini, nantinya Kementerian Keuangan yang akan menunjuk lembaga apakah PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI), maupun Lembaga Penjaminan Infrastruktur Indonesia (LPII), dengan total pendanaan sesuai yang dibutuhkan Perseroan.

"Harapannya bisa diberikan bunga berkisar 2 sampai 3 persen. Jatuh tempo harapan kami 7 tahun," kata Didiek.

Demikian, ia juga meminta agar tenor yang panjang dikarenakan berbagai pertimbangan perusahaan. Di mana saat ini perseroan juga tengah memanfaatkan kredit modal kerja, dalam rangka untuk menutup cash flow bunga perbankan rate 6 sampai 6,5 persen per tahun.

 

 

4 dari 6 halaman

6. Minta Jangka Pelunasan Dana Talang hingga 7 tahun

Pertimbangan lainnya, kata Didiek juga tercermin dari data pada 2017, di mana Perseroan juga menerbitkan obligasi berjangka waktu lima sampai tujuh tahun. Kemudian di 2019 juga menerbitkan obligasi Rp2 triliun dengan jangka waktu lima sampai tujuh tahun.

"Nah, kenapa kami minta jangka waktu tujuh tahun, Kami sesuaikan dengan profile dari obligasi jatuh tempo. Dimana 2022 ada jatuh tempo, 2024 ada jatuh tempo. Sehingga kami harapkan pelunasan pinjaman 3,5 t tadi, kami lakukan mulai 2022 dengan pembayaran Rp200 miliar, 2023 Rp300 miliar, 2024 Rp500 miliar, 2025 Rp775 miliar, dan 2026 Rp750 miliar serta yang terkahir 2027 Rp1 triliun. Sehingga jumlah Rp3,5 triliuh tadi akan kami lunasi sampai 2027," ujarnya.

Menurut dia, hitung-hitungan itu didapat dari pendapatan operasional sepanjang tahun 2020 diperkirakan hanya mencapai Rp11,98 triliun. Sementara pembayaran kepada pemasok dan karyawan PT KAI kebutuhannya mencapai Rp14,02 triliun sampai akhir tahun.

 

7. Tak Ada Rekrutmen Pegawai di 2020

Adapun biaya pegawai yang dikeluarkan PT KAI, juga sudah disesuaikan dengan tidak melakukan rekrutmen pada tahun 2020. Kemudian juga mempertimbangkan penurunan premi awak KA karena pembatasan operasional KA, dan tidak memprogramkan IKKK dengan total nilai efisiensi mencapai Rp1,8 triliun.

Kemudian perusahaan juga dibebankan untuk pembayaran bunga, dan beban keuangan yang diperkirakan mencapai minus Rp920 miliar sampai akhir tahun dan pembayaran pajak penghasilan mencapai minus Rp479 miliar.

"Setelah dilakukan efisiensi pemotongan biaya operasional kas Kami sampai akhir tahun maka sebesar minus Rp 3,44 triliun," kata Didiek.

5 dari 6 halaman

8. Prediksi Penumpang Kereta Api Masih Lesu di 2021

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI, Didiek Hartantyo mengaku masih belum bisa memperkirakan kondisi operasional perusahaannya di tahun depan atau 2021.

Berkaca pada tahun ini, menurutnya di 2021 tak jauh berbeda kondisinya masih berat untuk bisa pulihkan arus kas perusahaan.

"Kami belum meyakinkan tahun 2021 kondisi ekonomi dan transportasi seperti apa. Kita masih kesulitan di 2021 dengan kondisi yang new normal," kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

Dia mengatakan di pertengahan semester ini saja animo masyarakat masih belum terlihat besar yang menggunakan transportasi KA. Selain ada pembatasan jumlah penunpang, protokol kesehatan ketat yang harus dipenuhi masyarakat juga membuat mereka lebih memilih moda transportasi lain.

"Saat ini KAI sedang mencoba menjalankan kereta api jarak jauh namun animo masyarakat masih belum tinggi karena ada batasan. Hal ini yang kami akan antisipasi 2021 belum begitu baik," kata dia.

 

9. Kesulitan Bersaing untuk Angkutan Logistik

PT KAI akui masih kesulitan untuk bersaing dengan moda transportasi lain, dalam angkutan jasa logistik. Sebab, tarif Perseroan untuk mengangkut logistik lebih besar, dikarenakan banyak pungutan yang mempengaruhi pembentukan tarif.

"Faktor harga inilah yang membedakan kenapa kita tidak bersaing dalam pembentukan tarif. Kami kena biaya Track Access Charge (TAC) kena juga PPN 10 persen," ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi VI DPR RI, di Jakarta, Rabu (8/7/2020).

"Jadi ada 2 komponen besar kita kurang bersaing dalam angkutan logistik," kata Dirut KAI.

Sehingga KAI harus menganggarkan biaya perawatan prasarana, dimana umumnya kebutuhannya lebih besar daripada kontrak yang diterima.

Jadi apabila untuk biaya perawatan prasarana ini pihaknya menganggarkan Rp3 triliun, maka yang dikontrakkan (dari pemerintah) hanya Rp1,5 triliun.

“Dan itu pun dipotong Rp800 miliar, karena adanya Covid-19 ini oleh pemerintah," ujarnya.

6 dari 6 halaman

10. Tidak Bisa Tentukan Tarif Seenaknya

Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (KAI) Didiek Hartantyo, mengatakan PT KAI tidak bisa memberikan tarif yang terjangkau kepada masyarakat, tanpa adanya bantuan dari pemerintah. Selama ini tarif kereta api baik yang jarak jauh maupun commuter mendapat subsidi dari pemerintah.

Terkait struktur pembiayaan biaya operasi berasal dari perusahaan dan juga pemerintah. Ia pun mencontohkan dengan biaya operasional untuk kereta dari Bogor ke Jakarta.

Biaya operasional untuk rute tersebut mencapai Rp 12.000. Namun pemerintah telah menyiapkan subsidi kepada penumpang sebesar Rp 6.000. Oleh karena itu, penumpang KAI cukup membayar Rp 6.000 untuk sekali perjalanan.

"Jadi Rp 6.000 yang akan dibayar oleh masyarakat sementara sisanya Rp 6.000 dibayar oleh pemerintah,” kata Didiek, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPR Komisi VI, Rabu (8/8/2020).

Ia pun menjelaskan ada komponen-komponen di PT KAI menyangkut biaya operasional yang sudah disepakati dengan pemerintah, yakni biaya Infrastructure Maintenance and operational (IMO), dan Track acces Charge (TAC).

“Biaya untuk merawat prasarana itu sekitar Rp 3 triliun, kita bebankan pada faktor pembentuk tarif. itulah tidak bisa karena ada komponen-komponen biaya yang harus kita setorkan kepada negara,” pungkasnya.   

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.