Sukses

Pemerintah Dorong Kemandirian Industri Ikan Arwana

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) terus mendorong kemandirian industri Ikan Hias Arwana

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) terus mendorong kemandirian industri Ikan Hias Arwana yang merupakan ikan hias bernilai jual tinggi khas Indonesia. Diantaranya dalam hal legalitas dan juga pemantauan populasinya.

Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Safri Burhanuddin, mengumpulkan berbagai pihak dalam rakor virtual bertajuk Pembangunan Industri Animal Microchip dan Radio Frequency Identification (RFID). Rakor tersebut di antaranya bertujuan untuk mengetahui berbagai hambatan dalam implementasinya di lapangan, langsung dari pihak yang berkompeten dan juga para pelaku usaha arwana.

"Info terbaru, saat ini untuk pengurusan masalah Arwana, sudah ditangani oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, dan dalam rangka pemantauan dan  pengendalian peredarannya sesuai ketentuan yang berlaku maka dipasanglah microchip pada satwa ini. Saat ini para pelaku usaha arwana membeli piranti ini di pasaran yang umumnya diimpor dari negara lain," ujar Deputi Safri di Jakarta, Selasa (7/7).

Adapun, penggunaan microchip ini adalah sirkuit pengenal terintegrasi yang ditempatkan di bawah kulit arwana. Chip tersebut menggunakan teknologi RFID dan dikenal sebagai tag PIT (Passive Integrated Transponder).

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Satwa Dilindungi

Menurutnya ikan Arwana yang termasuk dalam satwa yang dilindungi, bilamana dalam peredarannya tanpa chip dapat berujung pada tindak pidana. Karena hal itu telah diatur dalam Undang-undang, yakni UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Permenhut No P 19/Menhut-II/2005 dan Permen LHK No 20 Tahun 2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Namun, justru saat ini microchip untuk ikan Arwana ini pun keseluruhannya masih diimpor dari negara lain. "Saya kira piranti dan teknologi yang disematkan pada ikan ini tidak terlalu rumit, melihat potensinya, kembali saya tekankan, industri microchip dan RFID di dalam negeri ini perlu dikembangkan dan didorong," imbuhnya.

Selain masih impor, harga microchip di Indonesia masih terhitung tinggi, yaitu Rp 12.000 per/pcs dibandingkan dengan Tiongkok yang hanya separuhnya. Pun proses impornya juga yang terbilang masih sulit, seperti proses impor microchip yang perlu waktu sekitar 7 minggu dan belum tentu selesai tepat waktu.

Padahal dengan perkembangan teknologi saat ini, piranti tersebut tidak lagi sepenuhnya berfungsi sebagai ID pengenal. Dikarenakan ada teknologi penanda lainnya yang sudah juga mulai dikembangkan.

 

3 dari 3 halaman

Kurangi Impor

Sementara itu, Asisten Deputi Hilirisasi Sumber Daya Maritim, Amalyos lantas mengungkapkan berbagai pengalamannya dalam mendorong kemandirian nasional, dengan tujuan meningkatkan nilai keekonomian dan mengurangi impor.

“Memang ini sama halnya dengan pengalaman kami dalam mendorong pembangunan sarana dan prasarana pendukung industri perikanan yang juga saat ini masih impor, semisal kincir dan pompa air untuk tambak udang. Akan tetapi dengan berlandaskan semangat nasional dan kepentingan nasional, kami mempunyai keyakinan melalui kolaborasi dan sinergi antara perguruan tinggi dan Badan Usaha Milik Negara, kita yakin sarpras tersebut bisa kita dorong untuk diproduksi di dalam negeri," ujarnya.

Amalyos mengatakan, terkait dengan sarana prasarana penunjang untuk perikanan budidaya tersebut ditargetkan di bahas dalam 1 atau 2 minggu ke depan. Nantinya semua pihak terkait akan duduk bersama, membuat MoU, untuk membuat prototype yang hasilnya diharapkan lebih baik dari segi teknologi dan lebih murah dibanding barang impor yang ada di pasaran saat ini.

"Inisiasi awal untuk pembangunan dan pengembangan bagi microchip ini, saya kita rekan-rekan baik dari LIPI, BPPT, maupun LEN juga sudah sangat bersemangat agar sarana-prasarana ini bisa diproduksi di dalam negeri. Kita akan coba kumpulkan data terkait dengan kebutuhannya, dan kita perkuat komunikasi dan koordinasi dengan berbagai sektor. BPPT, LEN, dan juga LIPI siap mendukung penuh, bahkan LIPI sangat antusias untuk set-up awal untuk riset prototypenya," tukasnya.

Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.